Dilansir dari website earth.com, penelitian ini dipimpin oleh Hiro Kasai dari Kindai University, Nara, dengan fokus pada Collembola yang dikenal sebagai heksapoda mungil penghuni tanah. Kutu pegas adalah pemakan jamur dan materi membusuk sehingga ikut membantu proses daur ulang nutrisi di alam.
“Dalam studi ini, kami mendeskripsikan empat spesies Paranura baru,” tulis Kasai dalam laporannya di jurnal Zootaxa dikutip Rabu, 19 November 2025.
Riset ini dilakukan dengan mengumpulkan sampel dari beberapa lokasi hutan di Jepang. Spesies berwarna biru mencolok ini memiliki panjang tubuh sekitar 0,06 hingga 0,07 inci. Enam matanya tersusun rapi dengan tiga mata di masing-masing sisi kepala, menjadikannya mudah dibedakan dari spesies lain.
Para ilmuwan berhasil mengumpulkan dua betina, tiga jantan, dan satu juvenile dari ranting-ranting kayu mati di hutan hijau abadi Pulau Tsushima. Penamaan tsushimaensis diberikan sebagai penghormatan terhadap lokasi penemuannya.
Selain spesies biru bermata enam, tim juga menemukan tiga spesies tambahan dari wilayah berbeda di Jepang. Setiap spesies memiliki ciri khas warna, ukuran, dan lingkungan hidup.
Paranura nakamurai berasal dari Pulau Sado, Niigata, dengan tubuh kuning-putih sepanjang 0,03 hingga 0,06 inci. Namanya diambil untuk menghormati Kahito Nakamura, peneliti yang pertama menemukannya.
Paranura alpicola ditemukan di Gunung Syakagatake, Nara, dan memiliki warna kuning serta tubuh lebih tebal. Penamaannya merujuk pada habitat pegunungan tinggi yang menjadi rumah spesies tersebut.
Paranura convallis ditemukan di Nara dalam survei 2020-2022, dengan tubuh oranye pendek dan kekar. Penyematan nama convallis mencerminkan habitatnya di lembah-lembah pegunungan.
Penemuan ini menujukkan peran penting kayu mati di dalam hutan sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi hewan saproxylic seperti kutu pegas. Warna mencolok pada tubuh mereka merupakan adaptasi terhadap cahaya dan bentuk perlindungan diri dari infeksi jamur.
Michael Ulyshen dari U.S. Forest Service menyebut hewan saproxylic sangat sensitif terhadap praktik pengelolaan hutan yang mengurangi jumlah kayu mati. Kondisi ini membuat keberadaan mereka dapat menjadi indikator kesehatan hutan.
Variasi morfologi seperti ukuran tubuh, pola bulu, dan susunan mata menunjukkan adanya isolasi panjang antarpopulasi dan adaptasi terhadap tingkat kelembapan yang berbeda. Hasil penelitian ini membuka peluang survei lebih luas untuk menemukan spesies lain yang mungkin belum pernah terdokumentasi. (Sultan Rafly Dharmawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id