Pihak keluarga juru kunci Gunung Merapi menyambut tamu yang datang dalam prosesi Labuhan Merapi. (Foto: Arthurio Oktavianus)
Pihak keluarga juru kunci Gunung Merapi menyambut tamu yang datang dalam prosesi Labuhan Merapi. (Foto: Arthurio Oktavianus)

Prosesi Sepi Labuhan Merapi

Rona wisata yogyakarta jawa tengah Tradisi Labuhan Merapi
Arthurio Oktavianus Arthadiputra • 01 April 2020 10:00
Yogyakarta: Tradisi Labuhan Merapi merupakan prosesi budaya di Yogyakarta yang dilakukan sekali dalam setahun. Labuhan sejatinya adalah upacara adat Jawa untuk keselamatan, kesejahteraan raja, kerajaan beserta seluruh rakyatnya. Prosesi Labuhan Merapi dilakukan pada 25 – 26 Maret 2020 di Dukuh Kinahrejo, Dusun Palemsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
 
Termasuk dalam agenda Umbulharjo Culture Festival, Labuhan Merapi diawali dengan prosesi penyerahan Ubo Rampe (perabot kelengkapan) oleh perwakilan Keraton Yogyakarta, KRT Widyo Bayu Kusumo, kepada Camat Cangkringan Ir. Suparmono, MM, dan selanjutnya kepada juru kunci Hargo Merapi, Mas Kliwon Surakso Hargo atau Mbah Asih.
 
Bertempat di pendopo Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, Rabu 25 Maret 2020, prosesi penyerahan Ubo Rampe tampak sepi. Berbeda dengan tahun biasanya, di mana dipadati pengunjung yang berjubel.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Kita memang membatasi jumlah orang dalam prosesi ini, terkait dengan antisipasi merebaknya wabah virus korona yang saat ini terjadi,” tutur Suparmono.
 
Bahkan, panitia menyemprotkan cairan disinfektan terhadap semua tamu yang hadir. Tak terkecuali, perwakilan dari Keraton Yogyakarta yang membawa perlengkapan Ubo Rampe.
 
Prosesi Sepi Labuhan Merapi
(Tempat duduk diatur berjarak antisipasi terpapar virus korona. Foto: Arthurio Oktavianus)

Pangkas banyak acara

Tahun sebelumnya, prosesi Labuhan Merapi berlangsung sangat meriah. Usai serah terima Ubo Rampe di pendopo kecamatan, prosesi dilanjutkan dengan gelar budaya labuhan dalem di halaman pendopo Petilasan Mbah Maridjan.
 
Ubo Rampe diantar dengan iring-iringan kendaraan. Ada yang menggunakan kendaraan jeep berisi orang-orang berpakaian adat Jawa, hingga di batas dukuh menuju petilasan. Kemudian, berjalan kaki hingga ke Petilasan Mbah Maridjan.
 
Rombongan pasukan abdi dalem menjadi pembuka jalan menuju petilasan, sambil menggotong gunungan yang akan diperebutkan pengunjung dipenghujung acara gelar budaya. 
 
Prosesi Sepi Labuhan Merapi
(Prosesi Labuhan Merapi di Petilasan Mbah Maridjan tampak sepi pengunjung. Foto: Arthurio Oktavianus)
 
Prosesi lanjutan berupa wilujengan yang berisi tembang Mocopat, kenduri dan pagelaran wayang kulit yang dilakukan hingga dini hari, hingga dibawanya Ubo Rampe oleh juru kunci Gunung Merapi ke Sri Manganti di lereng Merapi.
 
Namun, acara gelar budaya dan wilujengan kali ini tidak dilaksanakan. Tak ada iring-iringan kendaraan, tak ada pasukan abdi dalem menggotong gunungan, tak ada pengunjung rebutan hasil bumi gunungan sambil tertawa riang, tak ada tembang Mocopat dan wayang kulit.
 
“Acara banyak yang kita pangkas, agar tidak menciptakan kerumuman massa yang bisa menyebabkan penyebaran virus korona,” terang Suparmono.
 
Pembatasan jumlah orang yang hadir dan dipangkasnya beberapa rangkaian acara dalam prosesi Labuhan Merapi, menjadikan petilasan semakin sunyi.
 
Prosesi Sepi Labuhan Merapi
(Ubo Rampe (perabot kelengkapan) dibawa oleh perwakilan Keraton Yogyakarta menuju Petilasan Mbah Maridjan. Foto: Arthurio Oktavianus)

Jaga jarak

Ubo Rampe diinapkan di pendopo Petilasan Mbah Maridjan, sebelum dilabuh ke Gunung Merapi. Ubo rampe berisi delapan jenis kain berupa Sinjang Cangkring, Sinjang Kawung Kemplang, Semekan Gadhung, Semekan Bangun Tulak, Kampuh Poleng Ciut, Semekan Gadhung Mlathi, Dhestar Dara Muluk dan Paningset Udaraga. 
 
Selain itu, ada pula iisah konyong (minyak wangi), yatra tindhih (uang tindih), ses wangen (rokok harum), ratus (taburan kemenyan) dan sela (kemenyan). 
 
Pihak keluarga juru kunci menunggu para tamu yang mengantarkan Ubo Rampe di halaman pendopo. Demi mengantisipasi terpapar virus, mereka berdiri dengan saling menjaga jarak. Begitu pula susunan kursi yang disediakan. 
 
Kebanyakan pihak keluarga juru kunci menggunakan masker pelindung yang menutup sebagian muka. Informasi untuk mencuci tangan pun sering kali diingatkan kepada para tamu. 
 
“Kondisi seperti ini kita harus menjaga diri. Masyarakat harus juga menjaga kesehatan. Jangan lupa cuci tangan. Jangan keluar kalau tidak mendesak sekali. Harus jauhkan diri dari mara bahaya,” pesan Mbah Asih.
 
Harapan dilakukannya Labuhan Merapi adalah untuk memohon kepada Yang Kuasa agar terhindar dari bencana. Mbah Asih pun berharap agar semua diberi keselamatan, mengingat Gunung Merapi dengan status siaga, pun terhindar dari serangan virus korona yang mampu merenggut nyawa. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(TIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif