medcom.id, Jakarta: Badan Rerserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Proyek Payment Gateway pembuatan paspor. Perubahan status Denny dari saksi menjadi tersangka dalam kasus ini ditetapkan para penyidik setelah melakukan gelar perkara yang dilakukan pada pertengahan Maret 2015.
Kepala Bareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Budi Waseso, menyatakan penetapan Denny sebagai tersangka memiliki landasan hukum yang kuat. Apalagi, penetapan yang dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri telah memenuhi dua alat bukti. Kedua alat bukti yang telah didapatkan oleh Bareskrim Mabes Polri antara lain Hasil Audit BPK terkait kinerja atas efektivitas layanan paspor pada Ditjen Imigrasi Kemenkumham tahun 2014.
"Selain itu, alat bukti juga didapatkan dari keterangan saksi dan saksi ahli yang diperiksa Bareskrim," kata Budi kepada Metrotvnews, Senin (6/4/2015).
Penyidik Bareskrim Polri pun bakal menyasar seluruh pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi Payment Gateway pembuatan paspor di Ditjen Imigrasi, Kemenkumham. Sebab, kasus ini diduga tak hanya melibatkan Denny Indrayana, selaku mantan Wakil Menkumham.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Charliyan menyebut, akan ada tersangka lain yang dibidik Polri, termasuk vendor proyek. "Pihak vendor pasti dipanggil satu-satu. Denny tidak sendiri, tapi berjamaah," ujar Anton di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (1/4/2015).
Anton pun menuturkan bahwa polisi masih terus mengembangkan kasus ini. Menurut dia, sebelum adanya proyek Payment Gateway yang digagas Denny, sudah ada layanan pembuatan paspor secara online seperti Simponi.
Brigjen Anton menilai, sistem Simponi ini lebih memudahkan, karena pembuatannya secara elektronik dan bisa dilakukan di seluruh Indonesia, serta sistem pembayarannya dilakukan langsung ke negara. "Ini lebih simpel dibandingkan Payment Gateway," kata Anton.
Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan telah memiliki program e-payment berupa layanan Sistem Informasi PNBP Online (Simponi) yang gratis alias tidak berbayar. Kelebihan lain Simponi milik Kementerian Keuangan adalah uang setoran PNBP langsung masuk ke kas negara, sistemnya sederhana dan bisa dibayarkan melalui e-banking, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan Electronic Data Capture (EDC). Dengan demikian, seharusnya kementerian maupun lembaga teknis pemerintah dapat menggunakan aplikasi Simponi tersebut, tanpa perlu mengembangkan sistem penerimaan sendiri.
Karena itu, upaya Denny yang terkesan ngotot menghadirkan sistem Payment Gateway di Kemenkumham menimbulkan kecurigaan. Apalagi, dalam penerapan Payment Gateway pemohon dikenakan biaya tambahan sebesar Rp5.000 yang tidak langsung masuk ke kas negara. Padahal Peraturan Menteri Keuangan melarang adanya pungutan tambahan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kejanggalan dari proyek Payment Gateway setelah melakukan audit pada Ditjen Imigrasi Kemenkumham tahun anggaran 2014. Pemeriksaan difokuskan kepada kinerja pelayanan paspor di Ditjen Imigrasi dan PNBP.
Anggota I BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan penerapan Payment Gateway di lingkungan Kemenkumham telah menabrak peraturan perundangan, dalam hal ini melangkahi kewenangan Menteri Keuangan selaku pejabat negara yang memiliki kekuasaan pengelolaan fiskal.
"Konsep kerugian negara itu ada uang keluar atau masuk yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ini (Payment Gateway) kan di-launching bulan Juli 2014. Padahal bulan Februari 2014 itu pemerintah sudah meluncurkan Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G-2 atau Simponi). Konsepnya sama persis, tapi gratis," kata Agung kepada medcom.id, Kamis (2/4/2015).
Maka, ia melanjutkan, implementasi Payment Gateway ini telah merugikan orang. "Karena seharusnya gratis, tiba-tiba bayar," kata Agung.
BPK mengungkapkan bahwa selama beroperasi sejak peluncuran hingga penghentian layanan Payment Gateway, biaya transaksi yang telah dipungut berdasarkan data yang diperoleh dua kedua vendor nilainya telah mencapai Rp605 juta dari 114 ribu pemohon.
Seperti diketahui, Bareskrim Polri resmi menetapkan Denny sebagai tersangka, setelah melakukan dua kali pemeriksaan terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu sebagai saksi. Denny dijerat kasus setelah dilaporkan Andi Syamsul Bahri pada 10 Februari 2015 ke Bareskrim Polri mengenai dugaan terlibat kasus korupsi Payment Gateway saat masih menjabat sebagai Wamenkumham.
Denny dibidik dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 23 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Denny yang dikenal sebagai aktivis antikorupsi itu pun menyampaikan kepada publik bahwa ia tak akan lari dari proses hukum yang menjeratnya. Setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama kurang lebih delapan jam pada Kamis 2 April lalu, Denny menyatakan telah memberikan penjelasan kepada para penyidik bahwa ikhtiarnya dalam penerapan Payment Gateway sebenarnya merupakan suatu inovasi untuk memperbaiki pelayanan publik dalam proses pembuatan paspor. "Ini agar pembuatan paspor, terutama pembayarannya, bisa lebih mudah, lebih cepat, lebih murah, tanpa pungli, dan tanpa calo," kata Denny.
Setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Payment Gateway, Denny mengharapkan dukungan publik atas kasus yang kini sedang menimpanya. Denny menyebut bahwa kasus ini adalah konsekuensi dari perjuangan melawan korupsi.
"Mohon doanya saja agar proses hukum ini berjalan fair, dan keadilan betul-betul hadir, saya yakin Allah SWT akan menurunkan hidayahnya, amin," ujar Denny melalui akun Twitter @dennyindrayana, Rabu (25/3/2015).
Melalui akun Twitter itu pula, Denny menjelaskan bahwa ia telah mendapat dukungan dari keluarga dalam menghadapi proses hukum ini. "Keluarga kami juga sudah mengerti konsekuensi perjuangan ini. Bismillah kami jalani dengan sabar dan tegar," kicaunya.
Ia pun menjelaskan bahwa Payment Gateway atau pembayaran paspor secara elektronik diberlakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Terutama untuk menghilangkan praktek calo dan pungli. Untuk itu, Denny meminta bantuan masyarakat yang sudah merasakan manfaatnya.
"Bagi kami, cukuplah jika masyarakat merasakan ikhtiar perbaikan pembuatan paspor itu, karena memang itulah niat kami, melayani publik lebih baik. Akhirnya kepada Allah jualah kami berserah diri. Bismillah, haram menyerah. Keep on fighting for the better Indonesia!," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News