Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2015 menyebutkan bahwa sebagian dari mereka yang menikah dini tidak menyelesaikan pendidikan SMA.
"Anak perempuan yang menikah di bawah 18 tahun enam kali lebih rentan untuk tidak menyelesaikan pendidikan menengah," ujar Fadilla Putri selaku Child Protection Officer UNICEF Indonesia dalam Lokakarya Membangun Mekanisme Pemantauan dan Pelaporan Pelaksanaan Konvensi Hak Anak PBB, Selasa (7/2/2017).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sekitar 40 persen dari wanita yang menikah pada usia 20-24 tahun menamatkan pendidikan Sekolah Dasar, sementara 41,5 persen menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan hanya 8,83 persen yang tamat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Jenjang pendidikan tentunya memengaruhi jenis pekerjaan yang didapat kelak. Analisis tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang menikah pada usia dini lebih banyak bekerja di sektor informal (68,6 persen) dibandingkan dengan sektor formal (31,4 persen).
Selain itu, kebanyakan dari mereka bekerja di sektor pertanian (41,4 persen), disusul dengan sektor industri dan jasa sebesar 22,2 persen dan 36,3 persen. Sementara sektor jasa justru didominasi oleh mereka yang menikah setelah berusia 18 tahun, yaitu 52 persen, kemudian diikuti oleh sektor pertanian dan industri (22,6 persen dan 25,5 persen).
Kemungkinan, alasan mengapa perempuan yang menikah dini berkutat di sektor pertanian adalah tidak adanya kualifikasi pada diri untuk bekerja di bidang jasa karena tingkat pendidikan yang rendah.
Penelitian UNICEF menyebutkan, pernikahan usia dini juga tak lepas dari dampak kesehatan yang ditimbulkan. Dipaparkan, perempuan yang melahirkan pada usia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun ketika bersalin, dibanding mereka yang hamil dan bersalin pada usia 20-24 tahun.
Dari segi psikologis, UNICEF menyebutkan perkawinan pada usia anak dapat mengganggu kesehatan jiwa pada saat dihadapkan pada urusan rumah tangga karena anak belum siap memikul tanggung jawab untuk mengurusnya, khususnya pekerjaan domestik yang belum selayaknya dikerjakan oleh anak.
Sementara itu, dari sisi sosial, perkawinan pada usia anak akan menghilangkan masa-masa anak untuk mengembangkan kehidupan sosialnya, kehilangan waktu bermain, dan kehilangan momentum untuk menikmati masa kanak-kanaknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(DEV)