MASYARAKAT di tingkat akar rumput, yaitu RT dan RW, merupakan ujung tombak dalam perang melawan covid-19. Pemberdayaan masyarakat untuk sadar dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan menjadi kunci keberhasilan. Apa pun bentuk kebijakan pembatasan, termasuk pembatasan skala mikro, jika tidak dibarengi dengan membangun kesadaran, hasilnya akan majal.
Kebijakan melawan covid-19 diterapkan silih berganti, mulai PSBB, lalu PSBB berskala mikro, berubah menjadi PSBB transisi, hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Begitu juga penegakan hukum secara masif telah dilakukan. Namun, laju penyebaran covid-19 tak kunjung melambat.
Bahkan saat penerapan PPKM di sejumlah daerah di Jawa dan Bali dilakukan, penyebaran covid-19 mencatatkan sejumlah rekor. Kemarin, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan kasus baru yang terkonfirmasi positif covid-19 bertambah 11.434 orang sehingga total berjumlah 1.123.105 kasus. PPKM jelas-jelas gagal memberikan hasil maksimal.
Tiga minggu lebih PPKM diterapkan, rata-rata kasus harian masih belasan ribu. Kebijakan ini diterapkan mulai 11 Januari hingga 25 Januari, kemudian diperpanjang sampai 8 Februari. Bahkan, Presiden Joko Widodo terang-terangan menyebut PPKM tidak efektif dalam membendung penularan covid-19.
Presiden sudah menggelar pertemuan khusus dengan lima gubernur untuk mengevaluasi pelaksanaan PPKM Jawa-Bali. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Bali I Wayan Koster, dan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.
Tatkala PPKM terbukti tidak efektif, strategi pun diubah. Pemerintah akan menerapkan PPKM di wilayah Jawa-Bali berskala mikro. PPKM berskala mikro akan diterapkan dengan pembatasan mobilitas masyarakat di daerah-daerah tertentu yang menjadi pusat penyebaran covid-19.
Pembatasan sosial dengan pendekatan mikro bisa efektif menekan laju penularan apabila fungsi pelacakan, pemeriksaan, dan isolasi terimplementasi secara substantif.
Langkah pertama yang harus dilakukan ialah memetakan wilayah kelurahan atau desa yang masuk zona merah dengan tingkat penularan yang tinggi. Setelah itu, pastikan semua kasus yang ada terlacak sehingga bisa segera diisolasi di tingkat RT atau RW.
Pemetaan wilayah dibuat lebih detail, lebih terperinci, dilihat penyebabnya di mana, itu nantinya daerah yang dikunci. Kebijakan ini mesti dibarengi dengan pendekatan untuk membangun kesadaran masyarakat.
Struktur-struktur masyarakat yang sifatnya mikro di level terkecil, di komunitas terkecil di lingkungan keluarga, perlu dilibatkan. Menggerakkan inisiatif penanganan pendemi di lingkungan warga dan perkampungan merupakan langkah sangat baik dan sangat tepat.
Upaya membangun kesadaran perlu untuk mengadopsi kearifan lokal tiap-tiap daerah. Hidupkan lagi program Jogo Tonggo, program Kampung Tangguh, dan program Desa Siaga. Melalui hal yang erat dengan budaya asli Indonesia tentu akan cepat untuk membangun kesadaran kolektif demi mengatasi pandemi covid-19.
Semua sepakat, meskipun vaksin sudah dikantongi, misi utama perang menghadapi pandemi ini ialah menekan laju penularan. Juga agar sarana kesehatan, seluruh rumah sakit tidak terbebani sehingga mampu menyiapkan diri dengan program vaksinasi.
Melalui forum ini kita mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk aktif ambil bagian. Ketentuan-ketentuan dalam pembatasan sosial berskala besar alias PSBB atau apa pun bentuk kebijakan di tiap-tiap daerah akan tetap majal tanpa kesadaran dan kedisiplinan protokol kesehatan di tingkat akar rumput, yaitu RT dan RW.
*Editorial Media Indonesia Jumat, 5 Februari 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di
