Dampak perubahan iklim sangat luas, mencakup peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai, penurunan produktivitas pertanian; serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem. Hal ini menuntut upaya global secara intensif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengadaptasi sistem yang ada, untuk dapat menghadapi dampak sebagai akibat dari perubahan yang tak terhindarkan.
Teknologi hijau atau green technology muncul sebagai solusi potensial untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim. Green technology mencakup berbagai inovasi yang bertujuan untuk mengurangi jejak karbon, meningkatkan efisiensi energi, dan mempromosikan penggunaan sumber daya terbarukan.
Menurut data dari International Energy Agency (IEA), investasi global dalam teknologi energi terbarukan mencapai USD358 miliar pada tahun 2020, mencerminkan peningkatan kesadaran dan komitmen terhadap solusi berkelanjutan. Namun meskipun ada kemajuan signifikan, adopsi teknologi hijau sering kali terkendala oleh biaya awal yang tinggi, kurangnya infrastruktur pendukung, dan resistensi terhadap perubahan. Di sinilah konsep Green Technology-as-a-Service (GTaaS) berperan penting. GTaaS menawarkan model bisnis yang memungkinkan perusahaan dan individu untuk mengakses teknologi hijau tanpa perlu melakukan investasi modal yang besar di muka.
Sebagai contoh, layanan energi surya dengan pendekatan sebagai jasa memungkinkan pelanggan untuk memasang panel surya dengan biaya minimal, di mana penyedia layanan bertanggung jawab atas instalasi, pemeliharaan, dan pemantauan sistem.
Model ini tidak hanya mengurangi hambatan finansial tetapi juga mempercepat adopsi teknologi hijau. Menurut studi yang dilakukan oleh Deloitte, adopsi GTaaS diproyeksikan tumbuh sebesar 18 persen per tahun hingga 2025, yang menunjukkan potensi besar untuk transformasi industri menuju keberlanjutan.
GTaaS juga memungkinkan peningkatan skala teknologi hijau lebih cepat dibandingkan dengan model tradisional. Misalnya, dalam sektor transportasi, penggunaan kendaraan listrik sebagai layanan (Electric Vehicles-as-a-Service atau EVaaS) dapat mempercepat transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik.
Data dari BloombergNEF menunjukkan bahwa pasar kendaraan listrik global diperkirakan akan tumbuh dari 10 juta unit pada tahun 2020 menjadi 145 juta unit pada tahun 2030, sebagian besar didorong oleh model layanan seperti GTaaS. Dengan demikian, GTaaS bukan hanya menjawab tantangan biaya, tetapi juga memperluas akses dan mempercepat transisi ke teknologi rendah karbon.
Contoh Implementasi GTaaS di Berbagai Industri
1. Layanan Energi Surya
Sunrun dan SolarCity (sekarang bagian dari Tesla) adalah penyedia layanan energi surya yang menawarkan model GTaaS. Mereka memasang panel surya di rumah atau bisnis pelanggan dengan biaya awal minimal.Pelanggan kemudian membayar biaya langganan bulanan untuk penggunaan energi surya, sementara penyedia layanan bertanggung jawab atas instalasi, pemeliharaan, dan pemantauan sistem.
2. Kendaraan Listrik sebagai Layanan (EVaaS)
Canoo dan EVgo adalah perusahaan yang menyediakan kendaraan listrik sebagai layanan. Canoo menawarkan kendaraan listrik dengan model langganan bulanan, termasuk perawatan dan asuransi.EVgo di sisi lain menyediakan infrastruktur pengisian daya cepat untuk kendaraan listrik dengan biaya berlangganan, memungkinkan akses yang lebih mudah dan murah bagi pengguna kendaraan listrik.
3. Pengelolaan Limbah sebagai Layanan
Rubicon Global menggunakan teknologi untuk mengelola pengumpulan sampah dan daur ulang. Mereka menawarkan solusi berbasis aplikasi yang memungkinkan bisnis untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah mereka, mengurangi limbah yang berakhir di tempat pembuangan sampah, dan meningkatkan tingkat daur ulang. Layanan ini sering kali ditawarkan dengan model biaya berlangganan.4. Bangunan Hijau sebagai Layanan
Johnson Controls dan Siemens menawarkan solusi bangunan hijau yang mencakup instalasi dan pemeliharaan sistem manajemen energi, HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning), dan pencahayaan pintar. Dengan model GTaaS, mereka membantu klien mengurangi konsumsi energi dan biaya operasional, sambil meningkatkan efisiensi energi dan keberlanjutan bangunan.5. Penyaringan dan Pengolahan Air sebagai Layanan
Aquatech dan Ecolab menyediakan layanan pengolahan air yang mencakup instalasi, pemeliharaan, dan pemantauan sistem penyaringan dan pengolahan air. Perusahaan-perusahaan ini menawarkan solusi yang memastikan akses berkelanjutan ke air bersih dengan model pembayaran berdasarkan penggunaan atau biaya berlangganan.6. Pertanian Pintar sebagai Layanan
AeroFarms dan CropX menyediakan solusi pertanian pintar yang mencakup teknologi sensor, analisis data, dan otomatisasi pertanian. Dengan model GTaaS, mereka membantu petani mengoptimalkan penggunaan air, pupuk, dan pestisida, serta meningkatkan hasil panen dan keberlanjutan pertanian.Prospek Implementasi Green Technology-as-a-Service di Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan populasi yang terus bertambah dan ekonomi yang berkembang pesat, menghadapi tantangan besar dalam hal keberlanjutan lingkungan. Di balik tantangan ini, ada peluang besar untuk menerapkan Green Technology-as-a-Service (GTaaS) sebagai solusi inovatif yang dapat mengubah wajah energi dan keberlanjutan di negara ini.Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, termasuk energi surya, angin, hidro, dan panas bumi. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi surya di Indonesia mencapai 207,8 GW, namun pemanfaatannya masih kurang dari 1%. Dengan model GTaaS, hambatan finansial yang selama ini menghalangi adopsi teknologi surya dapat diatasi.
Perusahaan seperti Sunrun dan SolarCity telah membuktikan di negara lain bahwa instalasi panel surya melalui model berlangganan dapat mempercepat penetrasi energi terbarukan. Di Indonesia, implementasi serupa bisa mendorong rumah tangga dan bisnis untuk beralih ke energi surya tanpa harus menanggung biaya awal yang besar.
Lebih lanjut, sektor transportasi di Indonesia, yang didominasi oleh kendaraan berbahan bakar fosil, merupakan salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Penerapan kendaraan listrik sebagai layanan (EVaaS) dapat menjadi solusi signifikan.
Dengan infrastruktur pengisian daya yang didukung oleh model GTaaS, masyarakat bisa lebih mudah beralih ke kendaraan listrik. Inisiatif seperti Blue Bird yang sudah mengoperasikan armada taksi listrik di Jakarta menunjukkan bahwa perubahan ini memungkinkan. Jika ditingkatkan melalui model berlangganan atau pembayaran berdasarkan penggunaan, adopsi kendaraan listrik bisa semakin cepat.
Indonesia juga menghadapi masalah serius dalam hal pengelolaan sampah. Kota-kota besar seperti Jakarta menghasilkan ribuan ton sampah setiap hari, dan pengelolaannya sering kali tidak efisien.
Implementasi GTaaS dalam bentuk layanan pengelolaan limbah berbasis teknologi dapat membantu mengoptimalkan proses pengumpulan, daur ulang, dan pembuangan sampah. Misalnya perusahaan seperti Rubicon Global yang menawarkan solusi pengelolaan sampah berbasis teknologi, dapat mengurangi limbah yang berakhir di TPA dan meningkatkan tingkat daur ulang.
Tidak lupa sektor pertanian di Indonesia, yang menjadi tulang punggung perekonomian bagi sebagian besar masyarakat, juga dapat diuntungkan dengan penerapan GTaaS. Pertanian pintar yang menggunakan sensor dan teknologi otomatisasi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, pupuk, dan pestisida. Model GTaaS memungkinkan petani untuk mengakses teknologi canggih ini tanpa harus melakukan investasi awal yang besar, yang sangat penting mengingat sebagian besar petani di Indonesia adalah petani kecil dengan keterbatasan modal.
Implementasi Green Technology-as-a-Service (GTaaS) di Indonesia tidak hanya menawarkan solusi praktis untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan keberlanjutan, tetapi juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dan visi Indonesia Emas 2045.
Dengan mengadopsi model GTaaS, Indonesia dapat mempercepat transisi ke energi terbarukan, meningkatkan efisiensi di berbagai sektor, dan mengurangi emisi karbon, mendukung pencapaian SDG seperti aksi iklim (SDG 13), energi bersih dan terjangkau (SDG 7), serta industri, inovasi, dan infrastruktur (SDG 9). Selain itu, penerapan GTaaS akan memperkuat fondasi ekonomi hijau, mendorong inovasi teknologi, dan menciptakan lapangan kerja baru yang berkualitas. Ini semua berkontribusi langsung pada visi Indonesia Emas 2045, yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maju yang sejahtera, adil, dan berkelanjutan.
Dengan demikian, GTaaS bukan hanya solusi untuk tantangan saat ini, tetapi juga investasi strategis untuk masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan bagi generasi mendatang di Indonesia.