Perlindungan atas satwa komodo dilanjutkan meski pada 1920 terputus hubungan Flores dan Kesultanan Bima. Pemerintahan Otonomi Daerah Manggarai menerbitkan surat keputusan nomor 27 pada 1 Juli 1926 tentang perlindungan satwa komodo yang berlaku bagi penduduk di wilayah Manggarai. Setelah itu terbit peraturan Kerajaan Manggarai pada 21 September 1938 mengenai pelarangan berburu satwa komodo.
Buku itu menjadi bukti bahwa sejatinya rakyat Manggarai tidak pernah menolak konservasi untuk melindungi komodo. Sebaliknya, sejarah membuktikan masyarakat setempat sudah terbiasa, turun-temurun, untuk berbagi ruang dengan komodo.
Karena itu, teman saya menyarankan agar penaikan tarif itu perlu disosialisasikan secara luas dengan menekankan kepentingan konservasi. Kiranya dijelaskan pula komitmen pemerintah agar pariwisata menyejahterakan rakyat.
“Jangan sampai muncul kesan pariwisata khusus untuk orang kaya. Tidak ada tempat untuk orang miskin,” katanya. Saya menghibur teman itu. Kata saya, sudah banyak orang miskin hidup di daerah pariwisata superprioritas Labuan Bajo. Berdasarkan Perda Kabupaten Manggarai Barat Nomor 2 Tahun 2021, penduduk miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Komodo yang menjadi pusat pariwisata superprioritas dan Kecamatan Lembor pusat pertanian.
Pariwisata harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, kontribusi pariwisata terhadap APBD Kabupaten Manggarai Barat masih rendah. Selama ini APBD setempat ditopang oleh kontribusi dana perimbangan sebesar 72%. Pariwisata hanya menyumbang 2,71% kepada APBD 2020 atau turun dari tahun sebelumnya, sebesar 10,85% pada 2019.
Apakah dengan menaikkan tarif masuk ke TNK berdampak pada kesejahteraan rakyat setempat? Teman itu menyarankan kontribusi untuk APBD mestinya bisa lebih besar lagi dari persentase pembagian Rp15 juta itu.
Menurut dia, dari Rp15 juta itu dialokasikan untuk Balai TNK Rp2 juta, PAD provinsi dan kabupaten hanya Rp200 ribu, biaya asuransi Rp100 ribu, dana konservasi Rp7,1 juta, fee PT Flobamor yang merupakan BUMD milik Pemprov NTT Rp5.435.000, dan biaya pajak Rp165 ribu.
PT Flobamor adalah badan usaha milik daerah yang selama ini menggeluti usaha penyeberangan, tapi kini dipercaya untuk mengimplementasikan program Experimentalist Valuing Environment (EVE) yang digagas Pemprov NTT dalam pengelolaan TNK. Elok nian bila PT Flobamor mau menggandeng BUMD kabupaten setempat sebagai mitra kerja.
Kata teman saya, sebaiknya masyarakat terlibat aktif dalam mengawasi pelaksanaan konservasi di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Perlu dibentuk lembaga independen yang mengawasi konservasi, melibatkan masyarakat, gereja, dan pemda.
Ia juga menawarkan solusi agar pariwisata untuk semua. Kiranya dipertimbangkan kebebasan memilih wisatawan untuk menentukan keikutsertaannya dalam sistem keanggotaan paket wisata EVE. Wisatawan yang tidak mau berpartisipasi dalam sistem keanggotaan tersebut, terutama pelajar dan mahasiswa, tetap bisa mengakses destinasi wisata alam di seluruh kawasan TNK menyesuaikan dengan kuota pengunjung yang berlaku.