Supaya Pilkada Tak Memproduksi Koruptor
Supaya Pilkada Tak Memproduksi Koruptor ()

Supaya Pilkada Tak Memproduksi Koruptor

08 Agustus 2016 06:47
PILKADA semestinya menjadi mekanisme untuk menghasilkan kepala daerah yang mumpuni, punya integritas dan kapabilitas. Hanya kepala daerah dengan kualitas semacam itu yang sanggup membangun daerah demi kesejahteraan rakyat di daerah. Akan tetapi, banyak kepala daerah yang tak punya integritas dan tersangkut oleh perkara korupsi. Alih-alih menyejahterakan, kepala daerah model begitu malah menyengsarakan rakyat. Itu artinya sebagian pilkada justru memproduksi koruptor di daerah.
 
Proses rekrutmen calon kepala daerah sering dituding sebagai pangkalnya. Kandidat mesti ‘membeli’ partai politik sebagai ‘perahu politik’ yang akan mengantarkannya meng¬arungi samudra rivalitas pilkada. Terjadilah apa yang lazim disebut politik transaksional. Ketika berhasil duduk di tampuk kekuasaan, kepala daerah pun mulai ‘menuntut’ kembali duit mahar politik yang jumlahnya terkadang sangat fantastis itu dengan segala cara. Bahkan, tak jarang kepala daerah yang tak ragu untuk korupsi agar balik modal dan mendapatkan keuntungan.
 
Calon independen menjadi salah satu jawaban untuk menepis atau paling tidak mengurangi praktik politik transaksional tersebut. Kandidat independen maju tanpa harus ‘membeli’ partai politik. Mereka maju karena mendapat dukungan rakyat. Dalam konteks meminimalkan politik transaksional, banyaknya kandidat independen pada Pilkada 2015, meski hanya sebagian kecil yang menang, mesti kita sambut dengan penuh sukacita. Begitu pula banyaknya kandidat independen pada Pilkada 2017, meski tak sebanyak Pilkada 2015 karena jumlah pilkadanya lebih sedikit, harus kita sambut dengan gegap gempita politik.
 
Bukan tidak mungkin, akan semakin banyak kandidat independen pada pilkada-pilkada di masa depan. Semakin banyak kandidat independen, tentu semakin besar peluang mereka memenangi pilkada. Itu tentu tantangan, mungkin juga ancaman, bagi eksistensi parpol. Oleh karena itu, parpol mesti mengubah pola rekrutmen kandidat. Bila selama ini kandidat yang melamar parpol, kini giliran parpol yang melamar kandidat. Kita tahu melamar memerlukan mahar. Bila yang melamar kandidat, sang kandidat harus membayar mahar. Itulah pangkal politik transaksional yang ujung-ujungnya cuma memproduksi kepala daerah merangkap koruptor. Sebaliknya, bila parpol yang melamar kandidat, parpol akan all out. Mereka mengongkosi seluruh biaya sang calon demi memenangi pilkada. Bahkan meterai pun parpol yang membelikan.
 
Kandidat yang dilamar parpol mestilah orang baik. Orang yang baik integritas dan kapabilitasnya tak bakal korupsi dan akan mampu membangun daerah. Sejumlah kandidat independen dikenal sebagai orang yang relatif baik integritas dan kapabilitasnya. Logika umum mengatakan, kalau tidak baik, mana mungkin rakyat secara sukarela mengusungnya.
 
Dalam konteks ini, tidak ada salahnya, bukan dosa politik, bila parpol mendukung dan memperjuangkan kemenangan kandidat independen, sejauh parpol menganggap sang kandidat orang baik. Memang, akan lebih baik bila parpol membenahi pola kaderisasi mereka. Kaderisasi parpol harus menciptakan calon pemimpin yang baik, berintegritas, dan punya kapasitas. Dengan begitu, parpol tak perlu repot-repot membuka lamaran sekalian meminta mahar. Usung saja kader terbaik mereka. Parpol mungkin cuma perlu berkoalisi untuk memenangkan sang kader di pilkada.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase pilkada

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif