Namun, kredo 'di atas langit ada langit' rupanya berlaku di sini. Di atas negara adidaya, ada negara yang lebih digdaya. Negara itu bukan Tiongkok, bukan pula Rusia, melainkan Israel, sekutu kesayangan negeri yang dijuluki 'Paman Sam'. Israel yang dari segi mana pun kekuatannya tak seberapa ketimbang AS selalu bisa membuat negara adikuasa itu tertunduk takluk.
AS yang sekuasa itu di percaturan dunia, konon seperti singa yang menguasai rimba raya, seketika bisa menjadi kucing di hadapan Israel. Sang raja yang galak dan arogan terhadap kekuatan lain yang berpotensi menyaingi kuasa mereka tiba-tiba menjadi penurut jika negara Zionis itu sudah merajuk.
Dalam isu atau peristiwa apa pun, AS selalu tampil paling depan sebagai pembela Israel. Bahkan, ketika yang ditunjukkan Israel ialah kebiadaban dan kejahatan kemanusiaan, mereka selalu punya dalih untuk membela, bahkan memberi dukungan. Apa yang mereka tunjukkan selama tujuh bulan lebih membela kebrutalan tentara Zionis di Gaza, Palestina, ialah contoh betapa menurutnya AS kepada kehendak Israel. Sejak mula serbuan Israel ke Gaza, Oktober 2023, tak sekalipun AS berpaling dari sikap mereka mendukung Israel. Berkali-kali mereka memamerkan dukungan itu secara vulgar.Dii awal-awal konflik, AS melalui Menteri Luar Negeri Antony Blinken bahkan tak ragu membela tindakan militer Israel di Gaza. Blink mengatakan serangan Israel tersebut bukan pembalasan, melainkan langkah defensif.
Ketika Israel kian brutal, AS bergeming. Yang dibela makin biadab, yang membela bebal. Klop sudah. Pada Desember 2023, AS kembali berulah dengan malah memveto resolusi Dewan Keamanan PBB. Padahal resolusi itu meminta penerapan gencatan senjata untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan kelompok militan Hamas.
| Baca juga:Raffi Ahmad hingga Jenna Ortega, Deretan Artis Ini GaungkanAll Eyes on Rafah |
Anehnya, semakin ke sini, semakin menurut pula AS kepada Israel. Pada April lalu, gelombang protes mahasiswa dari kampus-kampus terkenal di AS yang mengecam genosida Israel di Gaza kian membesar. Maraknya aksi itu membuat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu murka sembari menuduh massa anti-semit telah mengambil alih kampus-kampus terkemuka tersebut.
Lalu, apa yang dilakukan pemerintah Joe Biden? Mereka langsung bertindak keras. Polisi kemudian menangkap lebih dari 2.000 mahasiswa dengan alasan mereka telah melakukan aksi protes dengan kekerasan. AS yang dikenal sebagaibenchmarknegara penganut demokrasi, demi urusan Israel, rupanya bisa pula bertindak layaknya negara otoriter.
Respons keras AS demi membela sekutu utamanya itu juga terlihat saat jaksa Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengajukan surat perintah penangkapan PM Netanyahu dan pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar. Keduanya dinilai ICC bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kemanusiaan yang dilakukan sejak Oktober 2023.
Jutaan orang menggaungkan ungkapan 'All eyes on Rafah' di media sosial sebagai ekspresi dan bentuk seruan untuk warga dunia agar memusatkan perhatian mereka terhadap apa yang terjadi di Rafah. Kini, semua mata tertuju ke Rafah. Tak hanya bola mata, tapi juga mata hati.
Semua yang menghargai kemanusiaan pasti akan mengutuk kebiadaban invasi Israel di Rafah. Sebaliknya, yang menyangkal dan malah membenarkan serangan itu, barangkali memang sudah tak punya lagi rasa kemanusiaan di hati mereka.

