Di rumah ini Pancasila dilahirkan.  Foto: MI/Ramdani
Di rumah ini Pancasila dilahirkan. Foto: MI/Ramdani

5 Rumah Pengasingan, Jejak Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Rizkie Fauzian • 17 Agustus 2021 23:24

3. Rumah di Banda

Pulau mungil yang terletak di tengah Laut Banda tersebut menyimpan kenangan masa perjuangan Mohammad Hatta bersama Sutan Sjahrir. Rumah sederhana menjadi saksi dua pejuang kemerdekaan yang hidup dalam pengasingan.
 
Banda menjadi salah satu tempat pengasingan Bung Hatta dan Bung Sjahrir mulai 1936 hingga 1942. Mereka dipindahkan ke sana setelah sebelumnya diasingkan Belanda di Boven Digoel, Papua.
 
Setibanya di Banda pada 11 Februari 1936, keduanya dititipkan di di kediaman Mr. Iwa Koesoemasoemantri. Seminggu kemudian mereka pindah ke tempat tinggal sendiri yang disewa dari seorang perkenier (tuan tanah) bernama De Vries.
 
Di bagian tengah terdapat halaman terbuka. Di terasnya ada tujuh pasang bangku dan papan tulis. Di situlah setiap sore Bung Hatta dan Bung Sjahrir mengajarkan membaca dan menulis kepada warga sekitar.
 
Tujuh pasang meja dan bangku, serta papan tulis yang masih terbaca bekas tulisan Hatta ”Sedjarah Perdjoeangan Indonesia Setelah Soempa Pemoeda di Batavia Pada Tahun 1928”.

4. Rumah di Danau Toba

Bangunan megah di tepi Danau Toba pernah menjadi tempat pembuangan bagi Presiden Soekarno. Bila rumah pengasingan lain dijadikan museum, yang ini dikelola Pemprov Sumatera Utara sebagai tempat menginap bagi para tamu.
 
Ini pula yang nilai keaslian rumah di Parapat ini hanya tersisa di eksteriornya. Sementara bagian interiornya diisi dengan furniture baru sesuai peruntukannya sebagai penginapan. Hanya kursi rotan di lantai dua yang disebut masih asli.
 
Di rumah bergaya arsitektur Eropa ini juga sempat menjadi tempat pengasingan bagi Sjahrir dan Haji Agus Salim pada 1948. Tidak lama ketiganya diasingkan di sana, yaitu pertengahan Desember 1948 hingga akhir Januari 1949.
 
Sebelumnya selama 12 hari mereka ditempatkan di Berastagi, Karo. Setelah dari Parapat, Bung Karno bersama Sjahrir dan Haji Agus Salim dipindahkan ke Muntok di Pulau Bangka.
 
Dari balkon lantai dua tersaji pemandangan langsung ke arah Danau Toba. Ketika dibangun pada 1820 memang bangunan ini ditujukan sebagai tempat berlibur bagi keluarga mandor perkebunan teh, karet dan kopi yang Belanda kelola
 
Arsitektur bergaya klasik Eropa. Dinding dan atap dibangun menggunakan kayu jati. Halamannya yang seluas sekitar 2 hektar tertata rapi.  Hutan pinus di sekitar rumah menambah asri suasana.
 
Halaman Selanjutnya
  5. Rumah di Ende…
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan