Makan dan minum secara sengaja merupakan hal yang membatalkan puasa. Ketika mencicipi masakan, tentunya Sobat Medcom perlu memasukan sedikit makanan yang dibuat ke dalam mulut dan merasakannya dengan indra pengecap.
Lalu, apakah puasa akan dianggap batal jika seorang muslim yang sedang berpuasa mencicipi masakan? Simak penjelasannya.
Baca juga:Gibah hingga Riya, Ini 6 Hal yang Bisa Mengurangi Pahala Puasa |
Hukum Mencicipi Makanan saat Puasa
Melansir laman resmi NU Online, mencicipi masakan saat puasa tidak termasuk dari hal yang membatalkan puasa. Dengan catatan, seorang muslim hanya mencicipi rasanya saja, tidak sampai menelan.Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Penjelasan tersebut merujuk pada pendapat Imam Ibnu Abbas ra, sebagaimana dikutip oleh Syekh Badruddin al-’Aini dalam salah satu karyanya. Ia mengemukakan:
.jpg)
Artinya, “Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Tidak masalah apabila seseorang mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk pada kerongkongan, dan ia dalam keadaan berpuasa.” (Al-Aini, Umdatul Qari Syarhu Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ihya At-Turats], juz XVI, halaman 379).
Baca juga:4 Kebiasaan yang Menyebabkan Sariawan saat Kamu Berpuasa |
Ada pula pandangan yang menyebut hukum mencicipi makanan ketika berpuasa adalah makruh jika tidak ada kebutuhan tertentu seperti yang dilakukan oleh juru masak. Alasannya, mencicipi makanan bisa berpotensi membatalkan puasa.
Pendapat ini disampaikan oleh Syekh Sulaiman As-Syafi’i Al-Makki. Ia berkata:
.jpg)
Artinya, “Dimakruhkan (bagi orang berpuasa) mencicipi makanan atau selainnya, karena hal tersebut bisa berpotensi membatalkan puasa. Dan (hukum makruh) ini apabila tidak ada kebutuhan (hajat). Sedangkan juru masak, baik laki-laki maupun perempuan, maka tidak makruh baginya untuk mencicipi makanan, sebagaimana tidak dimakruhkan mengunyah (makanan) untuk anak kecil.” (Sulaiman Al-Makki, At-Tsimarul Yani’ah fir Riyadhil Badi’ah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah], halaman 157).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa mencicipi makanan tidak membatalkan puasa, selama tidak tertelan. Namun, hukumnya menjadi makruh apabila tidak ada kebutuhan, sebagaimana pendapat mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SUR)