Lain nasib PSM, lain pula nasib klub-klub yang awalnya didapuk sebagai favorit juara musim ini. Seperti Persib Bandung, Persipura Jayapura, atau pun Persija Jakarta. Ketiga klub tersebut masih kesulitan untuk menembus papan atas demi bisa bersaing dengan PSM.
Keadaan tersebut menuntut manajemen untuk bertindak cepat dalam mengambil keputusan tentang nasib klub. Terutama dari sisi pelatih yang dianggap bertanggung jawab dengan performa para pemainnya.
Contohnya bisa diambil dari apa yang dilakukan Persipura Jayapura. Klub berjuluk Mutiara Hitam itu sudah lebih awal memecat pelatih Angel Alfredo Vera. Bahkan keputusan itu dilayangkan ketika Boaz Solossa dan kolega baru memainkan dua laga di kompetisi Liga 1 Indonesia 2017.Klik di sini: Peter Bosz, Pelatih Baru Borussia Dortmund
Sepuluh hari berselang ada Bali United yang mendepak Hans Peter Schaller dari jabatan pelatih. Mantan asisten pelatih Alfred Riedl tersebut dianggap gagal mengangkat performa Irfan Bachdim dan kawan-kawan.
Posisinya digantikan oleh Widodo C Putra. Hasilnya cukup lumayan, klub berjuluk Serdadu Tridatu itu mampu bertengger di posisi keempat dengan hanya tertinggal empat poin dari PSM.
Beda lagi dengan Persiba Balikpapan. Klub yang beberapa laga menjadikan stadion Gajayana Malang sebagai markas mereka, sempat mengganti pelatih pada dua laga awal Liga 1 bergulir.
Timo Schneunemann yang melatih Persiba Balikpapan menyatakan mundur dari juru taktik Beruang Madu. Perannya digantikan oleh Milomir Seslija.
Namun kehadiran mantan pelatih Arema Cronus tersebut tak memberikan dampak positif bagi klub yang didirikan pada 1950 itu. Pasalnya hingga memainkan laga kesembilan, Persiba hanya mendekam sebagai juru kunci lantaran baru mengoleksi empat angka.
Kini nasib para pelatih di atas bisa saja dialami Djajang Nurjaman di kubu Persib. Pasalnya hingga saat ini, Maung Bandung belum menunjukkan performa apik.Klik di sini: Umuh Siap Melepas Jabatan jika Diminta
Sempat memuncaki klasemen pada pekan-pekan awal, kini Atep dan kawan-kawan harus terlempar ke posisi 11 lantaran baru mengumpulkan 13 poin.
Parahnya lagi mereka menelan kekalahan beruntun di dua pertandingan terakhirnya. Terkini, mereka dikalahkan Bhayangkara FC 2-0 di Stadion Patriot Chandrabhaga, Bekasi akhir pekan lalu.
Dampaknya di stadion itu pula, para oknum suporter Persib mengamuk, seakan tak rela melihat performa klub kesayangan mereka harus menelan kekalahan dalam dua laga terakhir. Apalagi Persib saat ini diperkuat marquee player yang merupakan mantan pemain Chelsea, Real Madrid dan AC Milan, Michael Essien.
Buntutnya, posisi pelatih Djajang Nurdjaman disinyalir tak aman. Sadar akan hal itu, dalam konferensi pers, juru taktik yang biasa disapa Djanur ini pun mengaku siap mundur andai manajemen klub menginginkannya.
Keinginan Djanur untuk mundur tak lepas dari peran keluarga yang tak tega melihat sang ayah menerima cacian dari para Bobotoh. Ia telah mengundurkan diri, meski saat ini manajemen Persib belum mengambil sikap.
Tiada Djadjang, Herrie Setyawan Pimpin Latihan https://t.co/OQejRK0sXa
— PERSIB (@persib) June 6, 2017
Kondisi tersebut mencerminkan kalau segalanya sudah lumrah terjadi di Indonesia. Memecat pelatih atau pelatih yang mengundurkan diri karena tidak tahan dengan tekanan suporter bukan hal baru.
Bisa dipastikan bahwa sepak bola Indonesia masih membutuhkan sesuatu dengan instan. Ingin cepat-cepat meraih hasil positif walau kompetisi bergulir belum separuh musim.
Jelas kondisi tersebut jauh berbeda dari apa yang terjadi pada sepak bola luar negeri. Contoh kasus dengan sepak bola di Eropa. Di mana semua hal untuk mencapai kesuksesan selalu membutuhkan proses.
Bisa ditarik lebih dalam dengan apa yang dialami Arsenal. The Gunners begitu setia dengan Arsene Wenger meski dalam beberapa musim belakangan ini selalu menjalani hasil yang membuat pendukung mereka cemberut.
Fakta terkini, Wenger untuk pertama kalinya tak bisa membawa Arsenal lolos ke Liga Champions dalam dua dekade terakhir. Wenger juga konsisten selalu gagal memberikan Arsenal gelar juara Liga Primer Inggris. Gelar yang selalu dirindukan para fan sejak terakhir kali Meriam London mengangkat trofi pada musim 2003--2004.
Beberapa isu pemecatan sempat menggelayuti Wenger. Namun manajemen klub enggan mewujudkan rumor itu untuk menjadi nyata. Dengan sabar, akhirnya Arsenal menutup musim 2016--2017 dengan menjuarai Piala FA. Dampaknya, pelatih asal Prancis itu malah diganjar perpanjangan kontrak selama dua musim oleh manajemen klub.
Bisa diambil pelajaran, kalau faktor kesabaran menjadi hal penting dalam meraih prestasi. Bukan dalam waktu instan, yang ujung-ujungnya justru membuat klub tampil inkonsisten.Klik di sini: Arsene Wenger Tetap Dipertahankan Arsenal
Terlepas dari alibi masing-masing klub atau kelompok suporter yang selalu mengagung-agungkan hasil daripada proses, sudah sepatutnya mereka juga mempertimbangkan faktor kemanusiaan sebelum menghakimi seorang pelatih.
Dalam kasus Djanur, suporter tidak boleh melupakan fakta bahwa pelatih berusia 52 tahun itulah yang menghadirkan euforia saat Persib mengakhiri penantian panjang --selama 19 tahun-- untuk meraih gelar juara Liga Indonesia.
Jelang Laga Ujicoba Argentina vs Brasil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ACF)