Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id (Mudhofir Abdullah)

Mudhofir Abdullah

Rektor IAIN Surakarta

Vaksin dan Wahyu Kreatif Tuhan

Mudhofir Abdullah • 15 April 2020 07:00
COVID-19 menurut banyak laporan belum ada vaksinnya. Laporan lain menyatakan bahwa Amerika, Tiongkok, dan Jepang telah menemukannya, Meskipun belum diujicoba. Dengan jumlah kasus yang terus bertambah, penemuan vaksin untuk melawan Covid-19 menjadi sangat penting dan ditunggu-tunggu selain upaya lockdowndari sejumlah negara untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini.
 
Perjuangan menemukan vaksin Covid-19 dapat disebut sebagai sebuah jihad.Juga para pemimpin yang peduli dan melakukan aksi-aksi besar penyelamatan rakyatnya dari serangan virus dapat dicatat sebagai khalifatullah fil ‘ardh yang berdedikasi tinggi. Jangan lupa pula, para dokter dan perawat yang sedang berjihad merawat pasien di garis depan serta risiko tertular virus ini menjadi tentara-tentara Tuhan yang sangat luar biasa.
 
Memerangi penyebaran virus ini memerlukan banyak dana. Bill Gate Foundation siap menggelontorkan dana USD 100 juta, di antaranya untuk membiayai penemuan vaksin jenis baru. Sejumlah taipan di dalam negeri juga telah menggalang dana untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini.
 
Para Kepala Negara, pimpinan perguruan tinggi, dan intelektual bisa memainkan peran sebisa mereka lakukan—sesuai bidangnya. Memerangi makhluk mikroskopik ini, yang konon akan muncul secara siklis tiap 100 tahun menuntut kerjasama dan komitmen tinggi. Apalagi, menurut Bill Gate, pandemi ini berpotensi merenggut 30 juta jiwa secara global jika usaha-usaha keras semua pihak tidak dilakukan. Inilah saatnya dunia mengesampingkan konflik-konflik, perbedaan, dan bahu-membahu melawan segala ancaman hidup kemanusiaan, baik dari makhluk makroskopik (ancaman perang nuklir) maupun makhluk mikroskopik (virus dan ideologi-ideologi radikal). Inilah momentum paling berharga untuk merenungkan pentingnya perdamaian dunia yang bebas dari ancaman apapun sesuai dengan cita-cita MDG’s (Millennium Development Goals) dan SDG’s (Sustainable Development Goals).
 
Tiga ancaman manusia
 
Ada tiga ancaman umat manusia saat ini dan masa depan, yakni: perubahan iklim, perang nuklir, dan pandemi virus. Namun saat ini, dunia tidak siap menghadapi pandemi virus meskipun telah lama siap menghadapi bencana perang.
 
Dunia patut berterima kasih pada para saintis penemu vaksin dan antibiotik berikut para penyandang dana. Mereka dalam rentangan sejarah modern telah melakukan riset serius dan menghasilkan vaksin-vaksin yang telah menyelamatkan jutaan umat manusia.
 
Sejak ditemukan pertamakali oleh Edward Jenner pada 1796, vaksin telah diakui sebagai sangat aman untuk membuat sistem imun. Perkembangan berikutnya, beragam vaksin dapat ditemukan. Pada akhir abad ke-19, Louis Pasteur seorang ahli kimia asal Prancis, mengembangkan teknologi untuk mengisolasi virus dan melemahkannya, yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin.
 
Demikianlah, vaksin cacar, pes, kolera, tuberculosis, pertusis, misleas rubella, flu, dan lain-lain ditemukan. Kesehatan dunia makin baik.
 
Tercatat untuk pertamakalinya pada 1979 dunia terbebas dari penyakit cacar. Secara susul-menyusul temuan vaksin-vaksin jenis baru dapat mengatasi wabah virus menular. Kehidupan umat manusia makin berkualitas dan human development indexyang diukur dari mutu kesehatan, mutu pendapatan, dan mutu pendidikan secara perlahan naik kelas.
 
Perlu dicatat bahwa sebelum vaksin-vaksin dan antibiotik ditemukan, kematian bayi sangat tinggi. Usia harapan hidup juga rendah.
 
Tak heran jika pada masa lampau munculnya epidemi dan pandemi berlangsung lama dan merenggut 30-60 persen populasi. Peradaban Barat dan Timur telah belajar dari kasus-kasus masa lalu, sehingga telah muncul kesadaran bersama untuk memerangi Covid-19 ini terlepas dari sekat-sekat agama, bahasa, ras, dan bangsa.
 
Wahyu kreatif Tuhan
 
Menurut Fazlur Rahman, intelektual Muslim asal Pakistan, akal adalah bagian dari wahyu kreatif Tuhan. Di dalam akal manusia ada citra ketuhanan sehingga manusia mampu memahami ayat-ayat-Nya, baik yang ada di alam semesta maupun yang ada dalam kitab suci agama-agama. Baik ayat-ayat makroskopik maupun mikroskopik.

Dalam sebuah teks, yang diduga hadis, menyebutkan “agama adalah akal. Tidaklah beragama orang yang tidak memanfaatkan akalnya”. Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan “Alqur’an berbicara melalui manusia”.


Dua pernyataan ini saya kutip untuk menyokong argumen bahwa para ilmuwan penemu vaksin dan para penemu di bidang-bidang ilmu lain untuk kesejahteraan umat manusia, pada dasarnya, digerakkan oleh letupan-letupan vulkanik spiritual dan intelektual yang berasal dari Tuhan.
 
Argumen di atas menegaskan penghargaan tinggi untuk para ilmuwan apa pun bidangnya—terlepas dari agama, ras, dan bangsa yang berbeda-beda—termasuk para penemu vaksin. Tanpa ‘wahyu kreatif Tuhan’, para ilmuwan tidak mampu berfikir jernih, tidak ada dorongan kuat, dan terobosan ekstra (semacam iluminasi) untuk menemukan sebuah ilmu.
 
Ibnu Shina, Ibnu Rusyd, Al Ghazali, Al Khawarizmi, dan lain-lain di peradaban Islam dianggap tokoh-tokoh tercerahkan yang menembus batas-batas ilmu di zamannya.
 
Kita juga mengenal James Watt, Thomas Alfa Edison, Isaac Newton, dan lain-lain yang penemuan-penemuannya terilhami oleh fenomena-fenomena alam. Isaac Newton, misalnya, menemukan teori gravitasi dari kejadian apel jatuh yang menimpa kepalanya. Jutaan orang sering melihat apel jatuh, tapi hanya Isaac Newton yang bertanya mengapa.
 
Demikian pula Galileo Galilei yang mengamati benda jatuh dari menara Eiffel. Kasus Isaac Newton dan Galileo, menurut saya, dapat menjadi contoh bagaimana ‘wahyu kreatif Tuhan’ beroperasi dalam pikiran-pikiran para saintis.
 
Kelompok kecil
 
Dari konteks pemikiran ini, sangat disayangkan ketika sains sering dipertentangkan secara apriori dengan agama atau wahyu verbatim dalam kitab-kitab suci agama. Ini, misalnya, dicontohkan oleh sejumlah kelompok keagamaan tertentu yang menolak vaksin dan imunisasi, baik di Barat maupun di Timur. Baru-baru ini, misalnya, ada kelompok yang tidak memercayai bahaya penularan Covid-19, sehingga tidak mengindahkan imbauan-imbauan pemerintah.
 
Untungnya, kelompok penentang hanyalah kelompok kecil. Kini, berkat media sosial dan globalisasi, literasi tentang virus, vaksin, dan imunisasi makin baik.
 
Terkait Covid-19, Saudi Arabia, misalnya, menutup sementara area Masjidil Haram untuk umrah dan salat. Demikian pula fatwa MUI tentang mengganti salat Jumat dengan salat dhuhur dan menganjurkan agar menunda pengajian-pengajian yang melibatkan banyak orang atau istilahnya ‘social distancing’.
 
Ini berita yang menggembirakan bahwa agama-agama yang ada di Indonesia dapat memahami anjuran pembatasan kegiatan keagamaan untuk meraih tujuan kehidupan yang lebih baik. Pembatasan ini tidak mungkin diterima seandainya dilakukan tujuh atau sepuluh tahun yang lalu.
 
Dengan demikian, akal sebagai ‘wahyu kreatif Tuhan’ bersifat universal dan dapat dimiliki oleh siapapun yang terus berusaha mencarinya. Sains, kearifan sosial, hukum-hukum alam atau sunnatullah adalah ayat-ayat Allah yang terbuka untuk dipelajari dan ditemukan oleh manusia melalui akal. Dengan cara ini, umat manusia mampu berperan sebagai khalifatullah fil ‘ard (Wakil Tuhan di muka bumi).[]
 
*Segala gagasan dan opini yang ada dalam kanal ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Medcom.ID. Redaksi menerima kiriman opini dari Anda melalui kolom@medcom.id.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar virus corona

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif