Beragam kehebatan itu membuat Jose Mourinho berani meminta manajemen Chelsea untuk menggelontorkan uang hingga 24,5 juta Poundsterling (Rp397 miliar) guna memboyong Essien pada 2005. Harga yang terbilang mahal untuk membeli pemain berposisi midfielder.
Bertahun-tahun Essien menjadi pemain kesayangan Mourinho saat membesut The Blues. Cara bermainnya yang tak kenal kompromi membuat Essien selalu berada di starting XI Chelsea.
Agresivitas Essien membuat lini tengah Chelsea sangat bertenaga kala itu. Berkat sumbangsihnya, Chelsea sukses menjadi juara Liga Primer Inggris 2005--2006 dan 2009-2010. Bahkan, saking percaya kepada kemampuan sang pemain, Mourinho memutuskan bereuni dengan Essien di Real Madrid pada 2012.
(Trofi dan penghargaan individu yang pernah didapat Essien)

Mirisnya, gaya bermain agresif pula yang membuat karier Essien meredup. Perlahan-lahan, kaki dan lutut Essien mulai tak kuasa menahan tekanan usai berduel dengan lawan.
Musim 2008--2009 mengawali kisah pahit Essien di atas lapangan. Cedera ligamen membuat pesepak bola asal Ghana itu absen lima bulan pada musim tersebut. Setahun kemudian, Essien kembali terkapar akibat cedera lutut. Tak tanggung-tanggung, cedera itu membuatnya berada di ruang perawatan selama setengan musim.
(Rapor Essien selama bermain di klub Eropa)

Essien tak pernah kembali ke bentuk performa terbaik sejak itu. Saat berusaha kembali ke tim inti, cedera lututnya kambuh sebelum tirai kompetisi musim 2011--2012 dibuka. Sebanyak 184 hari ia habiskan bersama dengan fisioterapi.
Sebelum didepak Chelsea, Essien sempat mencicipi kompetisi La Liga Spanyol bersama Madrid. Tepatnya pada 2012--2013. Semusim kemudian, Essien memilih AC Milan sebagai pelabuhan baru.
Cedera seolah tak mau jauh-jauh dari Essien kala itu. Pada awal musim 2014--2015, Essien absen selama 30 hari. Beberapa cedera minor lain juga pernah menghambatnya beraksi bersama I Rossoneri. Alhasil, ia cuma bisa memperkuat Milan dalam 20 kesempatan. Itupun kebanyakan sebagai pemain pengganti.
Essien seolah sadar mulai tak bisa mengimbangi kecepatan pemain muda di kompetisi elite Eropa. Alhasil, ia memilih untuk turun kasta guna bermain di Liga Yunani bersama Panathinaikos pada 2015--2016.
Untuk tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Alih-alih bersinar, Essien justru kembali dihantam cedera parah di Yunani. Sebuah nasib sial yang membuat Pemain Terbaik Afrika 2006 itu cuma bermain 12 pertandingan pada 2015--2016.
Panathinaikos murka melihat asetnya yang digadang-gadang sebagai pemain dengan gaji tahunan tertinggi di klub tidak memberikan kontribusi maksimal. Awalnya, Panathinaikos berencana memutus kontrak Essien. Namun, sang pemin menolak. Polemik ini sampai memaksa Federasi Sepak Bola Yunani ikut turun tangan.
Essien pernah menjadi salah satu gelandang hebat di persepakbolaan Eropa. Namun, cerita beberapa musim terakhir membuat prestasinya tercoreng.
Kini, ia sedang mencoba mencoba peruntungan di Indonesia. Tepatnya bersama Persib Bandung. Mungkin, Persib menjadi wadah yang tepat bagi Essien untuk melupakan kisah buruk beberapa tahun lalu. Hanya ada satu cara untuk melakukannya, yakni membawa klub juara Liga 1 2017 serta sejumlah kompetisi lain di kancah Asia yang mungkin diikuti Persib Bandung.Welcome Michael Essien di Persib Bandung #PERSI84NDUNG pic.twitter.com/k2Ts957793
— vikingpersib.co.id (@vikingpersib_93) March 14, 2017
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(HIL)