Ilustrasi: Garuda Pancasila/Foto: ANTARA-MMD Iniiative
Ilustrasi: Garuda Pancasila/Foto: ANTARA-MMD Iniiative (Syah Sabur)

Syah Sabur

Jurnalis Senior Medcom.id & Peneliti di Media Research Center (MRC)

Kontroversi Kepala BPIP dan Wartawan Pencari Durian Runtuh

Syah Sabur • 19 Februari 2020 09:30

Ulama minoritas
 
Kalau kita ikuti lebih cermat, sebelum menyatakan bahwa “Agama adalah musuh terbesar Pancasila”, sebenarnya ada penjelasan lain.
 
Yudian bercerita tentang sekelompok ulama minoritas tapi mengklaim sebagai mayoritas yang kemudian melahirkan ijtima ulama saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Menurut Yudi, ulama mayoritas umumnya berada di bawah payung besar Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, atau bernaung ke dalam MUI.

"Namun, pada kenyataannya, Pancasila sering dihadap-hadapkan dengan agama oleh orang-orang tertentu yang memiliki pemahaman sempit dan ekstrem, padahal mereka itu minoritas (yang mengklaim mayoritas)," kata Yudian.


 
Yudian juga mengemukakan, "Pancasila dan agama tidak bertentangan, bahkan saling mendukung". Artinya, menurut Yudi, kelompok agama minoritas itulah yang dianggap merongrong Pancasila, bukan kelompok agama yang lain. Tentu saja, hal ini pun masih bisa diperdebatkan.
 
Sebab, ada perbedaan ketika seseorang menyebut “semua agama” dengan “sekelompok (penganut) agama”. Jadi, tidak ada maksud Yudian menganggap semua agama sebagai musuh Pancasila.
 
Kepala Staf Presiden Moeldoko meminta semua pihak berpikir jernih. Dia yakin Yudian menyampaikan pendapatnya dengan penuh pertimbangan dan pikiran jernih.
 
"Beliau itu intelektual dan agamanya juga tinggi. Jadi mesti kita lihat dengan jernih. Jangan dijustifikasi," katanya.
 
Kasus ini bisa menjadi pelajaran penting, baik bagi pejabat, tokoh publik atau siapapun yang biasa berhubungan dengan media. Saat bicara dengan media, seseorang harus bicara, bukan saja secara jelas melainkan juga utuh. Jangan pernah membiarkan kalimat yang bisa disalahartikan.
 
Sebaliknya, kasus ini juga harus menjadi pelajaran amat berharga bagi media. Jika pejabat atau tokoh publik harus hati-hati saat berbicara dengan media, maka media harus sangat ekstra hati-hati ketika membuat berita. Sebab, tanpa media, bisa disebut tidak ada berita.
 
Kode etik yang mengatur kerja wartawan sebenarnya sudah memberi rambu-rambu soal itu. Pasal 12 misalnya menyebutkan, “Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita."
 
Read All
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar BPIP

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif