Jemaah yang menunaikan salat id di lingkungan Pesantren Mahfilud Dluror tidak hanya warga Kabupaten Jember, juga sebagian warga Kabupaten Bondowoso, karena lokasi pesantren tersebut berada di perbatasan kedua kabupaten tersebut.
"Kami melakukan penetapan 1 Syawal 1445 Hijriah dengan metode hisab dan rukyat, namun berbeda dengan cara yang dilakukan pemerintah dan Muhammadiyah," kata Pengurus Ponpes Mahfilud Dluror, Yusuf Amir Sholeh, di Jember, Selasa.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurutnya, metode hisab dilakukan dengan mengacu pada wukuf Arofah haji dan Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada Selasa, sehingga diyakini bahwa 1 Syawal 1445 H juga di hari yang sama, yakni Selasa.
Sedangkan cara rukyat dilakukan pada 22 Syaban, namun tidak menggunakan teropong seperti yang dilakukan pihak Kemenag dengan menilai posisi hilal, karena dilakukan secara kasat mata.
Baca juga:Warga Kota Tangerang Dilarang Takbir Keliling Jalan Raya |
Dalam menetapkan awal puasa, pesantren yang diasuh oleh KH Ali Wafa tersebut berdasarkan kitab salaf Nushatul Majaalis wa Muntahobul Nafaais yang diterapkan sejak 1826 dengan sistem khumasi.
Yusuf menjelaskan tidak ada paksaan kepada warga sekitar pesantren untuk mengikuti hasil ijtihad di pesantren tersebut dan masyarakat bebas memilih dalam merayakan Lebaran 2024.
"Mereka bebas untuk mengikuti penetapan 1 Syawal 1445 Hijriah sesuai penetapan pemerintah, Muhammadiyah atau ikut metode yang dijalankan pesantren yang sudah berjalan ratusan tahun lamanya," katanya.
Pantauan di lapangan, tidak semua warga yang berada di Desa Suger Kidul melaksanakan salat id pada Selasa, karena sebagian masih menunggu penetapan pemerintah menentukan 1 Syawal 1445 H.
Sebelumnya, jemaah Ponpes Mahfilud Dluror juga mulai menjalankan ibadah puasa lebih awal, yakni pada Minggu, 10 Maret 2024, berdasarkan pada kitab Nushatul Majaalis karangan Syeh Abdurrohman As Shufuri As Syafi'i.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (MEL)