Suasana para pengunjung menyaksikan Pameran Seni Kriya dan Seni Murni
Suasana para pengunjung menyaksikan Pameran Seni Kriya dan Seni Murni "Menjelajah Ide" di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. (foto: MI/Atet Dwi Pramadia)

Konsumsi Seni Masyarakat Kota

Medcom Files telusur seni
Surya Perkasa • 21 Desember 2015 19:32
medcom.id, Jakarta: Seni merupakan perwujudan budaya manusia. Produk akal yang dibalut rasa, cipta, dan karsa sehingga muncul dalam bentuk karya. Bisa karya yang berbentuk benda seperti tulisan atau bentuk lain, maupun karya pertunjukan seperti musik dan tarian.
 
Karya seni dan budaya Indonesia terus berkembang. Ini antara lain didorong oleh kemudahan masyarakat dalam berkomunikasi dan mengakses informasi melalui gadget alias perangkat berteknologi tinggi, seperti ponsel pintar (smartphone). Perkembangan ini memberi ruang bagi tumbuhnya “budaya populer” atau disebut “budaya pop”.
 
Lahirnya modernisasi kehidupan telah banyak merubah cara pandang dan pola hidup masyarakat, sehingga peradaban yang terlahir adalah terciptanya budaya masyarakat konsumtif dan hedonis dalam lingkungan masyarakat kapitalis. Budaya ini tumbuh subur dan cepat mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam masyarakat perkotaan dan keberadaanya sangat kuat pada kehidupan kaum muda, terutama kalangan kelas menengah.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Jakarta sebagai ibu kota Indonesia setidaknya bisa dijadikan barometer perkembangan seni dan budaya masyarakat di Tanah Air. Apalagi selama ini Jakarta sudah dianggap sebagai kiblat masyarakat budaya pop di seluruh pelosok Nusantara. Maka, wajar apabila perkembangan seni di Jakarta menjadi tolak ukur bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Salah satu yang menarik diamati adalah pergeseran minat masyarakat terhadap pertunjukan seni maupun produk kesenian.
 
Sekretaris Yayasan Kesenian Jakarta Bambang Subekti menyatakan bahwa minat masyarakat ibu kota kepada kesenian terus meningkat. Seiring dengan peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah, konsumsi terhadap karya-karya seni pun bertambah besar.
 
“Kalau soal minat, masyarakat Jakarta itu memiliki tren yang naik untuk kesenian,” kata kepada medcom.id, Jumat (18/12/2015).
 
Menurut Bambang, kenyataan ini terlihat pada kecenderungan generasi muda di Jakarta yang kian gandrung pada acara-acara kesenian. Buktinya, mayoritas pengunjung pertunjukan seni bernuansa budaya pop adalah remaja dan muda-mudi.
 
Minat generasi muda akan kesenian pun makin melebar. Beberapa produk kesenian yang dulunya hanya dinikmati golongan sepuh pun kini lambat laut mulai dapat dinikmati kelompok yang lebih usia dua puluhan.
 
“Coba lihat gaya hidup anak muda sekarang, animonya terhadap kesenian itu ada peningkatan,” kata Bambang.
 
Generasi muda Jakarta yang selalu disibukkan oleh pendidikan dan kegiatan mencari nafkah semakin haus kepada kesenian. Keyakinan ini didasari kenyataan bahwa pertunjukan seni yang digelar belakangan ini hampir tidak pernah sepi pendatang.
 
Sebagai indikator sederhana, Taman Ismail Marzuki yang menjadi salah satu pusat kesenian di Jakarta sering mengadakan berbagai pertunjukan atau kegiatan seni dan selalu ramai pengunjung. Kerap kali tiket pertunjukan seni di TIM ludes terjual.
 
“Lahan parkirnya saja tidak pernah kosong,” tutur Bambang yang sempat menjadi pengelola Taman Ismail Marzuki sembari tertawa.
 
Tidak hanya di Taman Ismail Marzuki, berbagai anjungan di Taman Mini Indonesia Indah juga selalu dipadati oleh pengunjung setiap kali mengadakan kegiatan kesenian. Kepala Tata Usaha UP Taman Ismail Marzuki Victor Doloroso yang mengelola Anjungan Jakarta TMII selama delapan tahun mengakui hal ini.
 
“Selalu ramai. Baik yang datang maupun meliput kegiatan kami,” ujar Victor.
 
Pusat Seni Komunitas Salihara yang didirikan oleh Gunawan Mohamad dan jaringan seninya pun mengakui hal serupa. Salihara yang banyak menampilkan pertunjukan seni “kelas berat” juga semakin banyak diminati anak muda. Tidak hanya kelompok peminat seni secara spesifik, tetapi masyarakat luas.
 
“Sebenarnya minat anak muda itu semakin ke sini memang semakin meningkat. Terutama untuk seni-seni yang ada bobotnya. Tidak hanya hanya kalangan mahasiswa sastra dan seni, semakin lama masyarakat semakin banyak yang datang,” ungkap Communication Executive Pusat Seni Salihara Fini Rubianti saat berbincang dengan medcom.id di Jakarta, Rabu (16/12/2015).
 
Beragam pusat kesenian terus berupaya untuk menyajikan aneka bentuk pertunjukan, kegiatan, hingga kelas seni. Namun, pada kenyataannya ada sebuah permasalahan tersendiri dari pertumbuhan minat masyarakat akan kesenian di Jakarta.
 
Budaya pragmatis dan konsumtif yang menjangkiti masyarakat perkotaan terutama kamu muda ternyata menyebabkan pergeseran selera terhadap karya seni. Bambang menyebutkan bahwa masyarakat kini cenderung menganggap seni sebagai sesuatu yang sifatnya untuk dinikmati saja, bukan sebagai sebuah karya yang menginspirasi dan mesti dikembangkan.
 
“Masyarakat memilih untuk menikmati pertunjukan yang sifatnya hiburan. Jadi, bukan mencari suatu kesenian yang diajak berpikir. Minat untuk kesenian tradisi memang lemah. Tapi kalau untuk yang kontemporer lebih mudah diterima,” terang Bambang.
 
Sekedar hiburan
 
Menurut Bambang, pertumbuhan minat masyarakat Jakarta terhadap kesenian yang menghibur, umumnya ciri seni kontemporer, meningkat amat pesat dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Kondisi serupa tidak terjadi pada kesenian tradisional, daerah atau kesenian kelas berat lain.
 
Ibaratnya, minat terhadap seni kontemporer pertumbuhannya seperti orang berlari. Sedangkan pertumbuhan minat kepada kesenian tradisional amat lambat, seperti orang merangkak.
 
Ia mencontohkan betapa pertunjukan dan panggung kesenian seperti Java Jazz Festival, konser band musik legendaris macam Metallica, dan teater yang diperankan oleh pelawak ternama, selalu berhasil menyedot perhatian masyarakat dan penontonnya berjubel. Bahkan tidak sedikit warga Jakarta yang berani merogoh kocek jutaan rupiah untuk membeli tiketnya.
 
Konsumsi Seni Masyarakat Kota  Grup musik asal Amerika Snarky Puppy beraksi dalam Jakarta International Java Jazz Festival 2015 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. (foto: Antara/Rosa Panggabean)
 
Sedangkan pada pertunjukan yang termasuk kategori “seni untuk seni” malah sepi penonton. Antara lain pada konser musik klasik, pameran lukisan, pentas teater, penayangan film, dan pertunjukan seni lainnya yang yang terkesan “kelas berat” atau “idealis”.
 
Konsumsi Seni Masyarakat Kota  Seniman, Jose Rizal Manua tampil dalam pertunjukan "Monolog Mas Joko" karya Remy Sylado di Bentara Budaya Jakarta. (foto: MI/Atet Dwi Pramadia).
 
Bambang menilai wajar jika kesenian kontemporer lebih mudah diterima. Alasannya, kondisi kejiwaan atau psikologi masyarakat ibu kota mempengaruhi prilaku konsumsi mereka.
 
“Masyarakat Jakarta itu kan sudah penat, capek, disibukkan oleh kegiatan sehari-hari, sehingga memilih untuk menikmat pertunjukan yang sifatnya hiburan,” kata Bambang.
 
Sementara itu Viktor mengatakan, pusat kesenian atau tempat pertunjukan seni sebenarnya banyak bermunculan di Jakarta. Tetapi, tempat yang spesifik untuk mengembangkan seni daerah tidaklah banyak. Salah satunya adalah Kampung Betawi Situ Babakan.
 
“Orang-orang Jakarta asli sempat protes, kok Taman Ismail Marzuki lebih banyak kegiatan seni nasional atau mancanegara. Berarti, banyak yang tidak tahu kalau kami ini skalanya nasional,” ungkap Victor sembari terkekeh.
 
Sangat disayangkan memang bila ratusan pertunjukan seni, berskala kecil hingga besar, yang diselenggarakan tiap tahunnya di Jakarta hanya berujung menjadi hiburan yang bersifat pragmatis dan konsumtif semata.
 
Mestinya, meningkatnya daya tarik masyarakat, terutama kalangan pemuda, dapat dimanfaatkan secara positif kepada perkembangan kesenian itu sendiri.
 
Berdasarkan pengamatan Bambang, kesenian bersifat hiburan akan terus berkembang karena banyak dicari. Sedangkan seni yang bersifat “mengajak berpikir” bukan berarti tidak akan ikut berkembang. Hanya saja, butuh keseriusan seluruh pihak yang terlibat untuk menemukan cara agar seni tak sekedar dijadikan sebagai hiburan. Pihak yang dimaksud termasuk seniman, pusat kesenian, dan pemerintah.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan