Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa. MI/Ebet
Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa. MI/Ebet (Jaka Budi Santosa)

Jaka Budi Santosa

Jaka Budi Santosa

Korupsi Bisnis yang Bagus

Jaka Budi Santosa • 09 September 2022 05:09
UTAK-ATIK yang dicicit akun @ramydhia atau Susu Murni Nasional Moka Stan Account ini sungguh menggelitik. Dia mencoba menggambarkan betapa enaknya koruptor di negeri yang katanya menjadikan korupsi sebagai musuh besarnya ini.
 
Utak-atik itu memang sudah terbilang lama. Di Twitter, @ramydhia menyoroti vonis untuk Juliari Batubara dalam kasus korupsi bansos covid-19. Juliari menjabat menteri sosial ketika bertindak lancung.
 
Oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 23 Agustus 2021, Juliari dinyatakan terbukti bersalah melakukan rasuah menerima suap dari rekanan penyedia bansos di Kemensos. Dia dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
 
Vonis itulah yang dinilai melukai keadilan publik. Sebelumnya, ada harapan kuat, sangat kuat, dari rakyat agar Juliari dihukum maksimal. Setidaknya penjara seumur hidup. Dia korupsi ketika negara sedang krisis, sedang dilanda pagebluk, sedang dihantam bencana covid-19. Dalam UU, korupsi dalam situasi seperti itu hukumannya tak main-main, bahkan bisa hukuman mati. Namun, majelis hakim beda pandangan. Salah satu alasannya pun unik, juga menggelitik, yakni Juliari sudah di-bully habis-habisan oleh publik.
 
"Terima 32,4 M, udah dipake 15 M untuk pribadi. dihukum penjara 12 tahun. Ibaratnya lu dapet 15 M tapi bayarnya dengan dipenjara 12 tahun. Alias lu dapet 1,25 M dibayar penjara 1 tahun, alias lu dipenjara 1 bulan untuk dapetin 104 jutaan. Worth it kan? Korupsi adalah bisnis yang bagus.''
 
Begitulah @ramydhia mengekspresikan kekesalannya. Ekspresi yang sebenarnya tak seluruhnya benar. Soalnya, Juliari juga dijatuhi pidana tambahan uang pengganti Rp14.597.450.000 dan dia sudah membayarnya.
 
Namun, narasi @ramydhia juga tak sepenuhnya salah bahwa koruptor di negara ini memang enak. Tak cuma dia, saya yakin betul banyak warga +62 lain yang beranggapan serupa. Saya pun demikian.

Baca:Wamenkumham: Pembebasan Bersyarat Napi Korupsi Sesuai Aturan


Koruptor di negeri ini enak? Anggapan itu bahkan baru saja mendapatkan pembenaran pada 6 September 2022. Dalam primbon Jawa, hari itu bertepatan dengan Selasa Kliwon yang memiliki watak layaknya Aras Tuding atau Anggoro Kasih. Artinya, ia sering mendapatkan kesempatan atau keberuntungan lebih awal dalam berbagai hal.
 
Kalau kita utak-atik gathuk, hari itu memang hari keberuntungan, hari full senyum, buat koruptor. Itulah hari ketika negara menggelontorkan kebaikan hatinya kepada pelaku korupsi. Tak kurang dari 23 koruptor dinyatakan bebas lebih cepat dari kungkungan jeruji besi. Mereka bebas bersyarat.
 
Ada sejumlah koruptor tenar yang mendapatkan keberuntungan. Ada eks Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli, eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana, mantan hakim MK Patrialis Akbar, ada pula mantan Menag Suryadharma Ali. Tak ketinggalan Pinangki Sirna Malasari.
 
Dengan bebas bersyarat, mereka tentu tak perlu berada di penjara sesuai dengan vonis in kracht van gewijsde. Zumi Zola, misalnya. Dia diputus bersalah menerima gratifikasi dan memberi suap, dihukum 6 tahun penjara, dan mulai ditahan pada April 2018. Jika menjalani hukuman penuh, ia semestinya baru bebas pada 2024.
 
Kisah Pinangki lebih menggelitik lagi. Terlalu banyak kiranya kebaikan hati dari penegak hukum buat bekas penegak hukum itu. Kebaikan pertama ialah, oleh koleganya sesama jaksa, dia hanya dituntut 4 tahun penjara dalam kasus suap dari terpidana Djoko Tjandra, pencucian uang, dan pemufakatan jahat terkait dengan perkara pengurusan fatwa di MA.
 
Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Pinangki divonis 10 tahun. Namun, di tingkat banding, hukumannya dibabat menjadi 4 tahun saja. Itulah kebaikan hati kedua. Kebaikan berikutnya datang tatkala jaksa tak mengajukan kasasi.
 
Belum cukup, Pinangki rutin memperoleh remisi dan puncaknya, dia dapat pembebasan bersyarat. Kalau dihitung-hitung, Pinangki yang hanya divonis 4 tahun hidup di sel cuma sekitar 2 tahun. Bahkan, dia baru setahun dieksekusi ke LP pada 2 Agustus 2021. Enak sekali, bukan?
 
Obral remisi dan pembebasan bersyarat hanya sebagian dari berderet kebaikan negara buat koruptor. Masih banyak kebaikan yang lain, mulai ringannya tuntutan dan vonis hingga perlakuan istimewa di penjara.
 
Untuk tuntutan dan vonis, bolehlah kita meminjam data ICW. Disebutkan, sepanjang 2021, rata-rata tuntutan untuk terdakwa kasus korupsi hanya 4 tahun 5 bulan penjara. Lalu, rata-rata vonis cuma 3 tahun 5 bulan penjara.
 
Untuk hukuman, fakta tak terbantahkan bahwa sejak ditinggalkan Artidjo Alkostar, MA gemar mendiskon vonis koruptor lewat baik kasasi maupun peninjauan kembali. Lalu, soal perlakuan istimewa di penjara, kerap kali terungkap koruptor menikmati sel mewah.
 
Begitulah kisah manis para koruptor di negeri ini. Sebagai pelaku kejahatan luar biasa, mereka terus dimanja, diperlakukan istimewa.
 
Saya tahu, pesimistis bukanlah sikap yang baik. Akan tetapi, kalau perlakuan negara kepada koruptor masih seperti yang itu-itu juga, saya, kok, sulit untuk optimistis korupsi akan bisa dienyahkan.
 
Saya justru ngeri, jangan-jangan korupsi memang telah dipandang sebagai bisnis yang bagus, yang menggiurkan. Bisnis haram yang menjanjikan cuan besar dengan risiko kecil. Tidak ketahuan untung, ketangkep pun tak sial-sial amat karena hukuman tidaklah berat.
 
Atau, jangan-jangan benar kata Bung Hatta bahwa korupsi telah menjadi budaya bangsa ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar kasus korupsi narapidana napi koruptor Podium

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif