SUDAH lebih dari empat bulan penyanderaan pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens oleh kelompok kriminal bersenjata di Papua, tak kunjung tuntas. Kabar terakhir, menurut Polda Papua, pemerintah setempat telah menyiapkan dana untuk membayar tebusan guna membebaskan pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut. Selain meminta uang tebusan, KKB menuntut Papua merdeka dan pemberian senjata. Namun, pemda hanya mau mengabulkan tebusan Rp5 miliar. Menurut Presiden Jokowi, proses negosiasi untuk membebaskan sang pilot masih berlangsung.
Pemberian uang tebusan ataupun perundingan hanyalah salah satu cara dalam sebuah kasus penyanderaan. Opsi lainnya ialah pengerahan kekuatan bersenjata. Tanpa meremehkan kemampuan polisi dan tentara, kita tentu tidak mau jalan terakhir yang ditempuh karena berisiko dapat menimbulkan korban, entah itu si sandera, aparat keamanan, ataupun pihak pelaku penyanderaan.
Jalan perundingan mungkin yang paling ideal. Namun, negosiasi ini haruslah menjadi langkah awal untuk mengakhiri gejolak politik di Papua. Pemerintah harus sedikit bersikap rendah hati mendengarkan keluhan masyarakat setempat. Dana otonomi yang selama ini digelontorkan, toh faktanya belum membuat mereka bebas dari kemiskinan. Mungkin dengan jalan dialog, bisa dicari titik temu bagaimana mengelola wilayah di ujung timur kepulauan ini dengan cara lebih bermartabat.
Akan tetapi, sekali lagi, negosiasi ini hanyalah salah satu opsi. Itu pun dengan syarat, pihak penyandera, dalam hal ini KKB, juga mau bersikap rendah hati dan tidak mau menang sendiri. Biar bagaimanapun, nasib masyarakat Papua secara keseluruhan juga harus dipikirkan. Jalan kekerasan bukanlah satu-satunya solusi untuk menciptakan kemakmuran di Papua. Perbedaan kepentingan hanya dapat diselesaikan melalui meja perundingan.
Terkait uang tebusan untuk membebaskan sang pilot, jika itu langkah yang dipilih, lakukanlah. Namun, tidak berarti cara itu mengindikasikan aparat lemah. Opsi itu hanyalah salah satu cara agar kasus ini tidak berlarut-larut. Biar bagaimanapun penyanderaan ini mengusik rasa kemanusiaan. Namun, hendaknya ini jangan menjadi modus pemerasan berikutnya. Itu tidak ada bedanya dengan aksi kriminal. Pihak KKB seharusnya juga bersikap gentle dan jangan memanfaatkan warga sipil sebagai tameng. Jika menculik sipil untuk mendapat uang tebusan menjadi kebiasaan atau modus KKB, pemerintah tentu tak bisa tinggal diam.
Segala bentuk ketidakpuasan semestinya dapat dibicarakan dengan baik-baik. Asalkan, sekali lagi, kedua belah pihak mau sama-sama meredam ego. Seperti kata pepatah, menang jadi abu, kalah jadi arang. Betapa sia-sianya peperangan. Hanya dengan dialog yang adil, jujur, tulus, dan bermartabat, Papua akan terbebas dari kekerasan dan kemiskinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di