Psikolog Klinis Dewasa, Yulius Steven, M.Psi., Psikolog, dari Sahabat Karib menjelaskan bahwa, ini terjadi karena kedua belah pihak merebutkan hal yang sama. Sehingga konflik pun jadi muncul.
Potensi konflik pun akan semakin meningkat ketika mertua dan menantu berada dalam rumah yang sama. Satu rumah baiknya dijalankan oleh satu keluarga saja.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Penelitian-penelitian menunjukkan yang tidak akur itu yang memiliki jenis kelamin yang sama, misal ibu mertua dengan menantu perempuan atau ayah mertua dengan menantu laki-laki. Kebanyakan yang terjadi karena berada dalam satu rumah," ujar Yulius saat dihubungi Medcom.id.
"Karena idealnya satu rumah dihuni oleh satu keluarga. Satu kepala keluarga, satu kepala rumah tangga dan anak. Suami itu kepala keluarga, istri itu kepala rumah tangga dan anak," jelasnya.
Berebut posisi dan peran
Ketika rumah tersebut memiliki lebih dari satu keluarga maka anggota yang ada akan menjalankan dua peran. Alhasil, mereka pun secara sadar atau tidak sadar ingin merebut posisi kepala dan peran sebagai kepala keluarga atau kepala rumah tangga tersebut."Kalau lebih dari satu keluarga, misal anak tinggal dengan orang tua, anak ini jadi punya peran double yaitu jadi anak dan kepala keluarga. Konflik terjadi karena ada perebutan posisi dan peran," jelasnya.
Perbedaan generasi
Orang tua dan anak berada dalam generasi yang berbeda. Oleh karena itu, cara pandangnya pun akan berbeda. Hal ini bisa menimbulkan konflik."Kedua karena ada generation gap. Yang satu sudah masuk ke usia dewasa tingkat lebih lanjut dan satu lagi dewasa muda. Ini otomatis terjadi perbedaan pola pikir. Misal pandangan cara asuh anak sang mertua dan menantu berbeda," katanya.
Sulit berdaptasi dan berkomunikasi
Adapatsi dan komunikasi yang baik akan mempermudah seseorang masuk ke dalam lingkungan apa pun."Bagaimana menantu betadaptasi dengan mertuanya. Kalau menantu tidak bisa beradaptasi dan berkomunikasi dengan mertua, itu akan terjadi konflik," paparnya.
Munculnya perasaan cemburu
Dalam menyatukan dua keluarga dibutuhkan penengah yang bijaksana. Bila penengah tersebut gagal mempertemukan kebutuhan dua belah pihak maka kecemburuan bisa timbul."Si anak tidak bisa menjadi penengah antara mertua dan menantu. Itu akan otomatis membuat kecemburuan semakin tinggi. Pemikiran tidak sadarnya, Ibarat anaknya sudah diasuh sedemikian rupa namun diambil sama orang lain. Akan ada kompetisi perhatian. Perhatian mungkin cenderung berat ke salah satu," ungkapnya.
Itulah alasan mertua dan menantu sering kali tidak bisa harmonis. Namun dengan sikap yang bijaksana, mudah-mudahan konflik bisa direduksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)