Berita tentang informasi Ramadan 2024 terkini dan terlengkap

 Di malam 17 Ramadan, santri dan santriwati pondok Baitul Mustofa mengaji dalam kegelapan di tanah lapang, Minggu, 11Juni 2017 malam/Metrotvnews/Pytag Kurniati
Di malam 17 Ramadan, santri dan santriwati pondok Baitul Mustofa mengaji dalam kegelapan di tanah lapang, Minggu, 11Juni 2017 malam/Metrotvnews/Pytag Kurniati

Meresapi Cahaya Alquran

Pythag Kurniati • 12 Juni 2017 16:22
medcom.id, Solo: Lantunan suara anak-anak mengaji terdengar dari tanah lapang nan luas. Pendar cahaya lampu petromaks menerangi mereka dalam gelapnya malam.
 
Puluhan santri Madrasah Ibtidaiyah Baitul Mustofa, Mojosongo, Jebres, Solo, Jawa Tengah meresapi makna turunnya Alquran tepat di malam Nuzulul Quran. Mereka, membaca ayat suci di malam ke 17 Ramadan itu hanya dengan mengandalkan cahaya senthir.
 
"Kami memang memilih lokasi tanah lapang di sekitar pondok. Saat mengaji, anak-anak akan menyadari betapa kecilnya manusia di tengah alam semesta," kata pimpinan pondok Baitul Mustofa, Singgih Subiarso, Minggu, 11 Juni 2017 malam.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Alquran, lanjut dia, diturunkan ke bumi sebagai jalan terang bagi umat manusia. "Manusia berada dalam kegelapan jika Alquran tidak turun sebagai petunjuk dan pedoman," imbuhnya.
 
Itulah sebabnya, anak-anak melakukan tadarus dalam kegelapan. "Kita sangat butuh cahayaNya untuk melihat, sangat butuh Alquran. Tidak bisa sombong, tidak bisa tinggi hati," kata Singgih.
 
Mengaji di tengah kegelapan juga sekaligus menyusuri kembali jejak pesantren ketika pertama didirikan 12 tahun lalu. Saat itu masyarakat sekitar masih belum mengenal betul mengenai Islam.
 
Saat itu pula, kawasan sekitar pesantren masih didominasi tanah lapang dan kebun. "Belum banyak lampu dan perkampungan seperti saat ini. Masih gelap," jelasnya.
 
Tradisi tadarus dan zikir bersama ini telah digelar lima tahun berturut-turut. Kegiatan dibuka dengan penampilan seni hadrah yang dipentaskan di sore harinya.
 
Setelah azan Magrib bekumandang, kegiatan dilanjut dengan berbuka puasa bersama. Hidangan disantap dengan menggunakan tangan ini biasa disebut kembulan. "Kembulan mengingatkan santri untuk saling menghargai, menghormati, menjaga persatuan dan kesatuan. Nilai itu juga diajarkan Islam," kata Singgih.
 
Selain bertadarus dan berzikir, santri-santri juga memanjatkan doa untuk Indonesia. "Kondisi Republik ini masih memprihatinkan. Mereka berdoa, agar Indonesia dengan penuh keragaman ini bisa tetap bersatu dan tidak terpecah-belah," tutup dia.
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(SBH)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif