medcom.id, Jakarta: Masalah kelebihan penghuni penjara menjadi sorotan. Lembaga Pemasyarakatan (lapas) yang seharusnya mampu secara maksimal membina narapidana agar siap kembali ke masyarakat, dipertanyakan tingkat keberhasilannya. Terang saja, jumlah petugas dan warga binaan tidak lagi seimbang.
Tidak hanya soal hasil akhir pembinaan, pengawasan dan pengamanan lapas pun jadi pertanyaan. Cawe-cawe antara petugas dan narapidana sering ditemukan.
Memasukkan barang dilarang seperti ponsel, laptop, komputer hingga sound system berharga puluhan juta rupiah ke dalam sel bukan hal mustahil. Bahkan, bandar narkoba tetap mampu mengendalikan bisnisnya dari balik jeruji.
Parahnya tata kelola lapas ini pun sering dikaitkan dengan kondisi lapas Indonesia yang penghuninya melebihi daya tampungnya (overcapacity). Memang dengan melihat data yang ada saja, cukup dapat terbayang peliknya masalah lapas.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham menyatakan jumlah tahanan dan narapidana Indonesia saat ini mencapai 188.251 jiwa. Sementara itu, kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) di 33 provinsi hanya 119.269 orang.
Kelebihan kapasitas bagi lembaga pembinaan bagi narapidana ini mencapai angka 58 persen. Bahkan di beberapa lapas melebihi angka 150 persen.
Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur adalah salah satunya. Di atas kertas, Lapas Cipinang dibuat untuk menampung 1084 narapidana di tiga blok yang tersedia. Namun kenyataannya kini ada 2959 warga binaan yang tinggal di lapas tersebut.
Walaupun tidak separah kondisi di Rutan Salemba, Jakarta Pusat yang narapidananya harus tidur di lorong-lorong, Lapas Cipinang kondisinya cukup mengkhawatirkan.
Kepala LP Kelas I Cipinang Edi Kurniadi bercerita seputar masalah kelebihan kapasitas kepada medcom.id pada Kamis (28/4/2015) lalu. Selain itu Edi juga mengungkap beberapa persoalan terkait main mata petugas dan narapidana.
Berikut adalah petikan wawancara medcom.id dengan Edi Kurniadi.
Lapas di Indonesia sudah banyak yang kelebihan kapasitas, bagaimana di LP Cipinang?
Kondisi kami itu sebenarnya memang overcapacity. Aslinya, kapasitas di sini itu 1.084 orang, sedangkan sekarang itu jumlah penghuni di Cipinang itu mencapai 2.900 orang. Tinggal hitung saja. Sudah lebih dari 100 persen.
Bagaimana penanganan warga binaan dengan kondisi populasi penjara yang amat padat begini?
Ini soal memberikan tampat hunian bagi warga lapas. Saat ini memang, kamar yang kapasitasnya tujuh orang kami isi sampai 15 orang. Ada juga aula yang seharusnya untuk kegiatan kami jadikan tempat hunian. Jadi, tiap blok itu sebenarnya kami siapkan aula untuk pusat kegiatan, mulai dari olahraga sampai keterampilan dan kegiatan agama. Tapi mau tidak mau kami gunakan jadi hunian. Ada tiga blok, yang disesuaikan kapasitas.
Bagaimana penghuni beraktivitas?
Penghuni tetap beraktivitas. Untuk pembinaan mental, kesehatan, keterampilan, tetap kami jalankan. Tapi memang akhirnya terbatas. Misalnya, yang tadinya bisa untuk main basket, sekarang cuma bisa untuk main tenis meja. Kira-kira seperti itu. Untuk tempat ibadah, ya kita buatlah bergantian.
Penghuni lapas dulu memliki angka kematian yang cukup tinggi. Bagaimana sekarang?
Sepanjang saya menjabat, belum ada dan jangan sampai. Memang secara keseluruhan, angka kematian itu dulu cukup tinggi karena penyakit dan sanitasi. Tapi itu sebenarnya bisa menjadi indikator dari program kesehatan, kebersihan, dan hal lain yang mulai bagus. Memang dulu angka kematian itu kan luar biasa. Namun memang kini sudah jauh menurun. Itu karena sanitasi, makanan, dan perawatan kesehatan. Sekarang sudah ada klinik-klinik di lapas, kemudian sudah ada rumah sakit pengayom dan sangat membantu.
Apakah penghuni lapas dijaga dan diperiksa kesehatannya secara berkala?
Sekarang ini juga sudah dokter dan perawat di lapas, perawatan juga ada. Kalau ada narapidana yang memiliki penyakit kronis, memang ada program pengawasan dan pengobatan yang berkelanjutan. Nah, kalau misalnya ada yang sakit, ada klinik. Kalau semisalnya tidak bisa ditangani di klinik dibawa ke RS Pengayom. Kalau semisalnya ada penyakit tertentu sehingga harus dibawa ke RS lain, tetap kita berikan. Karena hak-hak ini harus dijaga.
