Pembukaan Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (1/12), berlangsung meriah.
Hadir Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firly Bahuri, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Tengah, Wakil Gubernur DI Yogyakarta, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, perwakilan dari Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu, hadir pula sejumlah bupati dan wali kota.
Rangkaian Hakordia, yakni pendidikan antikorupsi kepada pelajar, pemutaran film untuk pelajar, seminar pelayanan publik, talkshow, diskusi media, dan pentas seni. Rangkaian kegiatan itu melibatkan edukasi antikorupsi dari lembaga antirasuah.
Ketua KPK RI Firly Bahuri menyampaikan harapan agar para pemimpin daerah mampu menjalankan tata kelola yang baik dan benar. "KPK tidak bisa bergerak sendiri. Saya sangat berharap kepada gubernur, bupati, dan wali kota supaya melaksanakan tugas untuk memastikan setiap tahapan manajemen. Harus dipastikan tidak ada intrik-intrik atau praktik-praktik korupsi," tegasnya.
Dalam pembukaan di Gedung Negara Grahadi itu, dibacakan pula penguatan komitmen antikorupsi yang berbunyi; pertama, bersungguh-sungguh memberantas korupsi; kedua, menciptakan generasi antikorupsi; dan ketiga, membangun dan mewujudkan Indonesia Maju tanpa korupsi.
Di balik kemeriahan pembukaan Hakordia, ada sosok yang menarik perhatian, yakni Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron. Pejabat yang akrab disapa Ra Latif itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan jual-beli jabatan oleh KPK. Meski berstatus tersangka, kepala daerah yang berusia 40 tahun itu tidak ditahan.
Abdul Latif Amin Imron dicegah lembaga antirasuah untuk bepergian ke luar negeri. KPK telah mengirimkan surat permohonan pencegahan ke luar negeri itu ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM). Dia adalah adik dari almarhum Fuad Amin Imron, terpidana kasus korupsi yang juga mantan Bupati Bangkalan dua periode.
Ra Latif tampak muncul menghadiri acara Hakordia di Gedung Negara Grahadi. Bupati Bangkalan periode 2018–2023 itu tampak hadir mengenakan celana hitam yang dikombinasikan dengan kemeja batik hijau plus peci di kepala.
Pertanyaan yang sering mengemuka ialah mengapa kasus korupsi tak pernah surut dari bumi Indonesia. Jawabannya ialah kita tidak pernah konsisten menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime).
Keluarbiasaan kejahatan korupsi, kata Eddy OS Hiariej (2012), pertama, korupsi merupakan kejahatan terorganisasi yang sistematis. Kedua, modus operandi korupsi sulit dibuktikan. Ketiga, korupsi selalu berkaitan dengan kekuasaan. Keempat, korupsi ialah kejahatan yang berkaitan dengan nasib orang banyak.
Kasus korupsi sejatinya harus diperlakukan secara luar biasa. Jangan disamakan dengan kasus-kasus pidana lainnya. Sungguh keterlaluan apabila kasus korupsi divonis rendah, didiskon hukumannya, bahkan dibebaskan pada tingkat kasasi.
Sikap KPK yang tetap mengundang Abdul Latif Amin Imron pada Hakordia 2022 dengan alasan bahwa yang diundangnya dalam kapasitas sebagai bupati bukan tersangka sungguh aneh bin ajaib. Hal itu mengindikasikan bahwa lembaga pemberantasan korupsi itu tidak memiliki sense of crisis. Terlebih sebagai tersangka korupsi sang bupati tidak ditahan.
Kepekaan menyikapi kasus korupsi tak sebatas legalistik formal, tetapi memerlukan mata hati. Menurut seorang sufi Jalaluddin Rumi, mata hati punya kemampuan 70 kali lebih besar untuk melihat kebenaran daripada dua indra penglihatan. Tabik!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Ade Alawi
Dewan Redaksi Media Group