Ilustrasi. MI/Seno
Ilustrasi. MI/Seno (Media Indonesia)

Editorial Media Indonesia

Sapu Kotor Basmi Koruptor

Media Indonesia • 03 Juli 2023 06:08
PEMBERANTASAN korupsi di Tanah Air mengalami ujian yang tak habis-habisnya. Selain karena kecanggihan praktik rasuah dan regenerasi koruptornya, kali ini yang lebih miris lagi dan memukul telak perang melawan korupsi ialah dugaan berbagai praktik lancung di internal Komisi Pemberantasan Korupsi.
 
Ibarat membersihkan lantai, maka sapunya juga harus bersih. Jika sapunya kotor, lantainya pun tidak akan bersih, bahkan lantai bisa jadi makin coreng-moreng. Analogi seperti itu bisa menggambarkan kondisi KPK saat ini. Berbagai pelanggaran etik mendera dan sejumlah dugaan praktik kotor marak di lembaga yang pernah menjadi nomor wahid di negeri ini dalam hal tingkat kepercayaan publik.
 
Praktik kotor itu di antaranya dugaan pembocoran dokumen kasus korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tindakan asusila terhadap istri tahanan KPK, dan pungutan liar sebesar Rp4 miliar di rumah tahanan lembaga tersebut. Alhasil, KPK pun jatuh pada titik nadir. Kondisi itu diperparah dengan sikap Dewan Pengawas KPK yang lembek terhadap berbagai praktik yang menjijikkan tersebut.
 
Sikap lembek yang terkesan kompromis itu terbukti dalam kasus dugaan pembocoran dokumen kasus korupsi di Kementerian ESDM. Dalam perkara itu, diduga Ketua KPK Firli Bahuri membocorkan hasil penyelidikan kasus korupsi kepada Plh Dirjen Minerba M Idris Froyoto Sihite. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan, Dewas KPK tidak menemukan bukti orang nomor satu di lembaga antirasuah itu membocorkan hasil penyelidikan yang berstatus rahasia negara tersebut. Dewas melakukan pemeriksaan setelah mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dan 16 pihak melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK yang diduga dilakukan Firli Bahuri. Padahal, Polda Metro Jaya sudah menemukan indikasi tindak pidana dalam kasus pembocoran dokumen tersebut.
 
Sebelumnya, sederet dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri lolos dari sanksi Dewas, di antaranya tidak lulusnya penyidik senior Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK dalam tes wawasan kebangsaan, juga pemberhentian Endar Priantoro. Dari sekian dugaan pelanggaran etik tersebut, Dewas KPK hanya memutus satu pelanggaran etik kepada Firli Bahuri. Itu pun sanksi yang diberikan hanya teguran tertulis, yakni dalam kasus penggunaan helikopter mewah.
 
Sikap lembek Dewas lainnya ialah putusan dalam kasus tindakan asusila yang dilakukan pegawai yang bertugas Rutan KPK terhadap istri tahanan. Putusan yang dijatuhkan hanya berupa permohonan maaf. Padahal, sang pelaku seharusnya dijatuhi tindakan pemecatan, bahkan layak dijerat pidana.
 
Demoralisasi semakin kencang melanda lembaga antirasuah dengan mencuatnya kasus seorang pegawai di bidang administrasi yang mencuri duit perjalanan dinas luar kota pada 2021-2022. Pencurian menimbulkan kerugian negara senilai Rp550 juta.
 
Fakta-fakta yang memilukan itu membuat kita kehilangan harapan kepada pimpinan KPK saat ini untuk menjaga muruah KPK di akhir masa jabatan mereka dan membuat legasi besar pemberantasan korupsi di Republik ini. Belum lagi perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK untuk setahun ke depan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi yang bernuansa politis. Aroma politis perpanjangan masa jabatan pimpinan lembaga itu dikaitkan dengan bolak-balik gelar perkara kasus Formula E yang tak jelas juntrungannya yang disebut-sebut melibatkan Anies Baswedan. Mantan Gubernur DKI itu kini menjadi bakal calon presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
 
KPK harus diselamatkan. Kini, tingkat kepercayaan publik kepada lembaga ini, menurut survei Indikator Politik pada Juni lalu, menunjukkan angka 75,6%, di bawah Kejaksaan Agung dan Polri. Tingkat kepercayaan publik kepada KPK belum pulih sejak 2020. Padahal, tahun-tahun sebelumnya hingga 2019, tingkat kepercayaan publik selalu menembus di atas 80%.
 
Presiden Joko Widodo bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undangan (perppu) untuk menguatkan lembaga yang berwenang membasmi penggarong uang negara itu. Jika Jokowi tidak mengambil langkah tersebut, publik bisa menduga kondisi memalukan di tubuh lembaga itu bagian dari upaya sistematis pelemahan sejak pemerintah merevisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Perang melawan koruptor masih panjang.
 
Perang yang memerlukan sapu yang bersih, zero politisasi, dan sang pengampu harus berani bertindak luar biasa karena pencolengan uang negara adalah kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar KPK Pemberantasan Korupsi pelanggaran etik Penegakan Hukum

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif