Awasilah lingkungan pergaulannya agar anak berada di lingkungan yang memberikan contoh perilaku yang baik. (Foto: Pexels.com)
Awasilah lingkungan pergaulannya agar anak berada di lingkungan yang memberikan contoh perilaku yang baik. (Foto: Pexels.com)

Tips Menangani Anak yang Melihat Peristiwa Kekerasan

Rona psikologi anak Wiranto Diserang
Sunnaholomi Halakrispen • 10 Oktober 2019 16:38
Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, diserang menggunakan senjata di Pandeglang, Banten. Sejumlah anak Sekolah Dasar menyaksikan langsung peristiwa kekerasan tersebut. Akan ada dampak bagi anak tersebut.
 
“Kalau kekerasan yang disaksikan sangat agresif dan brutal, anak bisa syok dan muncul perasaan takut,” ujar Jane Cindy, M.Psi, Psi., Psikolog di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya kepada Medcom.id di Jakarta.
 
Lantaran demikian, orang tua tidak boleh tinggal diam. Sebab, orang tua adalah orang yang memiliki ikatan paling kuat dengan anak dan paling bertanggung jawab atas sikap anak selanjutnya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Pertama orang tua harus mendiskusikan. Dibahas bahwa adegan kekerasan tersebut adalah hal yang tidak baik. Karena akan dapat melukai orang lain dan diri sendiri (jika mendapatkan balasan kekerasan fisik yang sama),” paparnya.
 
Jane menyatakan, hal utama yang harus dilakukan orang tua adalah menjaga perilakunya sendiri. Tindakan orang tua yang menggunakan kekerasan fisik sangat diperhatikan anak. Sebab, orang tua dinilai sebagai role model anak.
 
Tips Menangani Anak yang Melihat Peristiwa Kekerasan
(Orang tua harus memberikan bimbangan ke anak atas peristiwa kekerasan yang terjadi di depan mata. Karena orang tua adalah role model yang memberikan contoh kepada anak. Foto: Pexels.com)
 
“Lalu kita jelaskan. Jika ingin menyampaikan pendapat atau keinginan maka bisa sampaikan secara verbal, kamu bisa ngomong langsung. Tanpa perlu menyakiti orang lain dengan memukul atau tendang,” tuturnya.
 
Psikolog anak, remaja, dan keluarga Efnie Indrianie, M.Psi dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung mengatakan, ada cara yang harus diterapkan orang tua. Pastikan anak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tua.
 
"Di usia 7-12 tahun, awasilah lingkungan pergaulannya agar anak berada di lingkungan yang memberikan contoh perilaku yang baik," imbuh Efnie.
 
Sementara itu, ada risiko yang paling besar. Nantinya, rentan berpengaruh pada perkembangan emosi dan mental pada anak. Bahkan, anak bisa meniru perilaku kekerasan yang disaksikannya secara langsung.
 
"Anak-anak di usia tersebut belum bisa secara efektif memproses apa yang mereka lihat dan dengar. Ini mungkin karena sebagian fakta bahwa kekerasan kronis dapat memengaruhi bagian otak mereka," jelas Mark I. Singer, selaku profesor kesejahteraan anak dan keluarga, dari Case Western Reserve University dalam Theconversation.
 
Peristiwa tak terduga saat di masa kecil bisa terbenam dalam benak hingga dewasa. Tak menutup kemungkinan, menimbulkan trauma berkepanjangan bagi si buah hati.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(TIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif