Dengan latar belakang momentum pemulihan ekonomi, pemerintah menyiapkan kebijakan insentif penurunan tarif PPnBM atau diskon pajak untuk kendaraan bermotor segmen ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Keputusan ini diambil setelah dilakukan koordinasi antarkementerian dan diputuskan dalam rapat kabinet terbatas.
Segmen tersebut dipilih karena merupakan segmen yang diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki local purchase di atas 70 persen. Diskon pajak dilakukan secara bertahap sampai dengan Desember 2021 agar memberikan dampak yang optimal.
Diskon pajak sebesar 100 persen dari tarif normal akan diberikan pada tiga bulan pertama, 50 persen dari tarif normal pada tiga bulan berikutnya, dan 25 persen dari tarif normal pada tahap ketiga untuk empat bulan. Besaran diskon pajak akan dievaluasi efektivitasnya setiap tiga bulan.
Kebijakan diskon pajak ini akan menggunakan PPnBM DTP atau ditanggung pemerintah melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan ditargetkan akan mulai diberlakukan pada Maret 2021. Pemberian diskon pajak ini juga didukung kebijakan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan untuk mendorong kredit pembelian kendaraan bermotor.

Dukungan itu yaitu melalui pengaturan mengenai uang muka (DP) nol persen dan penurunan ATMR Kredit (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko). Kombinasi kebijakan ini harapannya juga dapat disambut positif oleh para produsen dan dealer penjual untuk memberikan skema penjualan yang menarik agar potensi dampaknya semakin optimal.
Kebijakan ini diharapkan mampu mengungkit kembali penjualan kendaraan mobil penumpang yang mulai bangkit sejak Juli 2020. Diskon pajak ini juga berpotensi meningkatkan utilitas kapasitas produksi otomotif, mengungkit gairah Konsumsi Rumah Tangga (RT) kelas menengah, dan menjaga momentum pemulihan pertumbuhan ekonomi yang telah semakin nyata.
Di sisi konsumen, Lebaran dengan tradisi mudiknya diharapkan juga akan meningkatkan pembelian kendaraan bermotor. Tentunya hal itu bisa terlaksana apabila pandemi covid-19 telah melandai.
Dari sisi produksi, insentif pajak kendaraan akan memperkuat pemulihan ekonomi sektor-sektor strategis domestik. Rilis Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan bahwa semua sektor ekonomi telah mengalami perbaikan pertumbuhan ekonomi. Sektor industri pengolahan dan perdagangan yang secara total berkontribusi sebesar 32,8 persen juga mengalami pemulihan.
Sektor industri pengolahan membaik dari minus 6,18 persen di kuartal II-2020 meningkat menjadi minus 4,34 persen di kuartal III-2020, dan menjadi minus 3,14 persen di kuartal IV-2020. Sektor perdagangan memiliki tren pemulihan yang hampir sama dari minus 7,59 persen di kuartal II-2020 meningkat menjadi minus 5,05 persen di kuartal III-2020 dan minus 3,04 persen di kuartal IV-2020.
Program vaksinasi yang telah berjalan secara masif diharapkan akan efektif segera menurunkan kurva infeksi covid-19 dan mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi. Diskon pajak kendaraan bermotor ini menjadi bagian integral yang selaras dengan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Jump start perekonomian
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan usulan relaksasi PPnBM dapat meningkatkan purchasing power dari masyarakat dan memberikan jump start pada perekonomian. Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini, relaksasi akan dilakukan secara bertahap.
"Relaksasi PPnBM diusulkan untuk dilakukan sepanjang 2021, dengan skenario PPnBM nol persen untuk Maret-Mei, PPnBM 50 persen untuk Juni-Agustus, dan 25 persen untuk September-November," kata dia.
Kabar gembiranya, penerapan relaksasi PPnBM jelas akan berdampak pada penurunan harga mobil baru khususnya untuk mobil 1.500 cc ke bawah yang dirakit di Indonesia.
Sebagai gambaran, mobil yang harganya saat ini di angka Rp100 juta on the road maka nantinya akan mengalami penurunan sekitar 10 persen menjadi Rp90 juta. Kita ambil contoh, misal, harga baru Mitsubishi Xpander adalah Rp265 juta maka dengan relaksasi PPnBM harga barunya menjadi Rp238 juta.
"Industri pendukung otomotif sendiri menyumbang lebih dari 1,5 juta orang dan kontribusi PDB sebesar Rp700 triliun. Industri otomotif juga merupakan industri padat karya, saat ini lebih dari 1,5 juta orang bekerja di industri otomotif yang terdiri dari lima sektor," ungka Airlangga.
Namun, pertanyaan muncul untuk motor. Apakah relaksasi PPnBM ini juga berlaku bagi motor? Untuk saat ini, wacana relaksasi PPnBM hanya diperuntukkan bagi kendaraan roda empat alias mobil. Ada beberapa indikator yang bisa menjadi alasan kenapa relaksasi PPnBM belum diberlakukan untuk motor.
Alasan itu yakni penjualan kendaraan roda empat atau mobil selama pandemi atau sepanjang 2020 mengalami penurunan yang drastis. Lain halnya dengan industri roda dua yang terbilang stabil di 2020 meski mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) membeberkan data penjualan motor periode Januari hingga Desember 2020 mencatat total penjualan (domestik dan ekspor) sebesar 4.363.408 unit, angka tersebut turun dibandingkan dengan di 2019 sebesar 7.010.529 unit.
