Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. MI/Ebet
Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. MI/Ebet (Gaudensius Suhardi)

Gaudensius Suhardi

Anggota Dewan Redaksi Media Group

Singapura bukan Surga Koruptor Lagi

Gaudensius Suhardi • 22 Desember 2022 05:52
BURON tidak bisa bersembunyi di Singapura lagi. Begitu isi berita yang dimuat di laman Kementerian Hukum dan HAM pada 15 Desember 2022. Buron tidak bisa bersembunyi di Singapura karena perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura disetujui DPR untuk diundangkan, Kamis (15/12).
 
Perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura sudah diteken pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau. Ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Yasonna H Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K Shanmugam. Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong ikut menyaksikannya.
 
Dalam perjanjian itu diatur antara lain kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, pengecualian sukarela terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan.
 
Ada yang menarik dalam perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, yaitu memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian itu berjumlah 31 di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
 
Perjanjian yang diteken pada Januari itu tidak bisa operasional karena belum diundangkan. Sesuai ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, perjanjian ekstradisi mesti disahkan dengan undang-undang jika menyangkut antara lain masalah kedaulatan atau hak berdaulat negara. Untuk memenuhi ketentuan itulah, diundangkan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.
 
Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tentu saja tunduk kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi. Pasal 5 UU 1/1979 menyebutkan bahwa ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik. Terhadap beberapa jenis kejahatan politik tertentu pelakunya dapat juga diekstradisikan sepanjang diperjanjikan antara negara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. Pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara atau anggota keluarganya tidak dianggap sebagai kejahatan politik.
 
Pengesahan UU Ekstradisi Indonesia-Singapura patut diapresiasi. Fakta memang memperlihatkan bahwa Singapura menjadi tempat tujuan para koruptor yang melarikan diri dari Indonesia. Dengan berada di Singapura, di masa lalu, mereka bisa menikmati kebebasan dari kejaran aparatur hukum Indonesia dan dengan bebas pula menggunakan uang hasil kejahatannya.
 
Fakta itulah yang menyebabkan Singapura dituding sebagai ‘surga’ bagi koruptor dari Indonesia. Tudingan itu selalu ditampik Singapura sebab tanpa ada ekstradisi pun koruptor bisa dibawa pulang dari Singapura. Indonesia dan Singapura juga terikat dalam kerja sama interpol.
 
Harus jujur diakui bahwa para koruptor yang lari ke Singapura bukan karena ulah Singapura, melainkan ulah para penegak hukum di Indonesia. Mereka sering bermain mata untuk meloloskan koruptor melarikan diri ke Singapura.
 
Ambil contoh kasus buron Harun Masiku, anggota DPR terpilih periode 2019-2024. Ia terbang ke Singapura hanya dua hari sebelum digelar operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 8 Januari 2020. Hingga kini ia masih berstatus buron.
 
Perjanjian ekstradisi dengan Singapura dan negara-negara di dunia tidak akan berpengaruh banyak tanpa pembenahan dan penegakan hukum di dalam negeri. Pembenahan itu mesti dilakukan dari hulu sampai hilirnya.
 
Sejak seseorang ditetapkan sebagai tersangka, patut dipertimbangkan agar tidak berlama-lama untuk ditahan. Jangan sampai ada kesan para tersangka diberi kesempatan menyembunyikan diri, setelah itu pura-pura sibuk mencarinya.
 
Meski demikian, perjanjian ekstradisi yang sudah diundangkan itu setidaknya membawa efek gentar bagi pelaku kejahatan termasuk korupsi. Perjanjian itu baru efektif jika para buron dibawa kembali ke Tanah Air.
 
Perintah Presiden Joko Widodo pada 9 Desember 2021 sangat tegas. Perintahnya ialah buron-buron pelaku korupsi bisa terus dikejar, baik di dalam maupun di luar negeri. Aset yang disembunyikan oleh, baik para mafia: mafia pelabuhan, mafia migas, mafia obat, mafia daging, maupun mafia tanah, bisa terus dikejar dan pelakunya bisa diadili. Jangan biarkan perintah itu hilang ditelan waktu.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Singapura indonesia-singapura Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Kasus Korupsi Kasus Suap Gratifikasi terorisme narkotika internasional

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif