Seorang pria melintasi layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Seorang pria melintasi layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Berperan di Roda Perekonomian Indonesia

Angga Bratadharma • 28 September 2017 14:20
medcom.id, Jakarta: Perkembangan zaman terus berjalan dan melintas di berbagai macam lini kehidupan, dari teknologi informasi hingga sektor keuangan di Indonesia. Bahkan, di media sosial sempat beredar mengenai kondisi zaman dulu dan dibandingkan dengan zaman sekarang ini. Tidak ditampik terdapat perbedaan yang cukup signifikan.
 
Inovasi adalah kunci di hari ini, suka atau tidak suka. Inovasi itu yang akhirnya mendorong manusia untuk mengembangkan teknologi sehingga bisa memberikan kemudahan bagi kehidupan sehari-hari termasuk membantu mencapai tingkat kesejahteraan. Teknologi informasi, misalnya, sekarang ini bisa membuat siapa saja mencapai kemapanan finansial.
 
Apabila 10 tahun yang lalu perusahaan Yahoo adalah raksasa dunia internet maka fakta sekarang ini perusahaan tersebut sudah terlindas oleh Google. Jika 10 tahun yang lalu Nokia dengan sistem yang dimiliki adalah raja ponsel di seluruh dunia maka faktanya saat ini Nokia nyaris tinggal kenangan karena sudah dihantam oleh keberadaan Andorid dan semacamnya.
 
Baca: Dirut BEI Paparkan Kinerja Pasar Modal Indonesia di Euronext

Bila 10 tahun yang lalu gerai Matahari, Ramayana, Carrefour adalah rajanya dunia ritel maka fakta di hari ini banyak dari gerai mereka harus ditutup dan banyak dari masyarakat beralih ke Bukalapak, Tokopedia, Lazada, Shoope, dan lain-lain. Keberadaan online shop tidak ditampik mulai menjamur dan diminati masyarakat melalui telepon pintarnya.
 
Jika 10 tahun lalu dunia investasi hanya milik orang kaya maka fakta hari ini dengan Rp100 ribu seorang pengamen jalanan bisa membeli reksa dana saham. Bahkan, apabila 10 tahun yang lalu seseorang membuka toko kelontong harus menggunakan modal besar maka hari ini hanya bermodal smartphone dan seseorang bisa membuka grosir dengan menggunakan aplikasi.
 
Baca: BEI Pantau 16 AB yang Belum Gunakan Sistem Perdagangan Online
 
Perubahan-perubahan itu tidak ditampik terjadi suka atau tidak sekarang ini. Jika seseorang atau sebuah institusi, apalagi industri tidak terbuka pada perubahan zaman maka bukan tidak mungkin tinggal menghitung hari tergilas oleh perkembangan zaman. Perubahan dan inovasi akan terus terjadi sejalan dengan kebutuhan manusia.
 
Di sini, industri pasar modal, yang merupakan bagian dari industri jasa keuangan perlu menyikapi dengan baik perubahan tersebut. Apalagi, industri pasar modal di Tanah Air terus didorong agar bisa meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, termasuk memeratakan tingkat kesejahteraan di seluruh wilayah di Indonesia.
 

 
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengaku terus mengikuti perkembangan zaman tersebut. Sejumlah inovasi dilakukan secara kontinu termasuk menerapkan transaksi berbasis online di transaksi saham. Tidak hanya itu, BEI juga mendorong penjualan produk reksa dana saham melalui mekansime online. Kesemuanya itu diharapkan memaksimalkan pertumbuhan industri pasar modal di Tanah Air.
 
Bahkan, ia meyakini kinerja perekonomian Indonesia tetap positif serta industri pasar modal Indonesia bisa berkontribusi nyata guna mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan di APBN. Bahkan, dirinya terus menjaring calon investor untuk masuk ke pasar modal, baik investor asing maupun investor lokal.
 
Salah satu langkah terbaru memacu pasar modal adalah ketika Tito membuka perdagangan di Brussel Stock Exchange (Euronext) yang dilanjutkan seminar dengan tema 'Invest in Bountiful Indonesia'. Langkah itu dilakukan dengan tujuan ‎untuk mengenalkan potensi pasar modal Indonesia kepada para investor potensial
 
Berperan di Roda Perekonomian Indonesia
Direktur Utama BEI Tito Sulistio (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
 
"Selama 10 tahun terakhir jika imbal hasil investasi di bursa-bursa negara lain paling tinggi sebesar 129 persen maka imbal hasil investasi di BEI mencapai 193 persen," kata Tito, Kamis 28 September 2017.
 
Jika ditelisik, BEI memang terus bergerak untuk memaksimalkan pertumbuhan industri pasar modal. Misalnya, ketika BEI merespos dan memantau terus kejadian badai Harvey dan badai Irma, serta konflik yang dialami Korea Utara terkait perang nuklir dengan Amerika Serikat (AS).
 
Selain itu, ketika BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar acara ‎Stocklab Competittion di 26 kota di Indonesia. Langkah tersebut dilakukan guna meningkatkan literasi masyarakat dalam berinvestasi di saham. Peningkatan literasi masyarakat di saham menjadi penting mengingat instrumen investasi di saham masih minim.
 
Baca: Harga Saham BUMN Tambang Terpengaruh Dua Kebijakan Pemerintah
 
Di bawah nakhoda Tito Sulistio, rencana BEI mendorong maksimal laju pertumbuhan ekonomi memang bukan hisapan jempol semata. Salah satu hal lain yang dilakukan adalah BEI memiliki target yang besar hingga 2020. Tak tanggung-tanggung targetnya adalah pasar modal Indonesia bisa menjadi bursa terbesar di ASEAN.
 
