Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak selalu berjalan paralel dengan meningkatnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Suatu negara dengan tingkat pencapaian pembangunan ekonomi yang baik bisa saja memiliki level kesejahteraan masyarakat yang rendah.
Salah satu penyebabnya ialah pertambahan penduduk yang tidak terkendali.
Kondisi semacam itu, ironisnya, dapat menimpa Indonesia.
Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting yang baru-baru ini dirilis memang menyebutkan bahwa publik telah merasa puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo.
Dilaporkan oleh survei itu bahwa sebanyak 74,8% dari 1.350 responden di seluruh Indonesia menilai perjalanan bangsa pun berada di jalur yang benar.
Akan tetapi, arah, kinerja, dan perjalanan bangsa yang sudah benar tidak menjamin tingkat kesejahteraan dan pemerataan bagi masyarakat Indonesia.
Satu hal yang menjadi faktor penghambat dicapainya pemerataan dan kesejahteraan masyarakat ialah laju pertumbuhan penduduk.
Kita mencermati betapa dalam 20 tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk di negeri ini dapat dikatakan tidak lagi terkelola baik.
Data pada 2016 menyebutkan laju pertumbuhan penduduk kita masih berada di kisaran 1,49%.
Artinya, setiap tahun jumlah penduduk kita bertambah sekitar 4 juta orang per tahun.
Angka kelahiran pada 2016 tercatat berada di posisi 2,6.
Padahal, berdasarkan perhitungan pertumbuhan penduduk ideal, untuk mencapai tingkat kemakmuran yang baik, angka kelahiran di Indonesia semestinya berada pada angka maksimal 2,1.
Itulah sebabnya rasio Gini yang menjadi indikator pemerataan ekonomi di Republik ini terbilang tinggi, di kisaran 0,39, turun tipis dari sebelumnya 0,4.
Andai pertumbuhan penduduk bisa dikendalikan, rasio Gini semestinya bisa ditekan ke angka 0,36.
Kita mengapresiasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menjalankan terobosan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Sudah tepat bila BKKBN terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan menggalakkan dan merevitalisasi kembali program KB yang terbukti berhasil di era prareformasi, yakni melalui program 'dua anak cukup'.
Harus kita ingatkan bahwa bila laju pertambahan penduduk tidak terkendali, ledakan penduduk akan terjadi. Pada gilirannya, ledakan jumlah penduduk itu kelak mengancam sumber daya makanan dan energi.
Kerusakan lingkungan hidup pun tidak terelakkan. Tanah akan berkurang, hutan lindung menurun drastis, dan akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat pun akan jatuh dengan sendirinya.
Untuk menghindari kondisi semacam itu, kita harus bekerja keras untuk menekan laju pertambahan penduduk.
Bukan hanya pemerintah pusat dan BKKBN, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota harus ikut pula mendukung sepenuhnya program pengendalian laju penduduk ini.
Tanpa dukungan dari pemprov, pemkab, dan pemkot, upaya pemerintah pusat melalui BKKBN untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk ini tidak akan tercapai.
Apalagi jika ada pemerintah daerah yang justru bertindak sebaliknya dengan membiarkan pertumbuhan penduduk demi kepentingan politik semata.
Pun ada kepala daerah yang memiliki banyak anak.
Kepala daerah semacam ini tentu tidak memberi teladan kepada warganya.
Bila pertumbuhan penduduk terus dibiarkan tak terkendali, misi untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat secara merata niscaya hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
