Itu lah isu yang tengah beredar masif di dunia maya dan media sosial. Informasi yang tidak bisa dipastikan kebenarannya itu menyebar luas dan –ironisnya—diyakini sebagai kebenaran. Tak ingin semakin liar, Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara untuk meluruskan.
"Banyak yang bersuara, tenaga kerja Tiongkok yang masuk ke Indonesia. (Sampai) Sepuluh juta, dua puluh juta. Itu yang ngitung kapan?” tanya Presiden Jokowi di Karawang, Jawa Barat, Jumat (23/12/2016).
Baca: Jokowi Bantah 10 Juta Pekerja Tiongkok Masuk ke Indonesia Apakah serbuan tenaga kerja Tiongkok ini nyata?
Pelancong dan pekerja
Presiden Jokowi menjelaskan, saat ini pemerintah mengejar target kunjungan wisatawan asal Tiongkok. Targetnya jutaan. Bukan menargetkan pekerja asal Tiongkok.
Selama dua tahun memerintah, Presiden Jokowi berupaya meningkatkan devisa dari sektor pariwisata. Salah satunya menjalankan program untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing. Warga Tiongkok menjadi salah satu sasaran utama pariwisata Indonesia.
Hingga November 2016, kunjungan seluruh warga asing ke Indonesia mencapai 8.974.141 orang. Khusus warga Tiongkok jumlahnya 1.401.443 orang masuk dan 1.452.249 orang keluar. Angka wisatawan ini masih di bawah target 2,1 juta yang dikejar Kementerian Pariwisata.
Dari sisi tenaga kerja, Indonesia tidak bisa dibilang diserbu tenaga kerja asing. Menurut data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah izin pekerja asing yang dikeluarkan hingga November 2016 hanya 74.183. Sedangkan jumlah angkatan kerja nasional yang berkerja per Agustus 2016 mencapai 118,41 juta orang.

Pekerja asal Tiongkok yang tinggal di Indonesia memang cukup banyak. Namun jumlahnya tidak sampai jutaan jiwa. Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie menjelaskan, jumlah warga asing yang mendapat izin tinggal terbatas di Indonesia sebanyak 160.865 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 30 sampai 31 ribu berasal dari Tiongkok.
"Izin tinggal terbatas itu sebagai dasar warga negara asing bisa bekerja di Indonesia. Biasanya izin tinggal terbatas selama enam bulan," ujar Ronnie di Jakarta, Jumat (28/10/2016)..
Dari 31 ribu warga negara Tingkok yang diberi izin tinggal terbatas hanya 27 ribu yang diberikan izin bekerja. Data tersebut mencakup mulai 1 Januari sampai 14 Desember 2016.
Ditjen Imigrasi juga mencatat warga Tiongkok berdasarkan kartu izin tinggal terbatas (KITAS) hanya 31.030 orang. Data per 18 Desember 2016 itu juga mencatat warga Tiongkok yang memegang izin tinggal sementara (ITAS) untuk bekerja hanya 27.254 orang.
Temuan lapangan
Isu serbuan pekerja asal Tiongkok bisa saja berasal dari kasus pelanggaran aturan ketenagakerjaan dan keimigrasian yang ditemukan di lapangan. Salah satunya kasus lima warga Tiongkok bersama dua WNI yang ditangkap otoritas Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, karena masuk wilayah militer tanpa izin. Mereka disebut-sebut pekerja yang tengah mengerjakan proyek MRT (mass rapid transit) dan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Ketujuh orang itu ditangkap saat mengukur tanah di wilayah Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada 26 April 2016. Saat ditanya petugas patroli, tujuh orang itu tidak bisa memperlihatkan izin masuk dan tidak dilengkapi dokumen identitas.
Lalu, pada 1 Agustus lalu, Subdit I Indag Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten mencokok 70 tenaga kerja asing asal Tiongkok. Mereka bekerja untuk perusahaan semen di Pulo Ampel, Kabupaten Serang, Banten.
Polisi menyebut 70 warga Tiongkok ini merupakan buruh pekerja kasar. Perusahaan tempat mereka bekerja ditemukan tidak proporsional dalam menggaji dan memperkerjakan tenaga lokal.
Kemudian, ratusan warga asing diduga melanggar peraturan ketenagakerjaan di Jawa Timur. Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Jatim Sukardo menyebut mereka bekerja sebagai buruh kasar dalam sebuah perusahaan di Gresik.
“Informasi yang saya terima, tenaga kerja itu berasal dari Tiongkok,” kata Sukardo kepada medcom.id, Rabu (14/12/2016).
Peraturan ketenagakerjaan hanya memperbolehkan pekerja asing bekerja dengan keahlian khusus. Warga asing tak boleh bekerja sebagai buruh kasar. Hingga Desember ini sekitar 40% dari sebanyak 3.469 tenaga kerja asing yang bekerja di Jatim berasal dari Tiongkok.
