Makam Ki Ageng Tarub berada di Desa Tarub, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. Berjarak sekitar 10 kilometer dari Grobogan, makam ini banyak dikunjungi para peziarah yang berasal dari daerah sekitar bahkan dari luar kota.
Peziarah yang datang sendiri atau secara berkelompok, melantunkan bacaan doa-doa saat berada di makam. Suasana tenang dan sejuk di sekitar makam membuat peziarah berdoa dengan khusyuk.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Bila ruangan dalam area makam penuh peziarah, disediakan pondok kecil Paseban untuk peziarah lain menunggu sekaligus tempat istirahat sejenak melepas penat.
Makam Ki Ageng Tarub ditempatkan dalam sebuah pondok dengan atap genteng tiga tingkatan yang disusun melancip ke atas. Lantai porselin putih bernada sama dengan porselin dinding pondok. Tepat di samping pondok, pohon Trembesi atau Munggur (Samanea saman) tumbuh rindang dan besar menjadi peneduh pondok.
Bagian dalam pondok dimana makam Ki Ageng Tarub berada, didominasi oleh warna hijau. Makam dikelilingi pagar semen dan potongan pipa besi, dengan kelambu putih yang menutupi makam.
.jpg)
(Makam Ki Ageng Tarub berada di Desa Tarub, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah menjadi tujuan wisata religi para peziarah. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Legenda Babat Tanah Jawi
Kisah Ki Ageng Tarub sudah melekat dalam nadi kehidupan masyarakat Jawa, hingga dituang dalam naskah popular Sastra Jawa Baru berupa Babat Tanah Jawi. Tokoh Ki Ageng Tarub sendiri dipercaya sebagai leluhur dinasti Mataram sejak abad 17 lalu.Diceritakan, sewaktu muda, Ki Ageng Tarub bernama Jaka Tarub dan dikenal sebagai pemuda yang memiliki kesaktian dan senang menjelajah hutan hingga berburu di kawasan yang terkenal keramat. Suatu ketika, Jaka Tarub berada di gunung yang terdapat telaga dan melihat tujuh bidadari sedang mandi.
Terpikat oleh pesona kecantikan bidadari, Jaka Tarub mengambil satu pakaian yang tergeletak di rerumputan tepi telaga, dibawa ke rumah dan disembunyikan di bawah tumpukan padi ketan hitam. Kemudian, kembali ke telaga sembari membawa pakaian milik ibunya.
Saat para bidadari selesai mandi dan hendak pulang ke khayangan, satu bidadari tak menemukan pakaiannya. Ia ditinggal sendirian oleh para saudarinya.
Dalam kebingungan, terucap pernyataan dari mulut bidadari itu bahwa bila ada laki-laki yang menolongnya akan dijadikan suami, bila perempuan akan dijadikan saudari. Jaka Tarub pun melemparkan pakaian pada bidadari.
.jpg)
(Peziarah yang datang secara rombongan tampak berjalan kaki menuju makam Ki Ageng Tarub. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Melanggar syarat
Nawang Wulan, si bidadari, menepati ucapan. Pernikahan terjadi dengan syarat tak boleh menyibak rahasia menanak nasi saat sudah berumahtangga. Syarat disepakati hingga pernikahan dikaruniai putri bernama Nawang Sih.Awal keretakan bermula saat Nawang Sih berada di ayunan dan Nawang Wulan hendak mencuci pakaian di sungai, saat sedang menanak nasi. Sebelum menuju sungai, Nawangwulan mengingatkan kembali syarat yang tak boleh dilanggar Jaka Tarub, juga untuk mengayun putrinya.
Ketika Nawang Wulan sudah meninggalkan rumah, Jaka Tarub dilanda rasa penasaran. Ia pergi ke dapur, membuka tutup penanak nasi dan melihat isinya. Ternyata, sang istri hanya memasak satu bulir beras.
Nawang Wulan kembali dari sungai dan menuju dapur untuk melihat nasi yang sedang ditanak. Ia terperanjat karena bukan nasi yang sudah masak yang dilihat, tetapi masih satu bulir beras utuh.
Pertengkaran terjadi hingga berujung solusi untuk menumbuk banyak bulir padi, karena dibutuhkan buliran beras yang banyak untuk memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-hari.
Sejak itu, saat hendak memasak nasi, Nawang Wulan harus menumbuk beras terlebih dahulu. Hingga, persediaan padi semakin menipis dan Nawang Wulan menemukan pakaiannya di bawah tumpukan padi.
.jpg)
(Peziarah berdoa dengan khusyuk di makam Ki Ageng Tarub meski membaca buku doa dengan penerangan dari lampu seluler. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Besan Brawijaya
Dengan pakaiannya, Nawang Wulan kembali ke khayangan meninggalkan Jaka Tarub dan Nawang Sih. Ia berpesan pada Jaka Tarub bahwa hanya akan kembali sewaktu-waktu saat Nawang Sih menangis kehausan air susu.Jaka Tarub merawat sendiri Nawang Sih hingga tumbuh dewasa. Suatu ketika, Jaka Tarub menerima utusan Brawijaya, Raja Majapahit, yang mengantarkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular untuk dirawat oleh Jaka Tarub.
Adapun utusan tersebut adalah Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan. Jaka Tarub mengetahui bahwa Bondan Kejawan adalah putra kandung Brawijaya dan meminta untuk tinggal bersama di desa, menjadi anak angkatnya dan berganti nama menjadi Lembu Peteng.
Akhirnya, Nawang Sih menikah dengan Lembu Peteng dan dikaruniai anak bernama Ki Getas Pandawa. Dari Ki Getas Pandawa inilah hadir seorang putra bernama Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut pendiri Kesultanan Mataram, Panembahan Senapati.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id(TIN)