Jam istiwak terletak di selatan halaman Masjid Agung Solo. Menurut keterangan takmir Masjid Agung Solo, Muhammad Muhtaram, jam istiwak mulai dibuat sejak 1749.
”Pada masa itu belum ada jam digital yang dapat menunjukkan waktu. Maka, untuk melihat waktu salat, orang-orang zaman dahulu menggunakan jam ini,” ujarnya, ditemui, Minggu (21/6/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Jam istiwak dalam bahasa Jawa disebut juga jam bencet. Letaknya di atas tugu setinggi 150 centimeter dengan tulisan Jawa yang menunjukkan tahun berdirinya.
Ada dua buah benda yang digunakan sebagai penunjuk waktu. Salah satunya adalah lempengan busur yang pemukaan dalamnya terdapat angka-angka yang menunjukkan waktu. Pada bagian atas terdapat sebuah jarum.
Sinar matahari yang mengenai jarum tersebut akan menciptakan bayangan yang jatuh tepat di salah satu angka. Melalui posisi matahari jam ini bekerja. Ketika matahari tepat di atas kepala misalnya, bayangan jarum tersebut akan jatuh di angka 12.
Benda lainnya berupa tiang kecil berwarna silver. Sama dengan jarum, tiang ini juga menciptakan bayangan ketika terkena sinar matahari. ”Ketika matahari berada di atas kepala, maka bayangan tiang ini tegak lurus,” jelas Abu Bashir, sekertaris Masjid Agung Solo.
Karena mengandalkan sinar matahari, jam ini tidak dapat berfungsi maksimal ketika cuaca mendung. Salah seorang pengunjung Masjid Agung Solo, Faradila, 23, mengatakan takjub dengan pemikiran orang-orang zaman dahulu yang terwujudkan dalam jam istiwak ini.
”Menemukan bayangan yang jatuh dan membentuk lempengan busur bertuliskan angka-angka hingga menujukkan waktu. Ini sebuah tanda kecerdasan orang-orang pada masa itu,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (UWA)
