Ilustrasi: Medcom
Ilustrasi: Medcom

Memutar Uang di Ujung Pilpres

Medcom Files Hilir Mudik Uang Politik
Wanda Indana • 11 April 2019 15:16
DALAM sebuah wawancara dengan media asing, Bloomberg, pada Rabu, 27 Maret 2019, Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno mengaku sudah menghabiskan fulus sekitar 100 juta dolar Amerika Serikat (USD) atau Rp1,4 triliun untuk keperluan kampanye pada Pilpres 2019.
 
Pada kesempatan lain, pria yang akrab disapa Sandi itu juga mengatakan, sebagian besar dana itu diperoleh dari hasil penjualan saham miliknya di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG).
 
"Saya harus all out, menjual saham yang saya miliki untuk membiayai kampanye," kata Sandiaga awal Desember 2018 lalu.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), Sandi telah menjual 5,48 persen sahamnya di Saratoga. Dari penjualan itu, Sandi mendapat duit sekitar setengah triliun rupiah, tepatnya Rp561,73 miliar -- dihitung dari 13 kali transaksi dari Oktober 2018 hingga Maret 2019. Dan, hingga 31 Maret 2019, porsi saham Sandi di Saratoga menjadi 22,31 persen.

Merujuk pada perkiraan pemakaian Rp1,4 triliun yang diungkapkan Sandi, jelas hasil penjualan sahamdi Saratoga baru menutupi sekitar separuh dana kampanyenya.


Dari sini pula, lembaga swadaya masyarakat Komunitas Pemerhati Indonesia (KOPI) kasak-kusuk menyelidiki asal-usul dana lain yang digunakan Sandi -- di luar hasil penjualan sahamnya di PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. Temuan KOPI, ada dugaan aliran dana dari perusahaan asing yang masuk ke rekening Sandi, lantas digunakan untuk kebutuhan kampanye.
 
Investigator KOPI, Ridwan menjelaskan, ada tiga perusahaan yang diduga mengalirkan uang ke Sandi, yakni, Uno Capital Holding Inc, Reksa Dana Schroder USD Bond Fund, dan Ace Power Investment Limited. Aliran dana dari luar negeri itu diduga masuk melalui enam rekening atas nama Sandiaga Salahuddin Uno di Bank Permata.
 
"Dan ini terjadi menjelang pilpres," kata Ridwan di kawasan Cikini, Jakarta, Senin, 8 April 2019.
 
Baca juga: Sandiaga Uno Diduga Terima Dana Perusahaan Asing
 
Bukan apa-apa, jika temuan KOPI benar adanya, Sandi bisa dianggap melanggar hukum. Sebab, KPU melarang penggunaan dana kampanye berasal dari luar negeri alias dana pihak asing. Aturannya tertuang dalam PKPU Nomor 24 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye. Jika melanggar, bisa berujung pidana.
 
“Kalau misalnya perusahaan itu terbuka sahamnya bareng-bareng bisa disebut perusahaan Indonesia atau perusahaan asing, itu kira-kira komposisi sahamnya seperti apa. Itu kan yang butuh informasi lebih mendalam,” kata Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari dalam diskusi bertema Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik, dan Penegakkan Hukum Pemilu di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat 5 April 2019.
 
Sebab itulah KOPI berharap informasi ini laik ditindaklanjuti oleh pihak berwajib.
 

Memutar Uang di Ujung Pilpres
Rilis investigasi Kopi. (Medcom)
 

Nama Sandi memang tak asing dalam dokumen-dokumen rahasia terkait perusahaan cangkang (offshore). Setidaknya, dalam 3 dokumen yang sempat bocor ke publik, yakni, Offshore Leaks; Panama Papers; juga Paradise Papers, namanya tak pernah absen.
 
Dalam dokumen yang dipublikasi oleh konsorsium wartawan investigasi internasional (The International Consortium of Investigative Journalists - ICIJ) itu, nama Sandi terkait dengan 16 perusahaan cangkang yang terdaftar di negara suaka pajak. Posisinya sebagai direktur, ada pula sebagai pemegang saham. Namun, dua dari 16 perusahaan tersebut sudah berstatus tutup (default).
 
Baca juga: Tak Ada Cangkang yang Tak Retak
 
Kala itu banyak orang bertanya, mengapa Sandi harus mendaftarkan perusahaannya di negara lain, yang tidak memiliki hubungan kerjasama dengan Indonesia? Selain itu, yurisdiksi tersebut berpajak rendah – bahkan tanpa pajak, dengan tingkat kerahasiaan perbankan yang tinggi.
 
Entahlah. Yang pasti, satu dari belasan perusahaan cangkang milik Sandi yang masih aktif adalah Uno Capital Holdings Inc. Perusahaan ini terdaftar di British Virgin Island, salah satu yurisdiksi di bawah dependensi Britania Raya.
 
Perusahaan ini disebut-sebut sebagai salah satu pengirim dana kepada Sandi. Mafhum, dalam perusahaan tersebut Sandi tercatat sebagai pemegang saham. Hanya saja, tidak ada informasi besaran saham yang dimiliki Sandi.
 

Memutar Uang di Ujung Pilpres
Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno. (Antara)
 

Berdasarkan informasi yang kami terima, Uno Capital mengirimkan uang ke salah satu rekening valas milik Sandi di Bank Permata pada 28 Agustus 2018. Jumlahnya adalah USD3.555.000 atau setara Rp51,98 miliar, dengan keterangan External Investment ITT 1808***** dari Bank LGT Singapura.
 
Selain Uno Capital, terintip juga pemindahan buku dari rekening Bank Permata atas nama Reksadana Schroder USD Bond Fund pada rentang 31 Oktober 2018 – 15 November 2018 ke rekening valas milik Sandi di Bank Permata sebanyak USD14.917.147 atau setara Rp223,052 miliar.
 
Baca juga:Schroder Bantah Kucurkan Dana ke Sandiaga Uno
 
Dalam catatan itu terlihat pula transaksi pemindahan uang; dari rekening milik Sandi yang satu ke rekeningnya yang lain -- masih di Bank Permata.
 
Beberapa di antaranya,pemindahan uang dari rekening valas tadi ke salah satu rekening Sandi yang lain sebanyak 5 kali dalam rentang 4 September 2018 – 15 Januari 2019, dengan total Rp625 miliar.
 
Rekening tersebut biasanya digunakan Sandi untuk melakukan transaksi pengiriman uang terkait kegiatan politiknya. Seperti, pengiriman kepada rekening atas nama Partai Gerakan Indonesia Raya di Bank Mandiri pada Agustus 2018 hingga Maret 2019, dengan total Rp300 miliar,.
 
Dari rekening itu pula Sandi melakukan pengiriman uang ke rekening Bank Mandiri atas nama Prabowo Subianto Sandiaga Badan Pemenangan Nasional. Hingga Februari 2019 total pengirimannya Rp80 miliar.
 
Rekening tersebut juga melakukan pengiriman sebesar Rp1,5 miliar ke rekening Bank Muamalat atas nama PT Tiga Warna Mulia. Perusahaan periklanan ini diduga bekerjasama dengan Sandi terkait kegiatan kampanyenya. Pemiliknya, Shandy Mulyadi, adalah salah satu koordinator relawan pendukung Sandiaga Uno dalam pertarungan Pilgub DKI Jakarta pada 2017.

Meski semua uang tersebut milik Sandi, atau keuntungan dari perusahaan cangkangnya di luar negeri, tetap saja seharusnya dana itu dilaporkan ke KPU jika digunakan untuk kebutuhan kampanye.


Kini, berdasarkan laporan terbuka penerimaan dana kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, total dana kampanye dari September 2018 hingga Maret 2019 berjumlah Rp191,5 miliar.
 
Dari angka tersebut, pendapatan terbesar berasal dari Sandi dengan total sumbangan Rp116 miliar. Sementara Prabowo memberi sumbangan Rp71,4 miliar, dan Partai Gerindra menyumbang Rp 1,3 miliar.
 
Jadi, antara duit kampanye yang dilaporkan BPN dengan pengakuan Sandi selisihnya jauh, Rp1,1 triliun.
 
Dari rentetan temuan ini, tak heran jika para pewarta mengejar Sandi untuk memburu konfirmasi. Di sela kegiatan kampanye di GOR Ki Mageti, Magetan, Jawa Timur pada Senin, 8 April 2019, Sandi hanya menjawab, “Kebetulan kami berjuang, berapun yang diperlukan Insya Allah kami ikhlas.”
 
Sementara itu Partai Gerindra membantah adanya transfer uang hingga ratusan miliar dari Sandi ke rekening Gerindra. Menurut Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria, kabar itu tidak benar.
 
“Itu hoaks,” kata Riza, seperti dilansir laman mediaindonesia.com, Senin, 8 April 2019.
 
Namun, tuduhan hoaks terhadap data investigasi itu hingga kini belum ditindaklanjuti oleh pihak Gerindra.
 

Memutar Uang di Ujung Pilpres
Ahmad Riza Patria. (MI)
 

Kami juga mengonfirmasi hasil investigasi ini ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Termasuk informasi lain yang kami terima terkait aliran dana asing ke kampanye Prabowo-Sandiaga.
 
Sayangnya, menurut Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, pihaknya tidak bisa mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut. Sebab, tugas PPATK hanya melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap segala jenis transaksi mencurigakan.
 
“Apabila dugaan terhadap pelanggaran hukum itu kuat, PPATK akan menyerahkannya kepada APH (Aparat Penegak Hukum) atau pihak berwenang lainnya,” ucap Dian saat kami hubungi, Selasa, 9 April 2019.
 
Selanjutnya, sambung Dian, Kejaksaan, Polri, atau KPK-lah yang berwenang menindaklanjuti informasi dari PPATK. “Semua proses ini juga berlangsung rahasia.”

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(COK)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan