Ilustrasi jalan di Jakarta. Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto.
Ilustrasi jalan di Jakarta. Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan Sucipto. (Mohammad Hadi Winarto)

Mohammad Hadi Winarto

Jurnalis Senior medcom,id

PSBB dan Perjuangan Warga Jakarta

Mohammad Hadi Winarto • 08 April 2020 10:49
HANYA beberapa jam menuju pergantian waktu. Hujan belum reda dari langit Jakarta. Matahari telah meninggalkan cakrawala metropolitan yang biasa tenggelam dalam hiruk pikuk ini.
 
Ia meninggalkan sore yang tertib, gerimis, jalanan sepi, serta kemacetan yang menghilang. Itulah catatan enam jam menuju pukul 00:00, lalu membuka lembaran 7 April 2020 yang terasa sayang jika tidak diceritakan.
 
Sepanjang sore, keadaan di sekitar Tugu Monas seperti hendak menyambut sesuatu. Tak banyak kendaraan berlalu lalang pada ruas jalan di sekelilingnya. Medan Merdeka Barat terlihat longgar. Medan Merdeka Selatan hanya melaju satu dua kendaraan.
 
Staisun Gambir sepi. Dan, di depan Istana, ruas jalan Medan Merdeka Utara jauh dari bising dan ramai. Ruas Kebon Sirih juga lirih. Jalur Gajah Mada - Hayam Wuruk, dari Harmoni sampai Stasiun Kota, arus kendaraan tampak tertib. Juga tak banyak. Mari mengamati dengan radius satu kilometer Tugu Monas. Ruas Bundaran HI hingga patung kuda tampak beda. Tanpa pengaturan yang ketat oleh polisi, ruas jalan yang lebar sesekali mendekati lengang.
 
Di malam hari ia seperti garis terang bercahaya yang membelah gedung-gedung tinggi. Dari sisi jalan, badan jalan memberi ruang untuk sekadar menyaksikan keagungan beragam gedung dengan arsitektur megah.
 
Lalu ke mana perginya macet? Atau, kuasa apa yang sanggup mengubah keadaan menjadi tak biasa seperti ini? Sebab, pada ruas Bundaran HI - Diponegoro juga sama. Di Tanahabang, mari kita lupakan keadaan ala Sogo Jongkok. Tentu saja penjual dan pembeli masih bertemu. Tapi jumlahnya pun tak banyak. Pasar Senen juga tak beda.
 

Sepi Menyelimuti
 

Beralih sedikit ke Stasiun Gambir, dari sore menuju petang sepi makin menyelimuti. Satu dua orang datang dengan urusannya. Biasanya penumpang ramai, antre tiket, bahkan berderet menikmati aneka sajian kuliner.
 
Kali ini tidak. Nyaris semua outlet sudah tutup. Gambir terasa sumir. Gairah besarnya meredup. Aktivitasnya berganti sepi tanpa degup. Tinggal tersisa suara keras roda besi kereta memasuki stasiun. Selebihnya adalah sepi.

Kabar hanya sedikit bertukar. Meskipun sedikit tetapi komplit. Warga Jakarta yang tinggal di kawasan dengan gang sempit mengerti apa yang tengah terjadi. Mereka mengisolasi diri, menutup gang.


Isolasi mandiri telah melampaui batas-batas kelas sosial. Di Rawasari dan Galur yang padat penghuni, warga rela menerima gang-gang tikus atau gang kelinci yang sempit ditutup.
 
Apatah lagi yang bisa dibaca dari keadaan ini? Mungkin juga kita tak perlu menanyakan itu. Sejak penularan Covid 19 menjadi wabah global, aturan kehidupan bergeser cepat. Protokol demi protokol hadir dan mengatur hidup kita. Kuasa Covid 19 yang mematikan terus meluas.
 

Pahlawan kesehatan berguguran
 

Pemerintah dan masyarakat bekerja keras menangani pandemi global yang mengganas ini. Korban berjatuhan. Covid 19 tak memandang status sosial atau latar belakang orang yang diserang. Bahkan, pahlawan kesehatan kita berguguran dalam perjuangan mengalahkan sang wabah.
 
Pada akhirnya, tulisan ini hanya ingin menyampaikan sesuatu yang sederhana dan kasat mata. Masyarakat Jakarta ternyata memiliki respon cepat menghadapi keadaan yang luar biasa ini.
 
Makin hari mereka makin sanggup merespon keadaan darurat akibat wabah. Mereka sanggup bernegosiasi dengan keadaan darurat. Mereka sanggup merespon dengan baik aturan hidup sehat, juga tentang social distancing dan physical distancing.
 
Pada 7 April 2020, pemerintah pusat melalui Menteri Kesehatan secara resmi memutuskan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diajukan Gubernur DKI Jakarta. Keputusan ini bukan saja tepat, tapi juga strategis. Pemberlakuan PSBB di Jakarta akan menjadi bencmarking, atau menjadi tolok ukur. Jika penerapan PSBB di Jakarta sukses, maka bisa direplikasi di berbagai daerah yang masuk zona merah wabah.
 
PSBB adalah cara untuk memenangkan perang besar melawan wabah Covid 19. Ini peperangan yang harus dimenangkan. Warga Jakarta kini berada di garda terdepan.
 
Mereka akan diuji menjalani hidup dalam situasi PSBB. Pada waktunya, mereka akan mengirimkan pesan ke seluruh saudara-saudaranya se-tanah air: Kita akan memenangkan peperangan ini.[]
 
*Segala gagasan dan opini yang ada dalam kanal ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Medcom.ID. Redaksi menerima kiriman opini dari Anda melalui kolom@medcom.id.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar virus corona

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif