Minggu Wage adalah hari khusus bagi para pengemudi gerobak sapi di Yogyakarta. Terutama bagi penduduk di sekitar Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Bertempat di lapangan Pasar Jangkang, gerobak dan sapi tumpah ruah menyambut pertemuan para pengemudi gerobak sapi dari daerah sekitar.
Mulai dari pagi hari, lapangan Pasar Jangkang dibanjiri para pengemudi gerobak sapi dengan gerobak yang dihias dan ditarik oleh sapi putih yang tampak terawat. Bunyi gantungan di leher sapi dan pecutan yang sesekali berbunyi, menjadi warna berbeda dari minggu biasanya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Tak heran, pemandangan tersebut menjadi tontonan para warga layaknya menyaksikan parade sapi dan gerobaknya, diantara hikuk pikuk penjual obat jalanan yang menarik pengunjung dengan atraksi dan keampuhan obat versi penjual dari corong toa, dan gantungan baju, jas, hingga celana jin yang dipajang di bawah tenda.
Suasana di Pasar Jangkang memang berbeda tiap Minggu Wage. Lapangan pun penuh dengan pengunjung yang datang untuk sekadar melihat aneka jenis gerobak beserta sapinya dan eksis di media sosial, hingga pengunjung yang betul-betul datang untuk melakukan transaksi jual-beli sapi.

(Diantara pengendara di jalanan, pengemudi gerobak sapi menuju lapangan Pasar Jangkang di Minggu Wage pagi. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Filosofi
Menjalani profesi sebagai pengemudi gerobak sapi, sudah sejak lama di lakoni oleh Eko (52), warga Manisrenggo, Klaten. Sebagai petani, kepiawaiannya sebagai “bajingan” digunakan untuk mengangkut hasil panennya.“Biasa untuk angkut padi, jagung, kacang, pokoknya apa yang kita tanam. Dari sawah atau kebun dibawa ke rumah. Muatan lebih banyak kalau dibandingkan diangkut pakai motor, dan lebih murah dibandingkan harus menyewa mobil,” katanya, beberapa waktu lalu.
Menurut Eko, gerobak dan sapi sangat membantu para petani. Menjadi “bajingan” pun punya arti tersendiri sebagai filosofinya. Yakni bagusing jiwo angen-angening Pangeran. Artinya, jiwa yang mulia serta diinginkan Tuhan.
Filosofi tersebut sangat dijiwai oleh para pengemudi gerobak sapi. Mengingat, profesi ini tidak hanya muncul begitu saja, tetapi sudah sejak lama adanya.

(Para bajingan berkumpul di lapangan Pasar Jangkang, Sleman, Yogyakarta, sambil mengistirahatkan sapi yang dibawa. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Penuh risiko
Menurut cerita, para “bajingan” mulai turun pamornya sekitar tahun 80-an, dimana produksi kendaraan bak terbuka sudah masuk di Indonesia. Kendaraan tersebut secara perlahan mengambil alih tugas pengemudi gerobak sapi untuk mengangkut hasil bumi dan lebih efisien dalam hal waktu.Sebelum tugas pengemudi gerobak sapi tergantikan oleh kendaraan bermesin, tanggung jawab yang diemban oleh para “bajingan” ini cukup berat dan penuh risiko, guna menempuh jarak yang jauh untuk berdagang hasil panen. Terlebih terancam nyawanya dari para garong yang menghadang di jalan, bila sedang bernasib sial.
Sebabnya, tentu saja nilai ‘harta karun’ dari hasil panen yang dibawa oleh pengemudi gerobak sapi di gerobaknya bisa mengundang para garong untuk menghampiri.
Karena itu, selain bisa mengendalikan sapi-sapi yang menarik gerobak, para pengemudi gerobak sapi pun harus bisa menguasai sedikit bela diri untuk menghadapi para penjahat jalanan.

(Sapi PO (Peranakan Ongole) yang dibawa para 'bajingan' berharga mahal mencapai Rp50 juta. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Bisa dapat Rp100 juta
Menurut Parmin (69), pengunjung asal Banteng, Sleman, jangan pernah meremehkan “bajingan”. Meski yang dibawa dalam pertemuan hanya berupa gerobak dan sapi saja, tapi bila dinominalkan dalam bentuk uang, jumlahnya bisa mencapai Rp100 juta.“Satu ekor sapi yang dibawa, kalau bagus yang PO (Peranakan Ongole) harganya juga bagus. Paling rendah Rp15 juta. Bahkan harga bisa mencapai Rp50-an juta,” katanya.
Bila seekor sapi yang dibawa berharga Rp50 juta, berarti nominal uang ‘belum cair’ yang dibawa “bajingan” saat pertemuan di Minggu Wage adalah Rp100 juta. Karena, ada dua ekor sapi yang biasanya menarik gerobak.
Nominal itu belum dijumlahkan dengan harga gerobak dan roda khusus yang biasanya dibuat dari bahan kayu pilihan. Menurut Parmin, biaya yang dikeluarkan untuk membuat gerobak saja bisa lebih dari Rp7 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)