Harga kendaraan turun
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menjanjikan adanya penurunan harga kendaraan seiring diskon pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM). Namun, para pengusaha masih menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis) dari relaksasi tersebut.
"Kami menunggu juklak/juknisnya agar lebih jelas dan para agen pemegang merek (APM) dapat mempersiapkan diri menjelang 1 Maret 2021," kata Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto.
Jongkie menuturkan pelaku industri kendaraan bermotor (KBM) juga mengharapkan kebijakan diskon PPnBM dapat mendongkrak penjualan. Sebab dengan kebijakan itu, harga kendaraan bermotor akan turun dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
"Itu harapan kita semua (penjualan meningkat), karena harga jual KBM bisa turun dan harganya menjadi terjangkau untuk masyarakat," tuturnya.
Sementara itu, PT Astra International Tbk (ASII) menyambut relaksasi pembebasan PPnBM untuk kendaraan roda empat. Head of Corporate Communications Astra Boy Kelana Soebroto mengatakan adanya relaksasi tersebut akan mendorong pertumbuhan penjualan kendaraan roda empat yang tergerus akibat pandemi covid-19.
"Grup otomotif kami masih mengkaji seberapa besar potensi kenaikan penjualan yang akan terjadi sebagai dampak diterapkannya kebijakan ini," kata Boy.
Boy menjelaskan pihaknya juga akan memantau dinamika pasar sebelum dan setelah relaksasi ini diterapkan. Ia berharap adanya relaksasi ini akan berdampak positif dan dapat mendorong kenaikan penjualan yang mulai pulih di akhir 2020.
"Dari sisi permintaan hal ini akan berdampak positif, dan dapat mendorong kenaikan penjualan, namun kami masih kaji di internal kami lebih lanjut," ujarnya.
Optimistis di kuartal I-2021
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 dengan pertumbuhan ekonomi mendekati nol pada level negatif atau positif yang relatif ringan. Optimisme ini terbangun karena pemerintah telah melakukan upaya kalibrasi kebijakan pada sisi permintaan dan penawaran.
Pada sisi permintaan, lanjutnya, adanya vaksin akan sangat memengaruhi. Ia menambahkan bagi kelompok 40 persen masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah tercakup dalam jaring pengaman sosial, sedangkan kelompok di atas 40 persen bergantung pada penanganan covid-19.

"Sehingga saya yakin dengan vaksin dapat mencapai perbaikan konsumsi. Dengan perbaikan konsumsi, saya pikir menjadi kesempatan yang besar untuk pemulihan yang lebih baik," ungkap Ani, sapaan akrabnya.
Pada sisi penawaran, Presiden Joko Widodo memberikan perhatian untuk menyelesaikan seluruh regulasi turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Menkeu menyebut dengan diberlakukannya UU ini akan memberikan cara baru berinvestasi di Indonesia dan akan memberikan posisi yang lebih baik bagi Indonesia dibandingkan negara lainnya.
Merujuk pada upaya yang telah dilakukan, Menkeu akan terus memonitor hasilnya. "Kami sudah menempatkan apa yang bisa kami tempatkan dan kami akan terus memantau. Dengan itu tidak ada alasan untuk tidak optimistis," tuturnya.
Ada yang perlu diperhatikan
Meski diskon pajak kendaraan diyakini memberikan stimulus positif bagi perekonomian, namun Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah dalam mengambil kebijakan ini terlebih apabila tujuannya menaikkan penjualan mobil.
"Saat ini masalah mobilitas penduduk yang masih rendah membuat prioritas belanja masyarakat bukan beli mobil baru," kata Bhima.
Ia menambahkan sejauh ini pembelian mobil belum masuk dalam prioritas masyarakat kelas menengah bawah. Apalagi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memprediksi pandemi covid-19 baru bisa terkendali pada September 2021.
"Maka prioritas belanja masyarakat adalah kesehatan, makanan minuman, dan kebutuhan primer lain. Sedangkan kendaraan bermotor bukan prioritas utama, masih dianggap kebutuhan tersier bahkan di kelas menengah," ungkapnya.
Masalah berikutnya, lanjut Bhima, adalah soal penurunan penerimaan negara dari pajak kendaraan bermotor. Ia menilai, rasio pajak terus mengalami penurunan dan negara saat ini sedang mengalami pelebaran defisit anggaran.
"Bagaimanapun juga penerimaan pajak dari kendaraan bermotor sangat penting untuk menambal pendapatan negara. Kalau penerimaan pajak turun maka defisit melebar konsekuensi ke potong anggaran yang esensial atau cari pinjaman utang baru," tuturnya.
Lebih lanjut, Bhima menyebut, adanya insentif ini tidak serta merta mendorong permintaan kredit kendaraan bermotor meskipun harga mobil mengalami penurunan. "Soal harga mobil turun juga belum tentu akan mendorong pinjaman kendaraan bermotor. Leasing kondisinya sedang menghadapi risiko kredit macet sehingga lebih selektif memilih calon debitur," urainya.
Ia menambahkan, kredit kendaraan bermotor secara bunga juga masih terbilang tinggi di atas 10 sampai 15 persen. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan juga akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit, terlebih bagi nasabah baru.
"Konteks kendaraan bermotor beda dengan KPR, karena barang bergerak maka leasing akan sangat hati -hati untuk salurkan pinjaman dan akibatnya bunga kredit maupun DP jadi mahal," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News