Memang, setelah saya mencoba di seluruh Lapas di Ibu Kota dan Lapas Sukamiskin juga, perubahannya sangat tajam. Memang dulu kondisi yang paling parah itu di Salemba. Walaupun memang staf kesehatan itu sendiri belum memadai.
Memang berapa banyak staf kesehatan di Lapas Cipinang?
Dokter umum kami hanya ada empat, perawat ada dua. Sementara penghuni ada 2.900 orang.
Berapa banyak SDM Lapas Cipinang?
Hanya ada 298 orang. Petugas jaga ada 24 orang tiap regu. Sedangkan di Cipinang ada empat regu. Sisanya staf. Ada yang bekerja di pembinaan, ada administratif, dan keuangan. Intinya ada fasilitator dan administrator. Tapi memang yang terjun langsung untuk berjaga tiap putaran (shift) itu 24 orang.
Kerusuhan di Lapas Banceuy Jawa Barat kemarin itu kan karena terkait juga dengan kasus warga binaan yang mengendalikan narkotika di dalam lapas. Bagaimana anda menilai kondisi ini di LP Cipinang?
Di sini saja, jumlah warga binaan itu 2.959 orang, 2.451 orang itu adalah narkoba. Kalau dibilang di dalam lapas tidak ada narkoba, saya tidak bisa menjamin. Kami hanya bisa meminimalisasi dengan menutup celah masuk ke dalam lapas. Jangan sampai masuk. Selama ini celah itu kan hanya ada dua, dari barang-barang yang dibawa pengunjung dan dari petugas.
Tapi itu kan bisa saja diakali dengan zaman sekarang. Serba canggih. Ada yang lewat mainan yang pakai radio kendali, dan informasi yang di Banceuy itu kan seperti itu. Dan tidak hanya itu.
Kalau saya, tekankan ke petugas untuk masuk ke dalam jaringan itu. Jangan jadi pengguna, apalagi sampai jadi kurir. Kita memberikan pelayanan yang terbaik, tapi bukan jadi babu.
Kami memberikan pelayanan dalam hal-hal membina warga, menjaga warga binaan, menjamin haknya, mengontrol dan memberi ruang untuk orang yang mengunjungi. Bukan melayani keinginan untuk menjadi kurir barang haram. Bukan seperti itu.
Masih ada di dalam Cipinang?
Kalau masih ada, ya kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bertanggung jawab untuk yang di dalam lapas, dan tugas kita kan bukan hanya untuk yang narkoba saja. Intinya, di lapas akan bersih kalau yang di luar juga bersih dari narkoba.
Kalau saja seperti yang Pak Menteri (Menkumham Yasonna Laoly) bilang bahwa lapas itu bukan untuk orang-orang pengguna narkoba dan segera direspon pihak terkait, bisa kosong dan tidak overcapacity seperti sekarang. Karena sebagian besar Lapas itu diisi oleh pengguna.
Harus ada rehabilitasi.
Di sini kami bisa melakukan rehabilitasi, tapi tidak akan bisa maksimal. Karena kami tidak dibekali untuk melakukan rehabilitasi. Rehabilitasi itu kan tidak hanya bicara soal medis, tapi juga psikologinya, dan harus dibuat terpadu. Apalagi jumlah orangnya juga tidak sepadan.
Kita hanya bisa melakukan rehabilitasi di tengah keterbatasan.
Bapak bilang menutup ruang bagi narkoba masuk, bagaimana cara agar penghuni yang di dalam ini tidak menggunakan?
Kami selalu membuat aktivitas. Saya itu punya prinsip, kalau orang itu bekerja keras dan mengeluarkan keringat dari pagi sampai sore, malamnya pada tidur. Pokoknya beraktivitas dan bergerak. Terus berbuat kebaikan, sampai hal kecil. Misalnya kamar kotor, ya diajak bersih-bersih.
Apakah regu jaga tidak kesulitan menjaga Lapas dengan perbandingan 1:124?
Kesulitan atau tidaknya itu bukan masalah. Karena terlepas dengan keterbatasan, ini menjadi tugas kami.
Dalam empat bulan terakhir, di beberapa Lapas terjadi bentrok. Bagaimana antisipasi hal serupa agar tak terjadi di Cipinang?
Kami kan bukan hanya pendekatan yang represif, kita juga menggunakan pendekatan ke pihak warga binaan. Di Lapas itu kan ada yang namanya pemuka, atau orang yang dipercaya jadi kepala kamar. Kita ajak mereka bicara. Kita dekati dengan hati. Kami ajak mereka berpikir bahwa mereka ada di sini bukan karena musibah, anggap ini adalah berkah. Kalau dianggap sebagai musibah, semua orang akan disalahkan. Menyalahkan hakim, menyalahkan jaksa, menyalahkan polisi bahkan sampai menyalahkan diri sendiri sampai Tuhan.
