Seperti di Indonesia, puasa di mulai pada Kamis, 18 Juni. Di bulan yang suci ini warga Muslim di Amerika juga aktif beribadah di masjid-masjid bersama sesama umat yang berasal dari berbagai belahan dunia.
Mereka juga mengikuti berbagai kegiatan bersama selama bulan Ramadan. Hal tersebut dianggap sebagai cermin kebersamaan dan keragaman komunitas Muslim di berbagai tempat di AS.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Salah satu yang aktif di bulan Ramadan adalah Ansaf Karim. Lahir dari orangtua asal Pakistan dan dibesarkan di Portland, Oregon. Mahasiswa tahun ke-empat di Universitas Stanford, California, itu aktif dalam kegiatan Muslim Student Awareness Network atau Jaringan Kesadaran Mahasiswa Muslim. Dia juga menjadi ketua mahasiswa tahun keempat di universitas bergengsi itu.
"Kini saya menyadari bahwa bulan suci ketika remaja tidak berarti banyak baginya kecuali menjadi alasan untuk bergaul dan berkumpul dengan teman-teman sebaya di masjid," ujar Ansaf dalam situs Kemenlu AS, seperi dikutip VOA Indonesia, Sabtu (20/6/2015).
Meskipun dia seharusnya lebih memperhatikan aspek-aspek kerohanian berbagai acara selama Ramadan, fokus Karim ketika itu adalah untuk bersenang-senang dengan berbagai kelompok teman dari berbagai latar belakang.
"Sebagai kalangan muda, mereka tidak menganggap berbagai perbedaan sebagai masalah. Mereka juga tidak peduli siapa yang berbicara dengan aksen paling kental sebagai imigran baru di Amerika," lanjutnya.
Ansaf berpendapat, meskipun dia dan kawan-kawan tidak menyadari pelajaran penting yang mereka petik, banyak orang di masjid itu kini menghargai keragaman etnis, dan itu merupakan buah persahabatan yang tanpa membedakan asal-usul itu.
Semangat kebersamaan seperti yang dialami oleh Ansaf Karim itu juga dirasakan oleh jamaah sebuah masjid di Los Angeles, California. Duaa Alwan, adalah jamaah masjid sekaligus presiden Masyarakat Islam di Orange County, California.
"Setiap hari di sini, di masjid ini, kami berbuka puasa bersama. Di sini tersedia makanan gratis. Banyak warga masyarakat sekitar diundang untuk santap bersama. Banyak teman-teman di antara tamu kami berasal dari berbagai agama lain. Mereka adalah tetangga kami," tutur Alwan.
Acara yang berkaitan dengan Ramadan ternyata banyak diadakan di Universitas Stanford. Nilai-nilai pluralistik dan toleran yang sama tercermin dalam pengalaman Ansaf Karim mengenai Ramadan. Kelompok-kelompok mahasiswa Muslim di sana menyelenggarakan acara buka puasa bersama setiap malam selama bulan Ramadan, dan acara itu dihadiri oleh mahasiswa dari seluruh penjuru dunia.
Banyak di antara para mahasiswa itu menyatakan bahwa meskipun berasal dari negara dengan budaya dan agama homogen, pengalaman hidup dalam keberagaman yang mereka dapat di Amerika telah menghilangkan persepsi negatif mereka tentang kelompok lain dan memperkuat iman mereka dalam Islam.
Meskipun sebagian aspek pengalaman Ramadan mereka merupakan hal baru dan berbeda, sebagian lainnya tetap tidak berubah. Para mahasiswa internasional menunjukkan rasa antusias dan bisa melupakan kerinduan akan tanah air mereka karena pertemuan-pertemuan komunal itu membuat mereka merasa diterima.
Buka puasa, adzan, salat dan tarawih bersama mengingatkan mereka akan kampung halaman dan negara asal mereka, dan memungkinkan mereka menghargai tradisi Islam yang telah berumur 1.400 tahun dengan cara yang baru. Mereka pun berbuka bersama dengan jenis makanan dari berbagai etnis yang terwakili, yang juga mencerminkan keberagaman komunitas itu.
Seperti dalam kegiatan mahasiswa Muslim di Universitas Stanford, Duaa Alwan, ketua Masyarakat Islam di Orange County dekat Los Angeles juga mengatakan bahwa untuk acara buka puasa, para anggota jemaahnya menyumbangkan berbagai jenis makanan etnis, yang merupakan wujud kebersamaan dan sekaligus mencerminkan keberagaman atau pluralisme.
"Ada makanan Pakistan, ada makanan India dan juga makanan Timur Tengah, Italia dan Meksiko. Ini semua benar-benar mencerminkan keberagaman komunitas kami," imbuh Alwan.
Contoh-contoh pluralisme itu juga mempengaruhi orang lain di kampus Universitas Stanford. Ketika mereka mengadakan acara tahunan Fastathon pada bulan puasa. Acara ini diikuti oleh para mahasiswa dari semua agama dan latar belakang serta ikut berpuasa sehari untuk mempromosikan kesadaran akan kemiskinan. Ketika perayaan Yom Kippur jatuh pada suatu hari dalam bulan Ramadan, mereka mengadakan acara buka puasa bersama dengan para mahasiswa Yahudi.
Tahun ini, Ansaf Karim akan berpuasa di Pakistan. Dia berharap akan berkesempatan untuk membandingkan pengalaman berpuasa di negara yang mayoritas penduduknya Muslim itu dengan pengalamannya di Amerika. Meskipun sebagian aspek pasti akan berbeda, banyak aspek lainnya diyakini sangat mirip. Hal itu mengingatkan semua Muslim akan tradisi kuat yang mereka miliki bersama.
Ansaf Karim berharap agar persatuan dan pluralisme yang terwujud dalam bulan Ramadan akan bisa dipraktekkan tidak hanya di lingkungan masjid, tetapi juga menjadi kekuatan positif di luar masjid dalam kehidupan sehari-hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (FJR)