Membumikan Produk Lokal
Desi Angriani • 23 April 2022 14:32
Sayangnya, implementasi di 2021 tak begitu memuaskan. Sebab, dari target belanja produk lokal yang tersedia sekitar Rp400 triliun, realisasinya hanya berkisar Rp100 triliun. Hanung meyakini itu lebih disebabkan proses yang belum sempurna dan sistematis bukan karena produk dalam negeri kalah saing.
"Jadi sebetulnya produk dalam negeri ini tidak kalah saing. Kalaupun memang kualitasnya belum baik, ya diberikan kesempatan. Waktu di Bali, ada UMKM bisa menghasilkan simulator pesawat tempur, tank, antisadap, dan komunikasi antarmatra," katanya.
Impor cuma boleh 10%
Dalam pengadaan belanja barang dan jasa, impor hanya diperbolehkan maksimal 10 persen. Pasalnya, sudah ada 20 kelompok produk ber-TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) seperti peralatan kelistrikan, kesehatan, telekomunikasi, elektronika, dan berbagai peralatan lain yang dapat mendukung kerja pemerintah.
Presiden Joko widodo mencontohkan, banyak produk yang dapat diproduksi dalam negeri dan tidak perlu impor. Seperti CCTV, seragam dan sepatu TNI dan Polri, alat kesehatan dan tempat tidur rumah sakit, alsintan dan traktor pertanian, ATK, dan lainnya.
"Pensil, kertas saya cek, impor. Bolpoin. Ini apa ini kita? Kadang-kadang saya mikir, ini kita ngerti gak sih hal-hal seperti ini? Jangan-jangan kita ndak kerja detail sehingga nggak ngerti itu yang dibeli barang impor. Buku tulis impor, gimana? Jangan ini diteruskan, setop, sehingga melompat nanti kita semuanya beli produk dalam negeri, meloncat pertumbuhan ekonomi kita," tutur Jokowi dalam Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali.
Sayangnya, kementerian/lembaga masih kerap mengimpor barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri termasuk alat mesin pertanian, traktor hingga tempat tidur pasien. Padahal barang-barang tersebut bisa dipesan di Yogyakarta, Bekasi dan Tangerang.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hamdan Zoelva mendorong pemerintah untuk tidak mengimpor alat swab antigen dan alat tes PCR. Sebab, sudah banyak produsen alat kesehatan dalam negeri yang mampu memproduksi dengan kualitas yang lebih baik, harga yang lebih murah dan memiliki sertifikasi halal.
Dia mencontohkan harga alat swab antigen yang diproduksi PT Taishan Alkes Indonesia hanya dipatok Rp30 ribu. Sementara itu, harga yang ditetapkan pemerintah untuk alat swab antigen Rp55 ribu.
"Ini dari pabrik lokal dalam negeri seperti PT Taishan saja harganya lebih murah dibanding yang ditetapkan pemerintah. Malah saya yakin PT Taishan bisa tekan lagi harganya Rp25 ribu sampai Rp20 ribu. Bahkan alkes lokal ini sudah dapat sertifikat halal. Tapi kok yang banyak beredar justru alkes impor, yang harganya dua kali lipat. Saya tidak tahu lagi berapa itu untungnya dari alkes impor ini," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)