()

Bikin Terobosan bukan Pemborosan

04 April 2015 08:25
HARGA bahan bakar minyak (BBM) naik lagi per 28 Maret lalu. Keesokan harinya, masyarakat serta-merta harus membayar ongkos angkutan umum perkotaan dengan tarif yang lebih tinggi. Mau tidak mau, masyarakat mesti mengencangkan ikat pinggang.
 
Tiga hari berselang, konsumen dikagetkan dengan pengakuan Pertamina bahwa harga elpiji 12 kilogram naik lagi. Tidak ada pilihan bagi mereka kecuali menghemat pengeluaran di bagian lain.
 
Di saat yang sama, terungkap bahwa pemerintah menaikkan tunjangan uang muka mobil bagi pejabat negara nyaris dua kali lipat. Peraturan Presiden No 39 Tahun 2015 menyebutkan tunjangan tersebut menjadi sebesar Rp210,89 juta, dari sebelumnya Rp116,65 juta.
 
Itu jelas kebijakan yang membuat rakyat terhenyak. Pemerintah berdalih tunjangan uang muka mobil tersebut naik karena menyesuaikan dengan laju inflasi. Tunjangan sebesar Rp116,65 juta yang berlaku sejak lima tahun lalu itu, katanya, tidak lagi mencukupi. Mari kita berhitung. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2010 inflasi tercatat 6,96%. Kemudian, 2011 sebesar 3,79%, 2012 4,3%, 2013 8,38%, dan tahun lalu sebesar 8,36%. Jika laju inflasi tersebut menjadi patokan, tunjangan uang muka mobil pejabat seharusnya menjadi Rp158,63 juta, bukan Rp210,89 juta. Itu baru ilustrasi tanpa memperhitungkan perasaan rakyat.
 
Nilai tunjangan uang muka mobil pejabat negara jauh melebihi uang muka kepemilikan rumah bersubsidi bagi rakyat. Bisa dibayangkan seberapa mewah mobil yang menjadi sasaran untuk dibeli.
 
Bila ditilik lebih jauh lagi, ada kesenjangan yang tercipta. Masyarakat harus mengencangkan ikat pinggang lagi dan lagi, demi menghasilkan ruang fiskal yang longgar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.
 
Banyak di antara masyarakat kelompok menengah atas menyadari bahwa subsidi energi sudah terlampau membebani. Mereka tidak ingin egois mengorbankan kepentingan pembangunan.
 
Di sisi lain, pemerintah pun menggembar-gemborkan penghematan anggaran agar dapat dialihkan untuk sebesar-besarnya ke proyek infrastruktur. Kenyataannya pos belanja subsidi energi saja yang mendapat pemangkasan masif. Belanja birokrasi dibiarkan membesar seiring dengan pembengkakan tunjangan bagi pejabat negara, hanya agar mereka bisa mempertahankan gaya hidup mewah.
 
Akan lebih baik bila mobil yang menjadi sasaran ialah dari kelompok mobil murah dan ramah lingkungan. Hal itu bukan saja akan menjadikan kebutuhan uang muka lebih rendah, melainkan juga mendukung upaya penghematan BBM.
 
Jika ingin membuat terobosan, sokong pengembangan transportasi publik dengan menjadi penggunanya. Semua pejabat negara boleh memakai semua jenis angkutan umum dengan gratis, biaya ditanggung negara. Tinggal tunjukkan kartu anggota atau identitas sebagai pejabat negara ke sopir. Beres, kan?
 
Negara hemat, kualitas transportasi publik pun semakin baik karena para pembuat kebijakan juga merupakan penggunanya. Para pejabat pun bisa merasakan amanat penderitaan rakyat pengguna transportasi publik yang sungguh masih sumpek saat ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase kenaikan harga bbm

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif