"Siapa pendirinya?" tanya Kiai Hasyim kepada salah satu santrinya.
"Ahmad Dahlan."
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Bagaimana ciri-cirinya?" Hadaratus syaikh kembali bertanya.
Santri itu pun menggambarkan dengan rinci sosok KH Ahmad Dahlan. Setelah dianggap cukup, Kiai Hasyim tampak gembira, katanya, "Muhammadiyah organisasi yang baik. Sebab, didirikan oleh orang yang sangat baik."
Penggalan babak ini diceritakan banyak sumber. Termasuk, disebut ulang oleh cucu KH Hasyim Asyari sendiri, Abdurrahman 'Gus Dur' Wahid dalam Abdurrahman Wahid Selama Era Lengser: Kumpulan Kolom dan Artikel (2002).
Di sela percakapan itu, Gus Dur menuliskan bahwa kakeknya sempat pula menanyakan latar belakang pendidikan Ahmad Dahlan. Hasyim penasaran, apakah nama yang disebut itu adalah sahabatnya yang pernah sama-sama nyantri di pesantren Syekh Sholeh Darat, Semarang.
Ibarat dua sungai besar, muara dari kedua tokoh besar itu mengarah pada seorang guru mulia bernama lengkap Muhammad Sholih bin Umar Al-Samarani, juga mufti asal Indonesia di Tanah Suci, Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi.
Baca: 5 Ulama Indonesia yang Mendunia
Saling puji
Satu dekade setelah Ahmad Dahlan membentuk Muhammadiyah pada 18 November 1912, langkah serupa diikuti Hasyim Asy'ari dengan mendirikan Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926.
Kedua tokoh itu bukan orang lain. Pernah berguru pada beberapa ulama yang sama, juga memiliki garis keturunan yang saling temu, tepatnya pada nama Sunan Giri, salah satu anggota dewan dakwah Walisongo penyebar Islam di Tanah Jawa.
Haydar Musyafa dalam Dahlan: Novel Biografi Ahmad Dahlan (2017), menggambarkan sebabak pertemuan Hasyim dan Dahlan ketika sama-sama berguru kepada Syekh Ahmad Khatib di Mekkah. Banyak yang menyangka, kedua sosok ini adalah saudara dekat.
Haydar menceritakan, usia Dahlan yang tujuh tahun lebih tua disapa Hasyim dengan sebutan 'Kang Darwis', merujuk nama asli Muhammad Darwis. Sebaliknya, Dahlan menyapa akrab sahabatnya itu dengan panggilan 'Dimas' atau 'Dik'. Tak jarang, keduanya saling memuji.
"Dik Hasyim pemuda yang sangat cerdas. Semangatnya mendalami ilmu-ilmu Islam membuatku terkagum-kagum. Semakin hari aku semakin akrab bergaul dengannya. Kami berdua sering mendiskusikan banyak hal, baik yang ada kaitannya dengan ilmu-ilmu agama yang kami dapatkan dari Syekh Ahmad Khatib maupun masalah-masalah umat Islam di Tanah Air," ucap Kiai Ahmad Dahlan, sebagaimana digambarkan Haydar.
Pertemuan hangat ini, diceritakan pula dalam sumber lain. Sebut saja Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi (1991), atau seperti yang ditulis Depot Pengajaran Muhammadiyah dalam KH Ahmad Dahlan, Tjita-Tjita dan Perdjoeangannja (1962).
Berbagi amanat
Sama cerdas, sama mulia. Dahlan dan Hasyim sesekali bertemu, sesekali pula berpencar kelana. Termasuk, pandangan keduanya perihal beragama. Syekh Dahlan yang modern, serta Kiai Hasyim yang berbasis pesantren kerap menuntut keduanya bersimpang jalan dakwah yang berbeda.
Dalam Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Politik Muslim Dalam Sejarah Indonesia (2012), Jajat Burhanudin memasukkan gaya Dahlan dan Hasyim sebagai ciri khas dari murid-murid Syekh Ahmad Khatib. Sudah amat masyhur, Syekh Khatib cenderung memiliki murid yang terbagi ke dalam garis pemikiran dan orientasi Islam yang berbeda.
"Dua ulama ini, meski belajar dengan Ahmad Khatib, mewakili dua model Islam yang masing-masing dikenal sebagai tradisionalis dan reformis," tulis Jajat.
Hasyim Asy'ari memiliki genealogi intelektual sampai pada Nawawi Banten dan Khalil Bangkalan, sementara Ahmad Dahlan pada Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha di Kairo, Mesir.
"Tidak seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy'ari tidak mempunyai ketertarikan untuk belajar di Kairo. Dia malah semakin melekat dengan ranah intelektual keluarga ulamanya di Jawa Timur," tulis Jajat.
Dengan keilmuan yang mumpuni, keduanya memiliki cita-cita serupa, yakni membangun Indonesia dan menyelamatkan rakyat dari kebodohan dan penindasan.
Cita-cita itu, kian mewujud melalui kebesaran Muhammadiyah dan NU melalui sumbangsihnya yang tiada tara; untuk Indonesia.
Baca: Teladan Islam Kebangsaan NU-Muhammadiyah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SBH)
