Kaligrafi bangunan cukup unik. Mulai dari gapura utama, kuncungan di depan serambi, soko guru, hingga kusen-kusen jendela. Al Wustho nama masjid itu. Menurut salah seorang pengurus, M. Fathoni, nama itu pertamakali dilekatkan Penghulu Mangkunegaran, KH Imam Rosidi pada 1949.
Al Wustho berarti tengahan, merujuk ukuran fisik bangunan yang tidak segede Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta dan tidak sekecil Masjid Kepatihan di Kepatihan. Masjid Al Wustho merupakan satu dari tiga masjid tertua di Kota Surakarta. Pembangunannya diprakarsai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro I yang dikenal dengan nama Pangeran Sambernyowo tahun 1757.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Keberadaan masjid merupakan lambang panatagama atau kepemimpinan yang arif bijaksana. Semula masjid berada di wilayah Kauman, Pasar Legi. Baru pada 1830 di era pemerintahan KGPAA Mangkunegoro II dipindahkan ke lokasinya sekarang agar lebih dekat Pura Mangkunegaran.
Keelokan arsitektur dan muatan sejarah yang dikandungnya membuat Masjid Al Wustho tidak pernahsepi. Saat Ramadan kali ini, masjid dikunjungi sejumlah warga. Saat Media Indonesia bertandang ke sana belum lama ini, sejumlah warga terlihat beristirahat di serambi masjid. Ada yang duduk-duduk sembari menikmati semilir angin. Ada pula yang mengisi waktu dengan membaca Alquran.
Amin, warga sekitar masjid, menuturkan selama Ramadan Al Wustho nyaris tidak pernah sepi pengunjung. Tidak hanya pagi, siang dan sore menjelang berbuka, tetapi juga pada saat jam makan sahur. “Mesjid ini menjadi tempat santap sahur bersama para penarik becak,” kata Amin.
Arsitektur masjid dirancang Thomas Karsten. Itulah mengapa bangunan masjid memiliki nuansa Eropa. Pemugaran sekaligus pemekaran bangunan masjid dilakukan besar-besaran pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegoro VII yang memerintah antara 1916-1944. Termasuk membangun gapura utama yang berhiaskan kaligrafi dan pagar tembok berbentuk daun itu.
Pada masa pemerintahan Belanda, Al Wustho tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah salat bagi rakyat dan punggawa Pura Mangkunegaran. Masjid juga menjadi tempat mengatur strategi perang melawan Belanda dan memberikan pengarahan kepada para punggawa.
Al Wustho berada di atas kompleks seluas 4.200 meter persegi. Al Wustho memiliki bangunan khusus yang mungkin tidak terdapat pada masjid-masjid lain, yakni sebuah bangunan berbentuk bundar menyerupai menara kecil. Bangunan itu disebut maligin dan dibangun atas prakarsa KGPAA Mangkunegoro V. Fungsinya sebagai tempat khitan bagi putra kerabat Mangkunegaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (DOR)