Kalau ini dianggap berkah, pasti ada hikmah yang bisa diambil. Jadi hanya itu yang bisa kita lakukan. Kemudian kita juga mengajak warga hunian untuk berpikir bahwa ini adalah rumah kita. Ada yang jadi orangtua dan anak-anak, jadinya saling menjaga. Kalau ada yang bilang Lapas Cipinang dijamin aman, saya tidak pernah bilang seperti. Untuk sampai saat ini memang aman, tapi apa ke depannya bakal bisa begitu?
Jadi memang untuk menjamin kondisi lapas itu bagaimana petugas dan warga memiliki satu pandangan?
Betul. Dalam keluarga biasanya ada yang nakal, nah kitapun biasanya ada yang nakal. Tapi kita tegaskan, tidak boleh ada kekerasan. Haram hukumnya bila ada kekerasan. Sampai sekarang belum ada. Kalau ada, kita beri sanksi yang tegas. Rasa kekeluargaan dan bersaudara, dan itu bisa dipercayai semua, saya yakin hal yang negatif tidak akan terjadi.
Selain pengguna narkoba yang arahnya akan direhabilitasi, kasus tindak pidana ringan pun diwacanakan akan dijatuhi hukuman kerja sosial. Apakah ini akan memberikan dampak positif bagi lapas yang sangat penuh?
Sangat. Dan akan berpengaruh luar biasa. Saya tadi bilang saat ini lapas sebagian besar diisi oleh pengguna narkoba, Lapas juga diisi oleh orang-orang yang tidak seharusnya masuk. Kalau kita mau bicara jujur, pembenahan Lapas ini seharusnya bukan di hulunya. Tapi dihilirnya. Kita ini posisinya adalah tempat menampung seluruh hasil akhir seluruh proses hukum. Dan kita tidak bisa memilah.
Nah, yang harusnya memilah itu ada yang di hulu. Penyidik, penuntut, dan hakim. Apakah ini orang harus masuk lapas atau tidak, mereka yang memilah. Hakim kan punya kewenangan mutlak. Semua pidana kan tidak harus berakhir di meja hijau kalau kata orang-orang tua. Masa maling ayam harus dihukum penjara, kan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Apalagi kalau hukumannya sama dengan kejahatan kelas berat seperti koruptor. Kalau misalnya saya punya kewenangan untuk menolak, saya akan tolak. Coba kita dikasih kewenangan untuk menolak.
Jadi karena lapas tidak diberi kewenangan untuk menolak ketika sudah kelebihan kapasitas menyebabkan kondisi makin memprihatinkan?
Karena itu salah satunya. Kalau kebijakan tentang lapas itu memang regulator di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Tapi soal memindahkan dan membagikan warga binaan ke lapas-lapas yang kosong pun sulit. Kan prinsip pemidanaan itu harus dekat dengan keluarga. Itu juga dipikirkan. Karena prinsip pemasyarakatan itu tidak boleh jauh dari keluarga. Jadi sah saja kalau misalnya keluarga menolak anggota keluarga yang sedah dipidana pindah ke tempat jauh. Misalnya saja anda dipidana, minta pindah ke tempat yang dekat dengan keluarga saja dilindungi oleh undang-undang lo. Ada ketentuannya. Karena salah satu faktor yang bisa membantu pemasyarakatan itu adalah dengan dengan keluarganya.
Istilah tempat menghukum terpidana sendiri kan bergeser dari bui, penjara, kemudian jadi lembaga pemasyarakatan. Sebenarnya apa yang membedakan tiga istilah itu?
Memang semangat kita sejak berubah nama dari Direktorat Kepenjaraan jadi Direktorat Pemasyarakatan, kami ini mengubah pola pikir bahwa lapas itu bukan tempat untuk membuat orang jera dan membalas dendam bagi narapidana. Kami tempat menjalani pidana, dan kami memberikan pembinaan mental, rohani, dan keterampilan. Nah, setelah keluar dari lapas, mereka kami harapkan bisa terintegrasi dengan masyarakat kembali. Untuk pembinaan ini memang bukan hanya jadi tanggung jawab kami sebagai lembaga pemasyarakatan, tapi tanggung jawab sebagai masyarakat juga. Dan itu banyak elemen, ada pemerintah daerah, ada masyarakat umum, sampai media massa sendiri.
Programnya pembinaan di Cipinang sendiri seperti apa?
Untuk keagamaan, kami melibatkan dari dinas, dari pihak LSM, yayasan, pesantren, gereja, vihara, semua ada. Siapapun yang peduli dan ingin terlibat di dalam membina keterampilan khusus untuk warga Lapas kita juga selalu membuka pintu. Dengan senang Hasil akhir karya produksi warga lapas juga kita perdagangkan. Misalnya program batik, itu sudah ekspor. Kemudian pakaian jadi juga kita ekspor. Keterampilan hasil karya kecil-kecil seperti mainan dan pernak-pernik kita produksi di sini. Tapi memang produknya tidak kita tempelkan merek. Kita juga produksi roti dan beragam hal lain. Pertanian dan peternakan juga ada. Walaupun dengan lahan sempit, tetap ada berhasil guna. Jadi semua ruang kita manfaatkan. Jadi tidak ada istilah keterbatasan sarana prasarana. Kreasi itu tanpa batas. Tembok tidak boleh membatasi keterampilan kita.
Kesulitan dalam menjalankan program bagi warga binaan ada tidak?
Tentunya ada kesulitan, disamping keterbatasan yang ada, tenaga SDM kami sendiri terbatas.
Bicara blak-blakan, banyak ditemukan pungutan liar di lapas-lapas. Istilah “biaya khusus dengan fasilitas khusus” muncul. Bagaimana kondisi sebenarnya?
Kalau saya sih melihatnya bukan kita memberikan fasilitas atau apa. Karena tidak ada yang namanya pungutan kalau misalnya mau memasukkan sesuatu. Kalau itu ada yang melakukan, saya pasti tindak orangnya! Sampai saat ini belum saya temukan ada yang namanya fasilitas khusus bagi narapidana. Sekarang begini kalau soal fasilitas, narapidana itu kan dihukum bukan sebula dua bulan atau setahun dua tahun. Kan ada yang bertahun-tahun dan sangat panjang. Kalau semisalnya untuk meningkatkan kenyamanan kamarnya, negara tidak bisa memberikan, kan tidak salah. Kalau mau diperbaiki, dicat, dibuat lebih nyaman, itu dimungkinkan.
Seperti yang sudah saya bilang di awal, ini adalah rumah bagi warga binaan dan petugas. Jadi saling merawat dan saling menjaga. Nah yang paling utama untuk menjaga ya penghuninya.
Misalnya kasur yang disediakan tidak nyaman, mau masukkan kasur ya itu bisa. Tapi kan ada ketentuannya. Tidak boleh yang mewah dan membuat cemburu warga lain. Kalau semisalnya ada yang mampu mengadakan springbed untuk semua, saya kasih. Yang kita jaga itu agar tidak ada kecemburuan antar warga binaan. Intinya kenyamanan ini supaya warga binaan itu menjalani pidananya dengan ikhlas.
Jadi Lapas membuka jalan warga binaan untuk meningkatkan kenyamanan?
Jadi sebenarnya bukan membuka jalan ya. Harusnya kan sebenarnya negara menyediakan, cuma karena negara tidak mampu ya kenapa kita larang. Yang penting sesuai dengan jalur. Kalau sebatas dirapikan, dicat, ditambahi barang kebutuhan, kenapa kita larang. Persepsinya itu kan dibuat buruk. Nah yang jadi masalah itu kalau dibuat jadi seperti hotel bintang lima, itu salah.
Semua barang bisa masuk ke lapas?
Kalau misalnya ada keluarga masukkan barang, ya silahkan. Tapi tentu diseleksi petugas kami. Mana sih yang boleh, mana yang tidak. Insyaallah kita jalankan. Karena sampai sekarang belum ada yang melapor cemburu ke saya. Misalnya ada warga yang tua, karena tidak bisa pakai kloset jongkok dan karena tidak disediakan negara juga, keluarganya ingin bantu. Masa dilarang. Dan itu tidak dipungut bayaran. Dia bayar barangnya, bukan bayar ke kita. Kalau semisalnya ada ingin memakai jasa warga binaan, kemudian ingin dibayar, enggak mungkin kita larang juga kan?
Jadi sebetulnya, suatu saat saya ingin media dan yang banyak mengkritik ini melihat. Tapi dengan melepaskan atribut yang dimilikinya. Melihat bagaimana sedihnya kondisi di dalam lapas kita. Ini kan sebenarnya banyak juga yang untuk menghilangkan kejenuhan. Sampai ada yang menggambar-gambar di kamarnya. Ya tapi saya maunya jangan di dinding-dinding. Sepanjang itu tidak mengganggu keamanan dan tidak buat cemburu sosial. Seorang itu akan merasa ketika sudah berada di dalam posisi itu.
Soal moratorium remisi untuk terpidana kejahatan khusus, bagaimana pandangan Anda?
Semoga segera bisa turun moratoriumnya. Jadi bisa berkurang sekitar 40-60 persen. Dan tidak perlu lagi mikir dipindahkan kemana atau tempat yang jauh. Karena memang yang paling banyak itu adalah pengguna narkoba.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News