Baca: Ratusan Tenaga Kerja Asing Bekerja di Jatim sebagai Buruh Kasar
Tipu-tipu administrasi
Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie memaparkan, mayoritas pelanggaran warga Tiongkok di Indonesia seputar soal administratif. Pihak imigrasi kerap menemukan pelanggaran visa atau izin tinggal warga Tiongkok.
“Ada overstay. Penggunaan visa, bahwa mereka ada yang tidak memiliki visa kerja, tapi mereka bekerja," kata Ronny di Jakarta, Jumat (28/10/2016).
Ronnie juga tidak membantah ada izin warga Tiongkok yang dipalsukan, tau diperoleh secara ilegal. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri pun mengakui pelbagai aneka macam pelanggaran administrasi warga Tiongkok. Dimulai dari penyalahgunaan izin hingga tidak memiliki izin.
"Pelanggaran izin, dia sebagai ilegal dalam arti nggak ada izin kerja, tinggal. Pelanggaran izin misal bekerja izinnya apa bekerjanya apa," kata Hanif di Jakarta, Rabu (21/12/2016).
Salah satu bentuk penyalahgunaan izin, misalnya, seorang pekerja mengajukan izin bekerja di perusahaan A, tetapi kenyataannya bekerja di perusahaan B. Ada juga yang mengajukan izin sebagai pekerja ahli di suatu perusahaan tetapi realisasinya sebagai pekerja lapangan.
"Di izinnya bekerja sebagai manajer keuangan, tapi di lapangan melakukan pekerjaan yang di luar itu. Misal dia ngebor tanah," kata Hanif.
Banyak ditangani
Tipu-tipu aturan ini sebenarnya bukan hanya dialami oleh Indonesia. Bukan berarti juga Indonesia lemah dari sisi aturan. Masalah ada pada pengawasan karena beragam persoalan.
“Aturan kita sudah cukup ketat, tapi pelaksanaannya memberikan kelonggaran,” kata Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Chris Kanter, kepada medcom.id, Jumat (23/12/2016).
Dari sisi aturan telah ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Untuk aturan teknis untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah ada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015.
Kementerian Tenaga Kerja dan jajaran di bawahnya, termasuk di daerah, plus keimigrasia dan kepolisian banyak ditangani masalah ketenagakerjaan oleh pihak berwenang. Kementerian Tenaga Kerja telah menangani 700 kasus pelanggara ketenagakerjaan. Sementara itu, di periode Januari-November 2016 ini ribuan kasus administrasi keimigrasian telah ditindak.
Sebanyak 1.837 dari 7.787 orang warga Tiongkok telah dideportasi. Sebanyak 126 dari 329 berkas perkara pidana hukum atau pro-justitia yang diajukan pada 2016 sudah diproses.
Terus perketat penindakan
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menegaskan, setiap warga asing berpotensi melakukan pelanggaran di Indonesia. Karena itu negara akan menindak tegas pelaanggar tanpa melihat latar belakang.
Pengetatan serupa dilakukan Ditjen Imigrasi. Upaya ini dilakukan seiring maraknya isu serbuan tenaga kerja asing yang menyalahgunakan visa. “Kita punya 131 tempat pemeriksaaan, 29 di bandara, sisanya pelabuhan ditambah 68 pos lintas batas negara. Dari lokasi-lokasi itu pejabat imigrasi berupaya lakukan pencegahan," kata Dirjen Imigrasi Ronny F. Sompie.
Baca: Pengawasan WNA Diperketat
Ronny mengakui kedatangan tenaga kerja asing ilegal ini salah satunya merupakan imbas kebijakan visa bebas kunjungan. Indonesia menerapkan visa bebas kunjungan ke 169 negara. Kebijakan itu dibuat untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing.
Kenapa Indonesia?
Kecemasan ikhwal kedatangan ribuan tenaga kerja asing asal Tiongkok juga melanda wakil rakyat di Senayan. Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menjelaskan, iklim investasi di Tiongkok berkembang pesat. Perkembangan itu membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menggerakkan perekonomian. Karena itu, Tiongkok melakulan ekspansi investasi ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia.
Tiongkok memiliki tingkat pengangguran sebesar 5% atau sekira 40 juta orang dari total jumlah penduduk 1,4 miliar jiwa. Pemerintah Tiongkok berkepentingan mengurangi tingkat pengangguran dengan menyebar tenaga kerja ke sejumlah negara.
"Di China pembangunan infrastruktur sudah banyak, duit banyak, maka mereka ekspansi ke negara lain, tanam investasi menggunakan pekerja dari mereka," kata Dede Yusuf dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/12/2016).
Menurut Dede, bukan hanya Indonesia yang diserbu tenaga kerja asal Tiongkok. Negara-negara berkembang di Afrika dan Asia Tenggara juga menjadi tujuan utama tenaga kerja asal Tiongkok.
"Kalau ke Amerika Serikat sudah tidak bisa. Amerika sudah memproteksi ekonominya. Bukan hanya kita, negara Afrika seperti Angola, Zimbabwe juga dimasuki tenaga kerja Tiongkok," ujar dia.
Baca: Alasan Tenaga Kerja Tiongkok Banjiri Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News