Koleksi batu-batu cincin yang tersimpan dalam lemari itu milik Muhammad Yamin Pahlevi.
Penggagas komunitas pecinta batu akik itu dengan gamblang menjelaskan keunikan, kelebihan, dan bahkan perkembangan batu akik di Indonesia.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pria yang mengaku tertarik dengan batu akik itu banyak menghabiskan waktunya di pasar batu Rawa Bening, Jatinegara. Di sanalah ia bertemu dengan para pecinta batu akik lainnya.
“Sambil ngobrol di kafe atau bertemu di pusat batu akik di Rawa Bening, kami sering bertukar pikiran dan membicarakan batu akik,“ ucap pria yang memiliki koleksi lebih dari 300 batu akik.
Karena asyik bertukar pikiran, Yamin pada 2008 mengusulkan dibentuknya komunitas pecinta batu akik. Gayung bersambut, sekitar 30 pecinta batu pun bergabung. Tidak hanya itu, mereka kerap mengikuti lomba dan pameran yang berlangsung di Indonesia. Di tambah lagi, kebiasaan mereka barter dan transaksi batu akik.
“Secara ekonomi dapat menguntungkan,“ katanya.
Enam tahun terakhir perkembangan pasar batu akik kian meningkat. Bila dulu pusat batu akik hanya di Rawa Bening, kini sudah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Bahkan penjualan batu akik merambah pusat-pusat perbelanjaan.
Berbagai komunitas pun menjamur. Pecinta batu akik mencapai jutaan orang. Tidak terbatas di kalangan orangtua semata, tapi melanda anak muda.
Bahkan sejumlah kompetisi tingkat nasional pun diselengarakan. Seperti The 2nd Indonesian Gemstone Competition and Exhibition di Mangga Dua Square, Jakata, pada 17-21 September.
Dalam waktu dekat, akan digelar batu akik tingkat inter nasional dengan mengundang peserta dari mancanegara. Kualitas Tren batu akik kian meningkat. Namun, Yamin mengaku tidak mengikuti tren. Ia sudah menyukai batu tersebut lama sebelum tren saat ini.
“Saya sudah suka dan senang batu akik sejak masih menjadi siswa sekolah menengah atas di Jakarta,“ kenang Yamin.
Karena sudah lama berkecimpung di dunia batu akik, Yamin mengaku sudah bisa membedakan kualitas sebuah batu. Baik itu batu akik standar, hingga batu akik aspal atau `asli tapi palsu'. Setiap batu, kata Yamin, memiliki keindahan dan keunikan corak.
Salah satu cara ampuh mengetahui batu asli ialah menggosokkan batu ke layar ponsel. Bila asli, batu akan bereaksi pada layarnya. Cara lain ialah membawanya ke laboratium untuk diteliti guna memeriksa warnanya.
Penelitian itu dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan mineral dalam batu. Kemudian dilanjutkan dengan memeriksa tingkat pantul cahaya (refraksi indeks) pada batu dan berat jenis batu.
Setelah mendapatkan semua ukuran melalui angka-angka yang muncul, gemolog akan membawa batu ke bawah mikroskop untuk mengklarifikasi jenis batu secara lebih detail.
“Setelah semua proses itu selesai, laboratorium akan mengeluarkan sertifikat,“ kata Yamin. Perlu diketahui lembar sertifikat itu turut dapat menambah nilai harga batu akik.
Meski begitu, Yamin mengaku tidak sedikit pecinta dan kolektor batu akik menghubungkannya dengan dunia metafisik dan magis. Mereka yakin batu akik dengan ciri khas berdampak positif bagi pemiliknya. Seperti memberikan kharisma, kesehatan, dan keuntungan.
“Sebagai kolektor, saya jelas murni hanya mempertimbangkan segi keindahan batu akik, tidak lebih dari itu,“ paparnya.
Dia menegaskan batu akik tak semata keindahannya yang menjadi daya tarik. Batu akik sebagai sumber alam yang terdapat di sejumlah wilayah di Tanah Air juga memiliki nilai ekonomi tinggi.
“Untuk batu akik yang berkualitas seperti Bacan (Chrysocolla chalcedony) dari Ternate dan Permata Hijau dari Garut (Jawa Barat) harganya lumayan mahal,“ jelas Yamin. (Media Indonesia/M-5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIT)
