Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang sudah final, tapi bukan berarti ia benar-benar telah aman dari rongrongan. Selalu saja ada pihak-pihak yang hendak mengoyak rajutan emosi persatuan sehingga peneguhan semangat kebangsaan mesti terus dirawat.
Bahwa Indonesia dibangun berfondasikan keberagaman, semua orang pasti paham. Bahwa negeri ini berdiri melalui kesepakatan suci para tokoh bangsa yang berbeda latar belakang, semua orang pasti mengerti. Namun, tidak semua orang yang betul-betul menyadari pentingnya karakteristik unik itu sebagai harga mati.
Meski sudah berusia 72 tahun, NKRI tak lekang oleh ancaman perpecahan. Kemajemukan yang seharusnya menjadi berkah tak jarang malah menjadi pemantik musibah. Kain kebangsaan pun kerap terkoyak meski kita selalu mampu menjahitnya kembali dan tetap utuh hingga kini.
Situasi bangsa belakangan ini menunjukkan betapa keberadaan Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusi bernegara, dan keberlangsungan NKRI belum diterima sepenuhnya oleh seluruh anak bangsa. Masih ada kelompok yang mempertanyakan, menggugat, bahkan ingin menegasikannya.
Oleh karena itu, ajakan untuk menyamakan sekaligus meneguhkan visi kebangsaan mutlak terus dilakukan. Ia mungkin terdengar usang, tetapi sebenarnya masih dan akan selalu relevan untuk disuarakan. Karena itu pula, kita menyambut baik penegasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap visi kebangsaan mereka.
Dalam milad ke-42, Rabu (26/7), Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin menyatakan MUI ingin menjaga konsistensi sikap pendiri bangsa terkait dengan NKRI. MUI, tegas dia, akan tetap istikamah dalam mengemban peran sebagai pelindung dan penjaga umat sekaligus sebagai pengawal dan penjaga negara.
Sikap itu sebetulnya bukan hal yang baru. Pada 2003 lalu, MUI telah membuat keputusan mahapenting bahwa pendirian NKRI merupakan upaya final bangsa Indonesia. Dengan begitu, umat Islam wajib menjaganya dari segala bentuk rongrongan oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun.
Namun, tidaklah mengada-ada jika fatwa itu kembali ditegaskan karena eksistensi NKRI memang tengah diuji. Sebagai wadah para ulama, zuama, dan para cendekiawan Islam yang mewakili ormas-ormas Islam, MUI jelas punya posisi strategis untuk mengingatkan kembali pentingnya persatuan di tengah kebinekaan.
Peneguhan kembali visi kebangsaan MUI makin bermakna lantaran masih ada sebagian umat yang anti-Pancasila dan ingin menggantinya. Bahkan, tak sedikit yang membajak ajaran suci agama kemudian berlaku destruktif untuk menghancurkan sendi-sendi kebangsaan dan kemanusiaan.
Dengan keyakinan mereka, kelompok-kelompok itu terus berusaha mempertentangkan agama dan kebangsaan. Padahal, agama dan kebangsaan sama sekali tak bersimpang jalan, tetapi bisa beriringan jalan. Jelas dan tegas bahwa Indonesia bukanlah negara agama sehingga tiada celah bagi siapa pun untuk coba-coba menjadikannya sebagai negara agama. Itu pula yang ditegaskan MUI dalam milad mereka tahun ini.
Ketika ulama sebagai mitra umara lantang menggelorakan pentingnya semangat kebangsaan, persatuan, dan kesatuan, ada harapan kuat bahwa pilar-pilar penopang bangsa ini akan terus terawat. Kita berharap visi kebangsaan seperti itu juga menggelora dalam diri seluruh umat sehingga Pancasila, UUD 1945, dan NKRI akan terus eksis hingga kiamat kelak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
