Berita tentang informasi Ramadan 2024 terkini dan terlengkap

Umpak Songo/MI/Khoirul Hamdani.
Umpak Songo/MI/Khoirul Hamdani.

Umpak Songo, Simbol Kerukunan Islam-Hindu

Khoirul Hamdani • 03 Juli 2014 15:11
medcom.id, Banyuwangi: Batu-batu pondasi berukuran sedang hingga besar yang berlubang di tengah tersusun membentuk formasi sebuah pondasi bangunan. Deretan batu fondasi, yang oleh orang Jawa disebut umpak, itu masih rapih ditemui di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Banyuwangi, Jawa Timur. Ada pula anak-anak tangga dari batu bata ukuran besar mengelilingi tanah gundukan.
 
Itulah kawasan Umpak Songo. Diduga, kompleks itu dahulunya merupakan bangunan utama Kerajaan Blambangan era terakhir. Umpak Songo berinilai sejarah penting karena jadi simbol kerukunan antara umat Islam-Hindu. Kedua umat sama-sama merasa memilikinya tanpa konflik.
 
Pertamakali ditemukan pada 1916, hingga sekarang baik umat Islam atau Hindu tidak pernah mengklaim Umpak Songo milik mereka. Untuk saling menghormati, keduanya menyebut Umpak Songo sebagai peninggalan sejarah yang harus dijaga.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Di tiap batu bata-batu bata besar terdapat guratan-guratan tulisan tangan. Diduga itu aksara Jawa kuno yang bisa ditemui di prasasti. Adapula guratan menyerupai hewan, seperti burung pelikan. Situs ini baru bernama setelah 12 tahun ditemukan Mbah Nadi Gede, pendatang asal Bantul, Yogyakarta.
 
Penjaga situs, Soiman, menjelaskan Umpak Songo bukan hanya tempat bersejarah tapi menjadi juga lokasi wisata religi dua umat beragama: Islam dan Hindu. Peziarah, baik dari Islam maupun Hindu kerap berjumpa melakukan upacara keagamaan tanpa merasa terganggu satu oleh yang lainnya.
Apabila warga Hindu bersembahyang di bagian timur, peziarah dari kalangan Islam mengambil tempat di sebelah Barat. Kerukunan yang indah biasanya berlanjut seusai melakukan peribadatan. Menurut Soiman, tak jarang kedua umat berbeda agama itu bertukar makanan sembari mengobrol tentang asal usul. "Atau bahkan bertukar wawasan," jelas Soiman awal pekan ini.
 
Kebanyakan, peziarah Hindu datang dari Bali dan sekitarnya. Mereka datang terutama saat Hari Raya Kuningan. Sedangkan peziarah Islam banyak dari luar Banyuwangi, seperti Jakarta, Surabaya, Gresik, dan Lamongan. "Kerukunan terjalin secara alamiah dan berlangsung hingga kini," kata dia.
 
Di saat bulan Ramadan, jelas Soiman, peziarah Hindu biasanya akan "mengalah" kepada saudara muslim. Mereka memberikan ruang atau kesempatan terlebih dahulu. Sebaliknya, apabila Hari Raya
 
Kuningan giliran peziarah muslim mengalah. Tanpa aturan tertulis toleransi mengalir terjalin mesra.
 
"Saya tidak setuju jika Umpak Songo diklaim milik satu agama tertentu. Ini adalah peninggalan sejarah, siapapun umat agama apapun boleh ke sini. Saya kerap terharu melihat kerukunan peziarah Hindu dan Islam yang datang ke sini. Umpak Songo menjadi pemersatu tanpa menghapus perbedaan, itu yang terpenting," urai kakek lima cucu ini.
 
Sejarah Kerajaan Blambangan tidak lepas dari pengaruh Islam dan Hindu. Di Kerajaan Blambangan di Muncar pernah tinggal seorang Wali Allah Syekh Maulana Ishaq bersama istrinya, Putri Sekardadu, putri Kerajaan Blambangan. "Putri Sekardadu adalah ibu kandung dari Raden Paku atau lebih dikenal sebagai Sunan Giri," jelas Soiman.
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(DOR)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif