Hasil-hasil kajian itu pun, selain karya-karya yang menarik dalam bentuk artikel atau buku, juga yang tak kalah pentingnya adalah teori baru yang ditemukan. Sekadar menyebut contoh, untuk ilmu sosial, kajian Geerzt tentang Jawa menjadi salah satu rujukan utama dalam interpretatif simbolik dan untuk mempelajari Jawa dan Indonesia. Kajian-kajian lain pun demikian, banyak yang menjadi rujukan utama dalam hal ilmu pengetahuan.
Di antara yang penting adalah mengenai teori evolusi dalam bidang biologi. Selama ini, ketika bicara evolusi maka asumsi orang langsung merujuk pada Charles Darwin. Memang benar dan tidak ada yang salah. Hanya saja kurang lengkap karena tidak menyebut Alfred Russel Wallace. Siapa dia dan apa kaitannya dengan Indonesia dan teori evolusi?
Indonesia dan teori evolusi Wallace adalah seorang naturalis yang menjelajahi banyak dunia, di antaranya di pulau-pulau yang ada di Indonesia. Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Bukunya yang berjudul TheMalay Archipelego(1869) berkisah mengenai pulau-pulau di Indonesia dan pengalaman Wallace selama menjelajahi Indonesia. Dengan suka dan dukanya.
Salah satu pulau penting yang disinggahi oleh Wallace adalah Pulau Ternate. Satu pulau yang pernah menjadi primadona dalam perdagangan internasional, terutama rempah-rempah. Pulau ini menjadi rebutan antara Portugis, Belanda, dan Inggris. Dengan caranya masing-masing, mereka berusaha menguasai perdagangan di Ternate.
Ketika sedang berada di Indonesia, tepatnya di Ternate, Wallace melakukan korespondensi dengan orang yang dianggap mentor dan seniornya, Charles Darwin.
Dalam korespondensi itu, Wallace tidak hanya menceritakan kondisi biota yang ditemuinya, tetapi juga membuat analisa. Cerita-cerita dan analisa dari Wallace menjadi bahan utama bagi Darwin dalam membangun argumentasi mengenai evolusi. Dari sini, pangkal sengkarut bermula.
Sebagian kalangan menilai bahwa teori evolusi dibangun oleh Darwin tanpa kontribusi dari Wallace. Artinya, teori tersebut murni pemikiran dari Darwin. Tetapi satu kalangan lagi menyangsikan hal tersebut, bahkan percaya bahwa teori evolusi sejatinya adalah teori yang disusun oleh Wallace, bukan Darwin. Bahkan, beberapa penulis dan ilmuwan banyak yang percaya Darwin mencuri ide Wallace, terutama mengenai seleksi alam. Di antaranya adalah Arnold Brackman, seorang jurnalis yang menerbitkan bukunya tahun 1980: A Delicate Arrangement: The Strange Case of Charles Darwin and Alfred Russel Wallace. Dalam karya ini, Brackman secara tegas menyatakan bahwa Wallace adalah orang pertama yang menyelesaikan teori evolusi melalui seleksi alam.
Lalu kenapa kemudian yang berkembang justru teori evolusi adalah Darwin? Hal ini karena persoalan akses pada dunia ilmu pengetahuan dan komunitas ilmiah.
Darwin, tepat berada di jantung perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Inggris. Sedangkan Wallace berada di pulau-pulau di Indonesia yang jauh dan belum dikenali. Faktor lainnya, Darwin berasal dari kelas borjuis sedangkan Wallace dari kelas biasa. Saat itu, melihat kapasitas orang dari kelas sosial masih ada.
Polemik mengenai asal-usul teori evolusi menjadi perdebatan yang tidak berkesudahan untuk waktu yang lama. Sampai akhirnya, semua bersepakat bahwa kedua orang ini saling melengkapi. Wallace sendiri menganggap bahwa Darwin adalah mentornya yang membantu memahami fenomena alam yang dijumpai. Sehingga wajar jika Wallace memberikan informasi fenomena alam yang diamatinya di Indonesia. Dan Darwin menggunakan data yang diberikan Wallace juga wajar karena dapat memberikan bantuan analisa untuk Wallace.
Tegasnya, kesimpulan dari polemik itu adalah apa yang dilaporkan oleh Wallace melalui korespondensi, sesuai dengan apa yang sedang dipikirkan Darwin, mengenai evolusi. Darwin sedang menyusun kerangka teori evolusi, tetapi belum mendapatkan bukti yang kuat dan Wallace memberikan data yang dibutuhkan Darwin.
Bagaimana ilmuwan Indonesia sekarang?
Dalam kisah mengenai teori evolusi, selain fenomena alam yang menguatkan teori evolusi apakah ada peran orang Indonesia?
Hal tersebut mungkin saja, dalam The Malay Archipelego, Wallace sering menyebut nama Ali, pembantu lapangan orang Indonesia. Ali tampaknya selalu ikut bersama Wallace mengunjungi beberapa pulau, terutama ketika di Maluku. Menurut Wallace, Ali orang Kalimantan. Cerita mengenai Ali, pernah juga disinggung oleh salah satu harian.
Dalam konteks sekarang, Ali adalah peneliti yang menjadi counterpart para peneliti asing. Dia selalu mendampingi, membantu menganalisa, dan bahkan memberikan kontribusi yang nyata dan besar. Tapi, mereka tidak pernah mencatatnya dalam sejarah.
Para peneliti sekarang pun tidak jauh berbeda dengan Ali, lebih banyak menjadi penulis kedua, ketiga, atau terakhir ketika suatu artikel terbit dalam jurnal internasional. Padahal kontribusinya besar dan nyata. Ada memang beberapa orang yang menjadi penulis pertama dalam suatu publikasi.
Persoalan pun hampir serupa. Akses pada jurnal internasional dan rasa minder yang berlebihan. Kombinasi kedua hal tersebut membuat nyaman para peneliti Indonesia untuk menjadi orang kedua atau terakhir dalam suatu terbitan.
Namun, ada faktor lainnya. Yakni kesadaran mengenai pentingnya penelitian bagi kemajuan suatu bangsa. Jika dalam kasus Ali, kesadaran secara politik mengenai hal tersebut belum ada, karena mereka sedang menghadapi kondisi internal melawan penjajahan.
Sekarang, kesadaran mengenai hal tersebut sudah tumbuh, walaupun masih kecil persentasenya. Bangsa Indonesia sudah memiliki banyak peneliti, walaupun masih kecil dibandingkan dengan negara lain.
Mengutip data dari UNESCO yang mengkalkulasi jumlah peneliti tiap negara, Indoensia masih kekurangan peneliti. Rasio angkanya satu orang per satu juta. Berbeda dengan Singapura yang rasionya 6.658 orang per satu juta penduduk.
Majalah bergengsi, Forbes, juga mencatat angka lulusan doktor berbagai negara. Amerika paling tinggi dengan angka 67.449 orang bergelar doktor, sedangkan Indonesia baru di angka 3.591 orang.
Faktor lainnya adalah anggaran yang masih kecil. Selama ini, anggaran yang dialokasikan pemerintah melalui APBN masih relatif kecil dibandingkan dengan sektor lainnya. Walaupun anggaran dari negara kecil, seharusnya detak penelitian tetap berjalan seandainya ada skema anggaran dari pihak swasta.
Bagaimanapun, anggaran tidak selalu dari pemerintah, melainkan juga dari swasta. Wallace memungkinkan datang ke Indonesia selama bertahun-tahun karena mendapatkan sokongan dana dari pengusaha. Demikian juga peneliti asing yang datang ke Indonesia sekarang ini, mereka mendapatkan sokongan dana dari swasta.
Pihak swasta di negara-negara maju sudah menyadari pentingnya mengalokasikan penelitian, walaupun terkadang tidak terkait sama sekali dengan bidang usaha, untuk memajukan dan menunjang bisnisnya.
Semoga, kesadaran bangsa Indonesia mengenai pentingnya penelitian dapat tumbuh berkembang. Sehingga berbagai macam teori dapat lahir dari Indonesia dan oleh orang Indonesia itu sendiri.[]
*Segala gagasan dan opini yang ada dalam kanal ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Medcom.ID

