medcom.id: Hidup bagai roda pedati. Kadang berada di atas dan ada waktu pula seseorang merasakan getirnya berada di titik terbawah. Uniknya, pepatah itu merepresentasikan perjalanan Liverpool dalam satu tahun terakhir. Tengok catatan mereka jelang Boxing Day 2013. Tottenham Hotspur digebuk dengan skor 5-0 pada pekan ke-16. Sepekan berselang, Cardiff City dijungkalkan dengan skor 3-1.
Akan tetapi, situasi berubah 180 derajat satu tahun kemudian. The Reds tak lagi superior saat kompetisi memasuki Boxing Day 2014. Buktinya, Liverpool hanya bisa menahan imbang Sunderland dengan skor 0-0 pada pekan ke-15, 6 Desember 2014 dan kalah 0-3 dari seteru, Manchester United. Total, skuad asuhan Brendan Rodgers tersebut telah menelan tujuh kekalahan dari 16 laga dan terdampar di peringkat ke-10 klasemen Premier League 2014-15.
Rentetan hasil buruk itu bermuara pada Rodgers. Dia sosok yang layak menjadi kambing hitam atas performa minor The Reds. Sebagai manajer, Rodgers terlalu naif dalam memilih susunan pemain dan taktik. Seolah, dia terlalu mendewakan taktik pass and move yang sukses membawa Steven Gerrard dkk menjadi runner-up Premier League 2013-14.
Strategi itu memang berjalan baik untuk Liverpool pada musim lalu. Namun Rodgers mungkin lupa, kala itu The Reds memiliki striker seperti Luis Suarez. Sebagai striker yang bertipe poacher, Suarez sangat pas menjadi penyelesai akhir dari gaya pass and move yang dikembangkan sang manajer.
Terlalu takut mengeksplorasi kemampuan seluruh skuad menjadi kesalahan Rodgers berikutnya. Parameter bisa dilihat soal putusan memainkan Brad Jones. Kiper asal Australia itu baru diturunkan pada pekan ke-16. Padahal, Rodgers harusnya coba bereksperimen dengan memainkan Jones lebih dini guna menggantikan posisi Simon Mignolet yang tampil angin-anginan sejak awal musim.
Selain Jones, Rodgers juga seakan menutup mata atas kemampuan Lucas Leiva. Agresivitasnya memang kalah dari para gelandang The Reds seperti Joe Allen, Jordan Henderson, dan Adam Lallana. Meski begitu, Lucas tetap gelandang bertahan yang tangguh. Ketidakmampuan dia berlari secara cepat tertutupi oleh kecakapannya dalam membaca arah permainan dan mematahkan serangan lawan. Buktinya gelandang asal Brasil itu mampu mencatat 3,7 tackle dan 2,5 intercept per partai. Torehan terbaik di antara pemain The Reds lainnya.
Rodgers belum terlambat untuk memperbaiki diri. Lagi pula, ada jawaban atas masalah yang sedang dia hadapi. Cara pertama adalah mengubah gaya main dan menyesuaikan dengan karateristik Mario Balotelli. Jika hal tetap teguh dengan taktik pass and move, Rodgers harus merealisasikan rencana transfer Wilfred Bony dari Swansea City.
Bony memang tak sehebat Suarez. Tapi striker asal Pantai Gading itu cocok dengan gaya main Eropa daratan. Selama memainkan taktik itu di Swansea City, Bony sudah mencetak 20 gol sepanjang kalender 2014. Lebih banyak dua gol dari penggawa Manchester City, Sergio Aguero. "Saya harap Liverpool membeli Bony. Dia pemain hebat dan layak dibeli dengan banderol 20-25 juta pounds," kata legenda Liverpool, Jamie Carragher.
Putusan ada di tangan Rodgers. Jika terlalu memaksakan ego, eks manajer Swansea City itu bisa berakhir dengan surat pemecatan serta makin menenggelamkan The Reds di Premier League 2014-15.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(HIL)