"Kita berbicara 2020 maka target kita masih ingin terbesar di ASEAN. Market cap kita hanya kalah dengan Singapura, dan likuiditas kita saingan sama dengan Thailand. Dalam hal ini, sudah lebih besar sama dengan yang lain," kata Tito Sulistio.
 
Guna kesuksesan target itu, lanjutnya, BEI membidik lebih dari 30 perusahaan melakukan pelepasan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di pasar modal Indonesia. "Jumlah listed company akan bertambah lebih dari 30 di tahun ini. Bahkan, akan ada dari negara lain. Jika tren ini berjalan, kita yakin bisa tercapai target itu," jelas Tito.
 
Meski demikian, tambahnya, gejolak keuangan yang terjadi di pasar global sedikit banyak sangat memengaruhi kinerja pasar modal Indonesia bila dibandingkan dengan demo, teror maupun kejadian politik yang sempat terjadi. Untungnya, investor sudah terbiasa dengan kejadian dimaksud sehingga tidak berpengaruh besar bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia.
 
Baca: BEI Monitor Terus Kejadian Badai di AS dan Konflik Korut
 
"Kita juga terus menerus menambah likuiditas pasar dan tetap mengembangkan pasar agar pasar modal yang sedang berjalan meraih kinerja yang baik," uarnya.
 
Selain dari aspek industri pasar modal, Bank Indonesia (BI) menilai, terciptanya stabilitas makroekonomi perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkesinambungan. Untuk mewujudkan hal itu maka diperlukan dua kebijakan penting yang tentunya diharapkan bisa terlaksana secara maksimal di masa mendatang.
 
Kebijakan yang pertama, Gubernur BI Agus DW Martowardojo menyebut, terkait dengan pemenuhan berbagai faktor pendukung bagi pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, khususnya percepatan pembangunan infrastruktur baik secara fisik maupun secara lunak.
 
Berperan di Roda Perekonomian Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
 
Kebijakan kedua, lanjut Agus, pengembangan sektor-sektor ekonomi potensial yang berdaya saing tinggi dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, informasi digital, dan e-commerce. Tentunya kombinasi kebijakan tersebut harus disertai dukungan partisipasi swasta secara aktif.
 
Baca: IPO, Emdeki Utama Resmi Lempar 307,25 Juta Saham ke Publik
 
"Hal itu diyakini dapat mengatasi berbagai permasalahan dalam perekonomian Indonesia seperti kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan sosial, serta ekonomi," ujar Agus Martowardojo.
 
Sementara itu, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat jumlah investor lewat ‎Single Investor Identification (SID) sebesar 1,042 juta hingga akhir Agustus 2017. Adapun angka itu mengalami peningkatan sebanyak 33 persen dibandingkan dengan Agustus 2016 yang sebesar 782.511.
 

 
"‎Dari jumlah tersebut, sebanyak 563.729 investor memiliki produksi investasi yang tercatat di layanan Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu (S-Invest),"‎ tutur Direktur KSEI Syafruddin, beberapa waktu yang lalu.
 
Sejak penerapan S-Invest, kata Syafruddin, industri reksa dana di Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang cukup positif. Berdasarkan data KEI, jumlah dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) menjadi Rp399,52 triliun di Agustus 2017, atau meningkat 21,55 persen dari posisi Rp328,68 triliun di Juli 2017.
 
Baca: BEI: 25 AB Masih Rugi di Kuartal II-2017
 
"Produk yang tercatat di S-Invest juga meningkat sebanyak 44 persen, dari 1.472 produk di Agustus 2016 menjadi 2.119 produk per Agustus 2017," kata Syafruddin.
 
Direktur Pengelolaan Investasi OJK Sujanto menambahkan, industri pengelolaan investasi terus mengalami pertumbuhan. Jumlah aktiva bersih reksa dana telah mencapai Rp406 triliun. Apabila dijumlahkan dengan investasi dana kelolaan maka jumlahnya bisa mencapai Rp622 triliun.
 
"Dan akan terus tumbuh. Untuk menjawab tantangan itu, perlu sinergi dari regulator, pelaku pasar, dan stakeholders untuk kepentingan para investor," ujar Sujanto. Akhir Juli 2017 lalu, jumlah investor lewat SID menjadi 1,025 juta atau naik dibandingkan dengan posisi 894.116 SID di akhir 2016.
 
Dari jumlah investor tersebut, masih berpusat di Jawa sebesar 77,15 persen. dengan melihat segi demografi, profil investor yang tercatat berdasarkan data KSEI per 31 Juli 2017 sebagian besar merupakan investor berusia 21 hingga 30 tahun dan investor berusia 31 sampai 40 tahun, yang masing-masing sebesar 25 persen.
 
Baca: Resmi IPO, Saham Emdeki Utama Sempat Melesat ke Rp610/Saham
 
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,4 persen. Sedangkan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN Perubahan 2017 yang dipatok 5,2 persen diturunkan menjadi sebesar 5,17 persen atau turun 0,3 persen.
 
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,01 persen di kuartal II-2017. Perolehan pertumbuhan ini sama persis dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2017. Namun, jika di lihat secara year on year (yoy) mengalami pelemahan karena kuartal II-2016 mencapai 5,18 persen.
 
Sedangkan secara kumulatif maka pertumbuhan ekonomi semester I-2017 mencapai sebesar 5,01 persen. BPS mengakui capaian tersebut masih jauh dari ekspektasi pemerintah. Tentu diharapkan di masa mendatang pertumbuhan tersebut bisa lebih baik.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan