Ilustrasi. FOTO: MI/ANGGA YUNIAR
Ilustrasi. FOTO: MI/ANGGA YUNIAR

Resesi, Belum Tentu Kondisinya Sangat Buruk

Angga Bratadharma • 23 September 2020 10:18

Sementara itu, mengutip pandangan CORE Indonesia, kontraksi ekonomi akibat PSBB Jilid II bisa lebih dalam dari prediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bahkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai minus tiga persen.
 
Sedangkan untuk sepanjang tahun ini, CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung pada perkembangan penanganan pandemi covid-19. Jika berlanjut maka dampak terhadap pertumbuhan ekonomi bisa lebih buruk.
 
"Sebelum PSBB diperketat, saya sudah memperkirakan defisit kuartal III sekitar minus tiga persen. Setelah PSBB diperketat tentunya akan lebih dalam, bisa di kisaran minus tiga hingga minus 3,5 persen. Untuk setahun penuh bergantung kepada kebijakan PSBB seperti apa. Apakah akan diperpanjang hingga akhir tahun atau hanya dua minggu?" ucapnya.
 
Terkontraksi 2,9%

Menjelang kuartal III-2020 berakhir, pemerintah mulai memiliki pandangan jelas mengenai pertumbuhan ekonomi. Namun sayangnya, kabar positif yang dinanti-nantikan harus pupus lantaran Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkontraksi antara minus 2,9 persen sampai minus satu persen di kuartal III-2020.
 
Dengan merujuk pernyataan Menkeu, Indonesia akan masuk resesi setelah kontraksi ekonomi pada kuartal sebelumnya. Mengutip data Menkeu, hanya konsumsi pemerintah yang mampu tumbuh positif pada kuartal III ini. Sementara konsumsi rumah tangga yang punya peran terhadap ekonomi nasional masih tumbuh negatif.
 
"Pada konsumsi rumah tangga diperkirakan masih pada zona kontraksi yaitu minus tiga persen hingga minus 1,5 persen pada kuartal III ini," kata Ani.
 
Konsumsi rumah tangga diprediksi membaik dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, meski masih negatif. Secara keseluruhan tahun ini konsumsi rumah tangga diprediksi akan tumbuh negatif antara minus 2,1 persen sampai dengan minus satu persen.
 
Sementara konsumsi pemerintah diprediksi tumbuh antara 9,8 persen hingga 17 persen di kuartal III-2020. Adapun kenaikan konsumsi pemerintah karena adanya akselerasi yang luar biasa untuk belanja negara.
 
"Untuk keseluruhan tahun kita ada di positif 0,6 hingga 4,8 persen. Sehingga pemerintah sudah all out melalui kebijakan belanja atau ekspansi fiskalnya sebagai cara countercyclical," jelas dia.
 
Resesi, Belum Tentu Kondisinya Sangat Buruk
 
Untuk Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi diprediksi masih akan terkontraksi minus 8,5 persen hingga minus 6,6 persen di kuartal III dan minus 5,6 persen hingga minus 4,4 persen sepanjang 2020.
 
Selanjutnya ekspor minus 13,9 persen hingga 8,7 persen di kuartal III dan minus sembilan persen hingga minus 5,5 persen di 2020. Sedangkan impor minus 26,8 persen hingga minus 16 persen di kuartal III dan minus 17,2 persen hingga minus 11,7 persen di 2020.
 
"Oleh karena itu, neraca pembayaran terutama neraca perdagangan kita memang mengalami surplus tapi surplusnya ini akibat kontraksi impor yang jauh lebih dalam dibandingkan kontraksi ekspornya, sehingga belum menunjukkan pemulihan yang masih rapuh," ucapnya.
 
Tidak Buruk Meski Resesi
 
Meski pertumbuhan ekonomi belum mampu tumbuh positif dan cenderung menyandang status resesi, namun Menkeu meyakini kondisi Indonesia tidak begitu buruk. Pernyataannya dengan asumsi tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nol persen masih cukup tinggi baik dari sisi konsumsi, investasi, maupun ekspor.
 
 
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan