FAMILY
Mengenal Apa Itu ‘Flip the Camera’ Challenge yang Diikuti Anak-Anak
A. Firdaus
Kamis 11 Desember 2025 / 14:09
Jakarta: Penting bagi orang tua untuk tidak mengabaikan apa yang disebut sebagai 'flip the phone challenge' atau 'flip the camera challenge' karena para ahli sepakat bahwa konsekuensi potensialnya cukup berbahaya bagi anak-anak yang menjadi sasaran tren ini, bahkan bagi anak-anak yang ikut serta.
Tren ini muncul di platform seperti TikTok, di mana anak-anak sering kali mencari cara untuk mendapatkan perhatian dengan konten yang menarik.
Orang tua perlu menyadari bahwa tren semacam ini bisa menyebar dengan cepat, dan tanpa pengawasan, dapat membawa dampak negatif yang serius pada perkembangan anak-anak.
Para ahli menekankan bahwa tren ini tidak hanya tentang kesenangan sesaat, tetapi juga tentang bagaimana media sosial dapat memengaruhi perilaku dan emosi anak-anak dalam jangka panjang.
Pada dasarnya, sekelompok anak meminta seseorang untuk merekam mereka menari untuk TikTok. Namun, pada detik terakhir, mereka membalik sudut pandang kamera sehingga reaksi orang yang merekam terekam, dan dibagikan di media sosial.
Hal ini mungkin terdengar tidak berbahaya, tetapi orang yang diminta untuk merekam biasanya adalah seseorang yang kesulitan beradaptasi atau memiliki tantangan belajar atau sosial.
Orang-orang seperti ini sering kali mudah percaya dan ingin membantu, sehingga mereka tidak curiga bahwa ada niat buruk di balik permintaan itu.
Flip the phone challenge pada dasarnya memuliakan perundungan, dengan situasi menjadi lebih menyedihkan saat komentar-komentar jahat berdatangan dari pengguna. Komentar-komentar itu bisa berupa ejekan atau hinaan yang membuat korban merasa malu dan terisolasi, bahkan setelah video itu hilang dari layar.
Seperti yang dapat dilihat, orang tua perlu tahu bahwa hal ini terjadi dan bagaimana berbicara dengan anak-anak tentang hal ini. Prosesnya dimulai dengan pendekatan yang tampak ramah, seperti meminta bantuan untuk merekam tarian.
Kemudian, tanpa peringatan, kamera dibalik untuk menangkap ekspresi kaget atau malu dari orang yang merekam. Video itu kemudian diunggah dan disebarkan, sering kali dengan komentar yang menghina.
Hal ini membuat tren ini terlihat seperti lelucon, tetapi sebenarnya itu bentuk penipuan dan eksploitasi yang dapat melukai perasaan orang lain. Misalnya, korban mungkin merasa dipermalukan di depan teman-teman atau keluarga, dan dampaknya bisa bertahan lama, seperti kehilangan kepercayaan diri.
Anak-anak yang ikut serta mungkin tidak sadar bahwa tindakan mereka bisa menyakiti seseorang secara serius, sehingga penting untuk mengajari mereka tentang empati sejak dini.
Dengan memahami tren ini, orang tua bisa membantu anak-anak menghindari jebakan seperti ini dan memilih cara yang lebih positif untuk bersenang-senang di media sosial.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Tren ini muncul di platform seperti TikTok, di mana anak-anak sering kali mencari cara untuk mendapatkan perhatian dengan konten yang menarik.
Orang tua perlu menyadari bahwa tren semacam ini bisa menyebar dengan cepat, dan tanpa pengawasan, dapat membawa dampak negatif yang serius pada perkembangan anak-anak.
Para ahli menekankan bahwa tren ini tidak hanya tentang kesenangan sesaat, tetapi juga tentang bagaimana media sosial dapat memengaruhi perilaku dan emosi anak-anak dalam jangka panjang.
Bagaimana cara kerja ‘flip the phone challenge’?
Pada dasarnya, sekelompok anak meminta seseorang untuk merekam mereka menari untuk TikTok. Namun, pada detik terakhir, mereka membalik sudut pandang kamera sehingga reaksi orang yang merekam terekam, dan dibagikan di media sosial.
Hal ini mungkin terdengar tidak berbahaya, tetapi orang yang diminta untuk merekam biasanya adalah seseorang yang kesulitan beradaptasi atau memiliki tantangan belajar atau sosial.
Orang-orang seperti ini sering kali mudah percaya dan ingin membantu, sehingga mereka tidak curiga bahwa ada niat buruk di balik permintaan itu.
Flip the phone challenge pada dasarnya memuliakan perundungan, dengan situasi menjadi lebih menyedihkan saat komentar-komentar jahat berdatangan dari pengguna. Komentar-komentar itu bisa berupa ejekan atau hinaan yang membuat korban merasa malu dan terisolasi, bahkan setelah video itu hilang dari layar.
Seperti yang dapat dilihat, orang tua perlu tahu bahwa hal ini terjadi dan bagaimana berbicara dengan anak-anak tentang hal ini. Prosesnya dimulai dengan pendekatan yang tampak ramah, seperti meminta bantuan untuk merekam tarian.
Kemudian, tanpa peringatan, kamera dibalik untuk menangkap ekspresi kaget atau malu dari orang yang merekam. Video itu kemudian diunggah dan disebarkan, sering kali dengan komentar yang menghina.
Hal ini membuat tren ini terlihat seperti lelucon, tetapi sebenarnya itu bentuk penipuan dan eksploitasi yang dapat melukai perasaan orang lain. Misalnya, korban mungkin merasa dipermalukan di depan teman-teman atau keluarga, dan dampaknya bisa bertahan lama, seperti kehilangan kepercayaan diri.
Anak-anak yang ikut serta mungkin tidak sadar bahwa tindakan mereka bisa menyakiti seseorang secara serius, sehingga penting untuk mengajari mereka tentang empati sejak dini.
Dengan memahami tren ini, orang tua bisa membantu anak-anak menghindari jebakan seperti ini dan memilih cara yang lebih positif untuk bersenang-senang di media sosial.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)