Tingkat konsumsi merupakan salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi, selain investasi. Jika tingkat konsumsi tertekan maka bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi tidak maksimal. Hal itu bisa dibuktikan ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga selama 2020 mengalami kontraksi 2,63 persen.
Dengan konsumsi rumah tangga di 2020 terkontraksi 2,63 persen alhasil pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun lalu anjlok 2,07 persen. Pelemahan tingkat konsumsi disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya penjualan eceran yang mengalami kontraksi 12,03 persen dan impor barang konsumsi yang juga mengalami penurunan minus 10,93 persen.
"Penjualan wholesale mobil penumpang dan sepeda motor terkontraksi masing-masing sebesar minus 50,49 persen dan minus 43,54 persen," jelas Kepala BPS Suhariyanto.
Meski demikian, secara kuartalan, konsumsi rumah tangga sebenarnya mengalami perbaikan dengan minus 3,61 persen di kuartal IV-2020. Angka ini lebih baik dari minus 4,05 persen di kuartal III, minus 5,52 persen di kuartal II, dan pertumbuhan positif 2,83 persen di kuartal I.

Sementara itu, konsumsi pemerintah merupakan satu-satunya komponen pengeluaran yang mengalami pertumbuhan positif selama 2020 sebesar 1,94 persen. Namun terjadi perlambatan dibandingkan 2019 karena pertumbuhan belanja pegawai yang melambat.
Di sisi lain, pengeluaran konsumsi LNPRT selama tahun lalu juga mengalami kontraksi 4,29 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi minus 4,95 persen, ekspor minus 7,7 persen, sedangkan impor minus 14,71 persen.
Menilik dari data itu, memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi memiliki peranan teramat penting terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika dikaitkan dengan THR maka sangat jelas ketika THR diterima oleh pekerja akan membuat tingkat konsumsi meningkat. Karena biasanya THR dipergunakan untuk mengkonsumsi barang atau jasa oleh masyarakat.
Wajib bayar THR
Persoalan THR hampir tiap tahun selalu menjadi perhatian pemerintah agar para pengusaha menjalankan kewajibannya untuk membayar THR kepada para pekerjanya tanpa terkecuali. Hal itu patut menjadi perhatian mengingat masih ada pengusaha yang 'membandel' dengan tidak membayarkan THR.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan seluruh pengusaha wajib membayarkan THR kepada pegawai. Adapun THR merupakan pendapatan non-upah yang harus diberikan perusahaan menjelang Hari Raya Idulfitri. "Tentu saja kami sampaikan bahwa THR itu adalah kewajiban pengusaha yang dibayarkan kepada pekerja," kata Ida.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) masih membahas skema pembayaran THR 2021 bersama dengan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dan Badan Pekerja Tripartit Nasional. Unsur yang terlibat ialah pemerintah, pengusaha, dan pekerja atau buruh.
"Masukannya sudah disusun oleh kedua tim kerja tersebut baik Depenas maupun Tripartit nasional. Nanti akan disampaikan melalui rapat pleno Tripartit Nasional," tegasnya.
Ida mengaku mendapat laporan masih ada pengusaha yang belum membayarkan THR 2020. Perusahaan yang membandel akan ditindaklanjuti dinas ketenagakerjaan (disnaker) masing-masing daerah. "Ini jadi perhatian kami," tegas Ida.
Lebih lanjut, Ida Fauziyah mengklaim telah menindaklanjuti perusahaan yang belum membayarkan THR Keagamaan di tahun lalu. Pengusaha-pengusaha tersebut ditindaklanjuti oleh Disnaker Provinsi dan Disnaker Kabupaten/Kota.

Menaker Ida Fauziyah. FOTO: MI/SUSANTO
"Untuk laporan pengusaha yang belum membayarkan THR di 2020 itu juga sudah ditindaklanjuti oleh pengawas pusat dan pengawas provinsi," kata Ida.
Ia menjelaskan dari total pengaduan mengenai THR tahun lalu, sebagian besar pengaduan terkait dengan cara pembayaran THR serta penegakan hukum bagi pelaku usaha yang tidak membayarkan THR. "Semuanya sudah ditindaklanjuti," klaimnya.
Tidak dicicil
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta agar THR tidak dicicil seperti tahun lalu. Hal itu menanggapi adanya kemungkinan THR tahun ini bakal dicicil kembali. Permintaan tersebut didasari oleh pernyataan pemerintah yang mengatakan ekonomi mulai membaik tahun ini dan pemerintah telah meniadakan subsidi upah
"Bila THR dibayar mencicil atau tidak 100 persen maka daya beli buruh makin terpukul di tengah pandemi korona ini akibat dirumahkan dan dibayarnya upah ala kadar," katanya.
Said Iqbal mengatakan kebijakan cicil THR akan membuat konsumsi semakin menurun. Pekerja atau buruh akan kesulitan memenuhi kebutuhan menjelang puasa Ramadan dan Idulfitri. "Akibatnya konsumsi juga akan semakin menurun, dan dihantam lagi dengan kenaikan harga barang kebutuhan pokok jelang puasa dan Lebaran," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Said Iqbal, harus ada keseimbangan dan rasa keadilan antara kepentingan buruh dan pengusaha. Ia berujar, pengusaha sudah dapat stimulus ekonomi dan keringanan pajak dari pemerintah maka secara bersamaan THR dan upah buruh harus dibayar penuh dan tidak dicicil agar konsumsi makin meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi juga meningkat.
"Sebaiknya Menaker memperhatikan juga kepentingan buruh, tidak hanya pengusaha saja, termasuk pemberian THR ini," tegasnya.
Demi tingkatkan daya beli masyarakat
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi menilai THR tahun ini harus dibayar sepenuhnya demi meningkatkan daya beli masyarakat. Tadjuddin menanggapi upaya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang meminta pengusaha tahun ini berkomitmen untuk membayar penuh THR.
Dirinya mengatakan dengan THR dibayar penuh akan berdampak luar biasa. "Sehingga daya beli masyarakat jelang Lebaran meningkat. Kalau kita dalam keadaan krisis ekonomi, perbanyaklah uang berputar di level bawah. Dengan demikian akan terjadi perputaran uang," ujar Tadjuddin.
Ia menerangkan jika THR tidak dibayar penuh terhadap karyawan maka akan membuat gelombang protes dari kalangan buruh. Hal itu berpengaruh terhadap daya beli masyarakat rendah dan produksi akan menurun.
"Sekarang bisa saja perusahaan yang membayar penuh THR akan mendapatkan insentif. Bisa insentif pajak atau keringanan lainnya. Yang saya khawatir adalah menjelang Lebaran buruh tidak terima THR, mereka protes kemudian demo, produksi perusahaan juga menurun," tuturnya.

Penting, ucap Tadjuddin, terjadi perputaran ekonomi di kalangan menengah ke bawah. Ketika THR diberikan, maka akan terjadi multiplier effect, sebab terjadi perputaran uang ke pedagang-pedagang kecil.
"Pedagang-pedagang kecil terbantu, UMKM terbantu, multiplier effect tinggi sekali. Itu pandangan dari akademisi seperti saya," terangnya.
Lebih lanjut, Tadjuddin menyarankan agar THR diberikan penuh dua minggu sebelum Lebaran sehingga dapat meningkatkan perputaran uang di kalangan menengah ke bawah.
"Perusahaan sudah dibantu pemerintah, sekarang bantu karyawannya. Supaya dampaknya kalau persentase angkatan kerja kita di buruh industri kira-kira 15 juta-16 juta orang itu lumayan untuk memengaruhi daya beli," imbuhnya.
Senada, Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menilai imbauan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto agar pengusaha membayar THR kepada pegawai secara penuh sudah sesuai dengan Undang-Undang (UUD).
Payaman mengatakan permintaan tersebut sangat mungkin dilakukan mengingat kegiatan ekonomi berangsur membaik dan upaya pemulihan terus berlangsung. "Apa yang disarankan Pak Menko Airlangga itu, menurut saya sudah sesuai dengan ketentuan," kata Payaman.
Payaman menjelaskan pembayaran THR tahun lalu tidak bisa dilakukan secara optimal dan harus dicicil mengingat perekonomian sedang melambat karena terdampak pandemi covid-19 yang muncul sejak awal 2020.
Namun kondisi saat ini jauh lebih baik, apalagi pemerintah telah mengeluarkan berbagai stimulus maupun insentif bagi para pelaku usaha dan jumlah pekerja atau karyawan juga sudah berkurang dari tahun lalu.
"Jadi sudah ada penyesuaian dan banyak yang di-PHK. Sehingga, pelaku usaha bisa membayar yang bekerja," kata Guru Besar Universitas Krisnadwipayana ini.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengharapkan komitmen dari pengusaha untuk membayar THR kepada pegawai secara penuh. Ia meminta adanya komitmen tersebut mengingat pemerintah sudah memberikan stimulus kepada pengusaha serta melakukan program vaksinasi untuk mengatasi dampak covid-19.
Stimulus itu seperti untuk pengusaha sektor pariwisata khususnya hotel, restoran dan kafe (Horeka), pengusaha bisa memanfaatkan fasilitas relaksasi kredit penambahan modal kerja dengan sistem penjaminan yang akan disalurkan melalui Himpunan Bank Milik Negara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
"Tahun lalu THR dicicil, saya minta tahun ini dibayar secara penuh. Kita harus komitmen," pungkas Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News