\ Piala Presiden, Oase dan Semangat Sumpah Pemuda
Ilustrasi (Wordpress.com)
Ilustrasi (Wordpress.com)

Piala Presiden, Oase dan Semangat Sumpah Pemuda

Bola sepak bola piala presiden 2017
Rizki Yanuardi • 21 Oktober 2015 20:54
Perhelatan Turnamen Piala Presiden 2015 baru saja usai dengan menampilkan Persib Bandung sebagai jawara setelah di final menundukkan Sriwijaya FC di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) dengan skor meyakinkan 2-0.
 
Turnamen berdurasi hampir tiga bulan tersebut terbilang sukses. Hampir semua laga, mulai babak penyisihan, babak-8 besar, semifinal dan partai final berjalan seru dan selalu penuh oleh penonton. Meski sedikit tercoreng dengan ulah Persebaya (Bonek FC) yang walkout saat laga melawan Sriwijaya FC di babak-8 besar, turnamen yang disiarkan salah satu televisi nasional itu sukses tanpa kendala, hingga partai puncak.
 
Kemampuan Mahaka Sports and Entertaiment selaku promotor Piala Presiden juga patut diapresiasi. Saat menentukan laga final digelar di Jakarta, Minggu 18 Oktober, meski ada sedikit insiden sweeping, pihak promotor bisa mementaskan laga final Persib Bandung kontra Sriwijaya FC hingga tuntas.
  Berkat koordinasi yang dilakukan promotor dan pihak kepolisian dibantu personel TNI, ketakutan menggelar final di Jakarta karena pendukung Persib, Viking, yang hubungannya kurang harmonis dengan pendukung Persija Jakarta, The Jakmania, laga final berjalan mulus. Gesekan kedua suporter yang diduga bakalan muncul saat laga final, dengan sigap bisa diantisipasi aparat keamanan.
 
Sebagai tim juara, Persib Bandung tentu saja kebanjiran hadiah uang. Promotor menyediakan hadiah juara 1 Piala Presiden sebesar Rp3 miliar. Persib juga sudah meraup duit Rp1,3 miliar yang diperoleh dari match fee Rp500 juta, fee tuan rumah pada fase grup Rp350 juta, lolos delapan besar Rp250 juta, dan ketika lolos semifinal Rp250 juta. Belum lagi janji bonus dari Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) sebesar Rp2 miliar dan tambahan lagi promotor dari rating siaran televisi. Diperkirakan, Persib mendapat uang lebih dari Rp6,3 miliar.
 
Buat pelaku di cabang sepak bola, terutama buat para pemain dan pelatih, hadiah uang yang didapat dari penampilan di ajang Piala Presiden 2015, ibarat oase di tengah gurun pasir. Pasalnya sejak kompetisi Liga Indonesia (QNB League) dihentikan, akibat dampak kisruhnya PSSI dan Kemenpora, banyak pelaku di cabang sepak bola nasibnya terkatung-katung karena penghasilannya otomatis terhenti.
 
Karena tidak ada kompetisi reguler resmi, sejumlah pemain yang bermain di Piala Presiden bahkan sudah ancang-ancang dipakai jasanya di sejumlah turnamen di daerah. Contohnya, tidak lama lagi akan digelar turnamen sepak bola bertajuk Habibie Cup di Parepare, Sulawesi Selatan. Seperti kompetisi 'tarikan antar kampung' atau Tarkam, sejumlah pemain ternama kabarnya akan memperkuat sejumlah klub peserta turnamen. Artinya, pemain juga ingin dapurnya tetap ngebul di saat kompetisi tidak ada.
 
Tentu saja penulis tidak ingin terjebak di tengah-tengah kisruh sepak bola nasional. Hanya saja, janji semua pihak untuk memperbaiki persepak bolaan nasional harus segera direalisasikan. Apalagi absennya penampilan Timnas di ajang internasional akibat sanksi federasi sepak bola dunia atau FIFA, hanya membuat semangat persatuan akan terkikis.
 
Memang Kemenpora kabarnya langsung menggagas beberapa turnamen lagi. Salah satunya adalah Turnamen Piala Penglima TNI yang kabarnya bergulir November mendatang. Namun, turnamen sepak bola yang akan digelar itu, belum bisa menggantikan kompetisi reguler yang digelar setiap tahunnya. Lazimnya, kompetisi reguler adalah cikal bakal dibentuknya sebuah kesebelasan tim nasional yang kuat.
 
Hanya saja, carut marutnya persepak bolaan nasional memang bukan isapan jempol belaka. Sering kita dengar saat kompetisi berlangsung sejumlah pemain belum dibayar gajinya. Bahkan, di kompetisi terakhir, hadiah uang pun harus ditagih klub juara dulu kepada pihak penyelenggara. Artinya, tata kelola keuangan dan manajemen klub-klub sepak bola di Tanah Air memang harus dibenahi. Baru sejumlah klub saja yang menerapkan manajemen baru dan profesional, salah satunya adalah Persib Bandung, yang ternyata sukses juara kompetisi dan Piala Presiden.
 
Seusai Piala Presiden, Presiden RI Joko Widodo bahkan harus perlu meminta semua klub peserta melakukan audit keuangan.Banyak ahli mengatakan, membenahi kompetisi sepak bola itu memang harus bertahap dan diurut dari hal terkecil, mulai dari kontrak pemain dan gaji pemain.
 
Penulis menganggap, momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 87 yang akan diperingati 28 Oktober mendatang, seyogyanya bisa menjadi semangat bagi semua pihak untuk memperbaiki sepak bola nasional. Selain mengembalikan rasa persatuan, seharusnya tidak ada lagi istilah sepak bola itu milik A, B, atau C. Sepak bola adalah milik bangsa Indonesia, yang tentunya harus dikelola dengan baik. Seperti saat Sumpah Pemuda dulu, tidak ada lagi Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatra dan sebagainya, berjuang sendiri-sendiri. Mereka berjuang dan bersatu sebagai bangsa Indonesia.
 
Harapannya, tim nasional sepak bola yang nantinya terbentuk dari sebuah kompetisi reguler, bisa berbicara banyak di ajang internasional. Sebetulnya event tersebut sudah ada di depan mata. Ya, Komite Olimpiade Asia yang akan menggelar pesta olah raga negara-negara Asia atau Asian Games 2018, sudah menunjuk Indonesia sebagai tuan rumahnya. Untuk timnas sepak bola ada sebuah harapan, semoga saja.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RIZ)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif