Dalam sehari, pesanan sambal bu Rudy bisa mencapai 300-400 kilogram. (Foto: Metrotvnews.com/Yanti)
Dalam sehari, pesanan sambal bu Rudy bisa mencapai 300-400 kilogram. (Foto: Metrotvnews.com/Yanti)

Ini Beda Sambal Bu Rudy yang Asli dan Palsu

Rona sambal
Sri Yanti Nainggolan • 24 Februari 2017 16:05
medcom.id, Surabaya: Bagi para pecinta pedas lokal, tentunya sudah tak asing dengan Sambal Bu Rudy asal Surabaya ini. Sambal yang juga menjadi favorit Presiden Jokowi tersebut rupanya sudah banyak ditiru sehingga perlu kejelian saat membeli agar tak terkecoh.
 
"Sekarang ini banyak yang memalsukan, tapi tolong dilihat kalau yang asli ada fotonya. Saya tahu ada yang palsu itu karena dulu ada pembeli yang melapor beli dari Jakarta tapi rasanya tak enak, saya bilang belum ada sampai sana," ungkap pemilik Depot Sambal Bu Rudy, IE Lanny Siswadi saat ditemui Metrotvnews.com di cabang pertama Jl. Dharmahusada, Surabaya pada Selasa (21/2/2017) lalu.
 
Selain itu, wanita kelahiran 1953 tersebut juga mengaku tak pernah mengklaim bahwa sambal yang awalnya dia ulek sendiri tersebut adalah yang terenak, namun para pelanggannya yang mengaku cocol dengan bumbu buatannya tersebut.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Ini Beda Sambal Bu Rudy yang Asli dan Palsu
 
Salah satu rahasia dari sambal Bu Rudy adalah tidak memakai pengawet. Hal tersebut membuat sambal tak bisa bertahan hingga lebih dari seminggu dalam suhu normal. Namun, bila disimpan di kulkas, ketahanan bisa mencapai setengah tahun dengan konsekuensi rasa yang berubah dari awal.
 
(Baca juga: Hamish Daud Gemar Makan Sambal Petai di Warteg)
 
"Kalau untuk pembeli dari Surabaya, beli secukupnya saja (karena masih bisa ke sini). Tapi jika terpaksa, misalnya dari Belanda, bisa disimpan di kulkas agak lama," ujar wanita yang membuka usaha tersebut sejak tahun 2000.
 
Dalam sehari, pesanan sambal bisa mencapai 300-400 kilogram. Dengan permintaan sebanyak itu, Lanny mengaku tak bisa mempertahankan kebiasaannya mengulek sendiri cabai-cabai tersebut. Ia pun mulai menggunakan mesin untuk membantunya memenuhi target permintaan konsumen. Selain itu, cara memasaknya yang dahulu juga ikut memengaruhi tingkat ketahanan sambal.
 
"Kalau diulek, kematangannya hanya 50 persen, jadi kalau sudah sore (seharian) jadi bau. Sementara sambal yang sekarang dibuat dengan mesin, lebih tahan lama dan lebih halus," terangnya. 
 

 

 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(TIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif